Rahasia 04

•°•°•

Kediaman Reno dipenuhi orang-orang berpakaian serbahitam, karangan bunga, dan ucapan belasungkawa yang ditujukan kepada lelaki itu. Kepalanya lunglai dengan air mata berderai membuat siapa saja yang melihat turut merasa nyeri. Tentu saja, sebab hanya suami tanpa hati yang tidak menangis di hari pemakaman istri. Berlawanan dengan citranya sebagai penulis romansa yang setiap tahun melahirkan karya best seller.

Menjelang tengah hari rumah duka ditinggalkan para pelayat, menyisakan Reno bersama mertuanya. Mertuanya--orang tua Sarah--tampak sangat terpukul atas kehilangan putri mereka yang terbilang mendadak. Kecelakaan tunggal di ruas jalan tol karena kerusakan rem menyebabkan laju mobil tidak terkendali dan menabrak pagar pembatas. Ibu Sarah yang hampir pingsan untuk ketiga kalinya menimbulkan kekhawatiran lain bagi ayah Sarah hingga beliau memutuskan untuk pulang lebih awal.

"Ayah pulang dulu, Ren. Ibu harus ketemu dokter keluarga. Ayah takut jantungnya Ibu kambuh lagi," pamit beliau di muka rumah, menepuk dua kali bahu menantunya. "Posisi Sarah sebagai salah satu direktur sekarang kosong. Ayah harap kedepannya kamu mau bersedia meluangkan waktu untuk posisi itu. Resikonya, kamu lebih banyak kerja di belakang layar sama tim redaksi daripada penulis yang tampil di depan."

Reno membuang napas lelah. "Jangan dipermasalahkam dulu, Yah. Saya usahakan yang terbaik. Ayah fokus sama kesehatan Ibu dulu."

"Ya, kamu benar." Ayah Sarah mengangguk. "Ayah cuma minta kamu pertimbangkan dan mulai siap-siap. Ayah balik dulu."

Mengamati mobil mertuanya keluar dari gerbang, Reno mengusap kasar wajahnya lantas melonggarkan ikatan dasi. Pria itu baru saja berbalik akan masuk sebelum sebuah mobil lain datang memasuki halamannya. Mobil yang sangat dia hapal dan membuat senyumnya terkembang.

Seorang wanita turun setelah mobil itu terparkir sempurna di samping mobil Reno lantas tergesa menghampiri pemilik rumah.

"Maaf, Mas. Aku nggak dapat tiket yang lebih pagi, jadi tetap pakai jadwal penerbangan awal. Innalillahi, Mas, kok bisa rem mobilnya Mbak Sarah blong? Padahal minggu lalu sudah kamu bawa servis, 'kan?"

Reno mengangguk. "Sudah. Mungkin ada kerusakan lain di mobilnya."

"Tapi 'kan kamu pilih servis menyeluruh, Mas. Mestinya semua bagian dicek. Jadi ini kelalaian beng--"

Wanita itu, Lani, menahan bibir Reno dengan tangannya ketika pria itu mendekatkan wajah.

"Nggak sekarang, Mas. Gimana pun Mbak Sarah itu sahabat aku."

"Ck." Reno menegak disertai seringai sarkartis. "Setia kawan banget kamu."

Lani memelotot. "Aku buru-buru ke sini karena khawatir sama kamu, Mas! Kelihatannya kamu fine-fine aja. Bagus, deh, aku pu--"

"Jangan, dong, jangaaan!" Reno merajuk menahan lengan Lani. "Aku memang kaget Sarah pergi secepat ini tapi ya udahlah, aku punya kamu, she's not a big deal. Dan ada satu kabar baik."

"Hmm?"

"Aku akan gantiin posisi Sarah sebagai salah satu direktur, kata ayahnya Sarah."

"Woah!" Sepasang mata Lani berbinar. "Keren, Mas! Tapi... kamu masih nulis, 'kan? I'm your biggest fan, Mas. Jangan kecewain aku."

Reno tertawa pelan merangkul pinggang Lani masuk ke rumah. "Bahkan kalau tulisanku nggak diterbitkan, aku masih nulis untuk kamu, my muse."

Lani hanya tersipu menyembunyikan senyum di dada Reno.

•°•°•

Sementara Reno memilah berkas yang diperlukan untuk surat keterangan kematian Sarah, Lani berkeliling di kamar kerja Sarah. Untuk beberapa saat terdiam di depan bingkai besar yang tergantung di dinding--foto pernikahan berusia sepuluh tahun. Rasa iri selalu menggerayangi Lani setiap kali Sarah mengundangnya datang ke rumah ini, tetapi hari ini, rasa iri tersebut digeser oleh puas. Meski tak dia sangkal bahwa ada sedikit duka karena bagaimana pun dia sudah dianggap sebagai adik sendiri oleh Sarah.

Lani segera menepis dua rasa yang kontradiktif tersebut, meluruskan pikiran, mengukuhkan diri bahwa Sarah telah selesai. Hubungannya dengan Reno bisa sedikit bernapas lega. Wanita itu mulai menyusun rencana berikutnya selagi kakinya mengarah perlahan menuju meja kerja Sarah.

Lani menempati kursi putar nyaman itu. Pandangnya tertuju pada tumpukan berkas yang tidak menarik perhatiannya. Tangannya bergerak menarik laci meja yang hanya berisi alat tulis, berkas-berkas lain, tetapi dia terdiam saat menemukan sebuah buku.

Sebuah buku bersampul hitam polos dengan judul putih 'Pernikahanku'.

Mata awas Lani mengamati Reno yang tenggelam dalam kesibukan memilah berkas di kabinet di sudut ruangan. Perempuan itu bergerak senatural mungkin, mengeluarkan buku tersebut, membuka halaman pertama. Hanya berisi foto pernikahan yang sering sekali Lani lihat.

