Bubur Tanpa Seledri
Adel baru tahu kalau Nunno sakit setelah Adel menyentuh Nunno. Adel hanya menggelengkan kepalanya saat Nunno asyik duduk di teras rumah Adel. Adel dapat melihat wajah pucat Nunno dengan jelas karena Nunno duduk di sebelahnya. Wajah pucat yang terlihat santai tapi malah membuat Adel merasa semakin khawatir. Bagaimana mungkin Nunno masih bersikap santai padahal demamnya begitu tinggi?
Ibu Adel keluar rumah dan menatap Nunno bingung. Adel yakin mamanya bingung karena sebelumnya belum pernah melihat Nunno. Jadi Adel tersenyum ke ibunya dan memperkenalkan Nunno pada ibunya. Nunno bangun dari kursi dan membungkuk sedikit. Wajah pucat Nunno asyik cengengesan di depan ibunya Adel.
"Siang, Tante. Maaf saya datang tanpa buah tangan. Ganggu waktunya Tante sekeluarga juga," ucap Nunno sopan dan lembut yang membuat Adel menahan tawanya. Sebelumnya Adel tak pernah melihat Nunno begitu formal seperti ini. Sedangkan Adel menahan tawa, ibunya hanya tersenyum dan mengangguk. Untuk pertama kalinya, ibunya tak memberikan tatapan penasaran ke Adel.
Nunno pamit setelah berbincang sebentar. Ia beralasan sudah waktunya jam makan siang sehingga ia harus segera pulang ke rumahnya. Adel mengangguk dan mengantar Nunno hingga depan pagar. Nunno berdiri di luar rumah Adel sambil menatap Adel. Membuat Adel canggung dengan tatapan mata Nunno.
"Kalau boleh, aku mau minta nomor telepon kamu. Jadi aku bisa hubungi kamu kalau aku tak bisa masuk sekolah." Nunno mengulurkan handphone miliknya ke arah Adel. Diterimanya handphone Nunno dan segera Adel masukan nomor handphone miliknya ke dalam handphone Nunno.
Wajah Adel masih pias setiap mengingat kejadian saat tangan Adel dituntun Nunno ke arah pipi milik Nunno. Bahkan sekalipun kejadian itu sudah terjadi kemarin, Adel tetap saja malu dengan kejadian sederhana seperti itu. Bahkan mamanya tersenyum melihat tingkah anaknya, Adel yang terlihat lebih ceria sekaligus malu-malu kucing.
Lagu Life Of The Party dari A Rocket To The Moon mengalun lembut. Adel segera berlari ke tempat ia memaruh handphone miliknya. Ada sejumlah nomor yang tak ia kenal menghubungi nomor Adel. Dahi Adel segera mengerut bingung. Berusaha menebak siapa yang kira-kira menghubungi dirinya sekarang. Karena tak tahu siapa yang kira-kira menelepon dirinya, Adel mengedikan bahu dan mengangkat teleponnya cuek.
"Hah?" tanya Adel seakan tak peduli dengan siapa yang menghubunginya.
"Del, ini aku." Suara di seberang telepon Adel yang sangat Adel tahu. Ini adalah suara Nunno. Begitu lemah tapi tetap santai seperti biasanya. Nunno melanjutkan ucapannya, "aku masuk rumah sakit. Kamu gak mau jenguk aku?" Adel mendengar ada keraguan di suara Nunno. Tapi Adel tak terlalu peduli. Yang ada dalam pikiran Adel sekarang adalah Nunno terbaring lemah di kasur rumah sakit. Membuat Adel segera menutup telepon dari Nunno dan berlari ke arah mamanya.
Adel bersiap-siap dengan sangat terburu-buru setelah mendapat izin mamanya untuk menjenguk Nunno. Setelah Adel rapi, Adel mengingat-ingat dimana Nunno dirawat. Tentu saja hasilnya nihil karena Adel segera menutup teleponnya panik tanpa tahu dimana Nunno dirawat. Setengah menahan malu dan gengsi, Adel menghubungi Nunno lagi.
"Halo? Assalamualaikum." Suara Nunno terdengar bingung sedangkan Adel sibuk jalan berputar-putar sambil sibuk menggigit jarinya. Meruntuki kebodohannya serta mencari kata yang tepat untuk bertanya ke Nunno tempat ia dirawat. Setelah menghirup napas dalam-dalam, Adel akhirnya nekat bertanya juga, "itu, Bambang, aku mau nanya, kamu dirawat di rumah sakit mana?"
Ragu. Itulah yang Adel rasakan saat keluar dari angkot dan melihat rumah sakit tempat Nunno dirawat. Haruskah Adel benar-benar menjenguk Nunno? Mengingat Nunno merupakan seniornya. Bisa saja banyak seniornya sedang menjenguk Nunno. Kaki Adel sudah melangkah mundur menjauhi rumah sakit. Keinginan pergi karena kecemasan berlebihannya menguasai diri Adel lagi.
Tapi Adel teringat akan wajah pucat Nunno. Hatinya berkata untuk datang menemui Nunno sekalipun kecemasannya hadir. Pikiran Adel penuh dengan masa saat ia masih di Jakarta. Saat ia dekat dengan seorang senior hingga senior tersebut pergi menghilang. Ingatan saat Adel dianggap genit terhadap seniornya. Semuanya seakan menari-nari dibenak Adel.
Hingga wajah Nunno hadir seakan mengusir semua kecemasan Adel. Seakan menguatkan diri Adel dan akhirnya Adel terdorong untuk pergi ke dalam rumah sakit. Adel menghirup napas dalam-dalam. Mengumpulkan segala keyakinan Adel untuk menjenguk Nunno. Dihela napasnya bersamaan dengan kecemasan Adel yang pergi bersama helaan napasnya.
Adel melangkah masuk ke dalam rumah sakit dan bertanya pada resepsionis kamar tempat Nunno dirawat. Setelah mengantongi informasi kamar tempat Nunno dirawat, Adel melangkah mengikuti informasi yang ada. Matanya menatap toko bunga serta kantin rumah sakit. Sepertinya tak ada salahnya untuk membawa bunga ke kamar rawat Nunno. Jadi Adel membeli beberapa tangkai bunga untuk Nunno.
Adel memilih bunga matahari karena yang Adel baca tentang arti bunga, bunga matahari membawa pesan cepat sembuh. Jadi menurut Adel hal tersebut sangat cocok untuk kondisi sekarang. Adel tak pernah menyadari kalau makna bunga matahari adalah pemujaan juga. Seperti bunga matahari yang setia mengikuti matahari. Seperti Adel yang tanpa ia sadari mulai mengikuti Nunno.
Lagu Stand Here With Me mengalun saat Adel membuka pintu kamar tersebut. Adel melangkah masuk ke dalam kamar tempat Nunno dirawat. Mata Adel jelas melihat Nunno yang terbaring di ranjang. Adel melangkah menghampiri Nunno. Adel menggigit bibir bawahnya untuk menahan dirinya untuk tidak menangis melihat keadaan Nunno yang terbaring di kasur dengan tangan terpasang infus. Nunno tersenyum seakan menyapa Adel yang hanya dibalas dengan senyuman tipis dipaksakan Adel.
"Hai, senyum dong. Senyum," kata Nunno santai sambil tersenyum lebar ke arah Adel. Membuat Adel tersenyum sedikit lebih lebar dari sebelumnya walau tak sepenuhnya lebar dan iklas. Nunno tahu dengan semua khawatir yang mengusik pikiran Adel tapi Nunno hanya diam saja. Belum waktunya untuk mengatakan kalau Nunno dapat merasakan kekhawatiran Adel.
Adel menaruh bunga matahari di vas bunga kosong yang berada di meja sebelah kanan ranjang Nunno. Mengangkat vas tersebut dan membawanya ke wastafel untuk mengisi air agar bunga mataharinya bertahan lama. Nunno memerhatikan semua yang Adel lakukan dari atas ranjang diam-diam.
"Kamu sebenarnya sakit apa? Dokternya bilang apa?" Adel menatap Nunno bingung setelah selesai mengurus bunga matahari. Nunno menatap Adel yang duduk di kursi sebelahnya dan menjawab, "lemes, pusing, pengen ngopi."
Adel menatap Nunno bingung. Tak mungkin dokter memvonis penyakit seperti itu. Lagipula, ingin minum kopi jelas bukan penyakit. Jadi Adel bertanya sekali lagi masih menatap mata Nunno mencari kebenaran. Nunno cengengesan saja sebagai jawaban. Adel menahan diri untuk tidak mencubit Nunno gemas. Akhirnya Nunno menjawab Adel santai, "kata dokternya tadi, aku tipes."
Seorang wanita seusia mama Adel masuk ke dalam ruangan. Menghampiri Nunno dan tersenyum ke arah Adel. Firasat Adel, ini adalah mamanya Nunno. Jadi Adel bangkit dari bangkunya dan menyalami wanita tersebut. Ternyata benar, beliau memang mamanya Nunno. Beliau izin pergi karena ada urusan lain dan menitipkan Nunno pada Adel. Adel mengangguk sopan sambil tersenyum ramah sebagai jawabannya.
Selepas mamanya Nunno pergi, Adel menatap Nunno dan menyodorkan bubur yang tadi dibawakan oleh mamanya. Nunno menggeleng tak mau makan sama sekali. Adel membuka tempat buburnya dan menatap Nunno yang asyik bermain handphone. Bermain game Clash Of Clans yang sedang terkenal.
"Bambang, makan buburnya dulu yuk," ajak Adel lembut berusaha membujuk Nunno agar mau makan bubur. Sekali lagi, Nunno menggeleng sebagai jawaban. Adel terus membujuknya hingga akhirnya Nunno mau menaruh handphonenya dan makan bubur dengan syarat, Adel mau menyuapi bubur tersebut.
Nunno makan bubur yang disuapi Adel. Adel melihat wajah Nunno masih pucat dan lemah. Membuat Adel sedih kembali melihat keadaan Nunno. Airmata Adel memberontak ingin tumpah lagi. Tapi Adel berhasil menahannya seperti biasa. Wajah mendung Adel membuat Nunno merasa tak enak. Nunno ingin sekali menghiburnya walau bingung harus bagaimana caranya.
"Del, kamu jangan nahan sedih gitu dong. Kan aku cuma pusing. Nanti juga baikan kok. Kalau kamu mau, mending nangis sekalian. Tapi abis itu kamu senyum ya?" ucapan Nunno terdengar lembut membuat Adel semakin ingin menangis. Tapi Adel berusaha menahannya. Bahkan berhasil menjawab Nunno walau pelan dan serak, "sok tau kamu jadi cowok."
Nunno tersenyum mendengar ucapan gadis di hadapannya. Nunno bangun dari ranjang hingga duduk lebih tegap. Matanya menatap Adel gemas, "makan bubur makanya kamu biar kamu tahu rasanya. Aku kalau makan bubur itu tandanya sakit. Tapi buburnya jangan pakai seledri. Soalnya aku gak suka. Dokternya gak makan bubur kayak aku. Jadi dokternya gak tahu apa yang aku rasain. Yang aku rasain cuma lemes, pusing, pengen ngopi. Aku ga ngerasain aku tipes."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top