Halaman kedua dan seterusnya berisi tulisan tangan yang Lani kenal sebagai milik Sarah.

04 Mei 2010
Masa haidku sudah selesai. Aku pikir, Mas Reno nggak mau menyentuh aku di malam pertama kami karena itu. Tapi aku salah. Mas Reno mengatakan dengan tegas bahwa dia nggak tertarik untuk menyentuhku. Aku bisa maklum karena pernikahan ini hanya perjodohan.

Lani mengangkat kepalanya. Dia salah satu yang tahu betul bahwa Reno tidak mencintai Sarah sejak awal. Menarik napas sejenak, dia meneruskan lagi.

01 Juli 2010
Genap dua bulan kami tidur di kamar terpisah. Meski nggak mencintaiku, apa Mas Reno nggak ingin memenuhi kebutuhan biologisnya? Aku coba menanyakan itu. Aku meyakinkan Mas Reno bahwa aku nggak keberatan dia nggak mencintaiku. Aku hanya ingin melaksanakan kewajiban sebagai istri. Dia nggak harus mencintaiku. Mas Reno menjawab bahwa dia nggak melihatku sebagai istri, dan baginya aku nggak punya kewajiban untuk itu.

16 Desember 2010
Belakangan, Mas Reno sering tersenyum sambil melihat ponsel. Mungkin akhirnya dia jatuh cinta. Aku nggak heran kalau itu Maulani, penulis remaja yang aku promosikan dan akhirnya menandatangani kontrak dengan Citra Media. Anaknya manis, ramah, dan supel. Agak Orang-orang redaksi menyukai Lani. Mas Reno menyimpan namanya di daftar telepon sebagai 'muse'.

Tak yakin dengan apa yang baru saja dibacanya, Lani menelengkan kepala. Perempuan itu sudah curiga bahwa sebenarnya Sarah mengendus hubunganya dengan Reno, tapi di luar ekspektasi, Sarah mengetahui bahkan sejak awal.

Rasa bersalah menyelinap lagi di dalam Lani. Besar kemungkinan buku ini adalah catatan panjang hubungan Reno dengannya. Jika benar maka dia harus memusnahkan buku ini secepatnya dan Reno tidak perlu tahu. Lani melompati semuanya ke halaman berisi tulisan terakhir untuk memastikan itu.

08 Mei 2020
Rem mobilku agak bermasalah. Waktu aku minta tolong Mas Reno untuk bawa servis, dia bilang hari ini jadwalnya padat. Dan waktu dia coba mobilku nggak bermasalah. Mungkin minggu depan saja. Aku hanya berharap semoga kesibukan yang dimaksud Mas Reno bukan untuk memaksa Intan ke klinik aborsi. Bagaimana pun, janin di rahim Intan itu suci.

Lani terbeliak. Intan? Siapa?

Dada Lani bergemuruh cepat. Delapan Mei, tepat seminggu yang lalu. Hari yang sama ketika Reno berkata bahwa dia tidak bisa menemui Lani karena harus membawa mobil Sarah ke bengkel untuk servis. Jadi sebenarnya mobil itu belum diservis?

Mengapa Reno memberikan kesaksian yang berlawanan?

Jemari lentik perempuan itu gemetar saat dia memutuskan untuk menelusuri halaman-halaman sebelumnya dengan gusar.

13 Februari 2020
Kuputuskan untuk mengatakan apa yang kupendam pada Mas Reno. Aku nggak keberatan Mas Reno menikah lagi. Aku bersedia meyakinkan Ayah dan Ibu bahwa aku nggak mampu mengurus Mas Reno sendirian dan butuh bantuan perempuan lain. Lagipula, perempuan itu Lani. Aku nggak perlu khawatir karena sudah mengenalnya sangat baik. Aku percaya Lani lebih mampu menjaga Mas Reno, meskipun, saat membahas ini dengan Mas Reno, tentu saja aku nggak menyinggung nama Lani sedikit pun.

26 Maret 2020
Sedikit banyak, aku mengerti mengapa Mas Reno kelihatan gelisah akhir-akhir ini. Tadinya kupikir karena jadwal rilis buku terbarunya yang harus diundur. Setelah diam-diam melihat ponselnya, aku paham. Intan hamil. Aku nggak tahu siapa dan dari mana perempuan bernama Intan itu. Setelah membaca riwayat percakapan, bisa kusimpulkan dia salah satu penggemar Mas Reno. Entah apa Lani sudah tahu soal ini. Ya Tuhan, apalagi ini? Kenapa kamu seperti ini, Mas? Kamu nggak pernah mencintaiku, baiklah, tapi apa Lani saja masih kurang?

Lani meremat ujung halaman tersebut ketika air matanya menggenang. Dadanya sesak seakan terhimpit. Mungkin Sarah tidak tahu bahwa selama ini Lani selalu menolak berhubungan badan dengan Reno. Perempuan itu cukup cerdas untuk tidak menjerumuskan diri dalam perkara pelik karena melayani pria yang belum jadi suaminya.

30 April 2020
Layar ponsel Mas Reno sekarang di password, tapi aku bisa menebak dari gerakan jarinya. Aku nggak bisa tenang sebelum mencari tahu apalagi yang diperbuat suamiku kali ini. Firasatku benar, Mas Reno memaksa Intan yang baru saja lulus ujian nasional SMU itu untuk menggugurkan kandungannya. Hamil, melahirkan, menimang anak. Aku menginginkan itu selama sepuluh tahun pernikahan kami, tetapi Mas Reno hanya memelukku di depan orang tua kami. Kesempatan itu seharusnya kulepas untuk Lani, haruskah sebenarnya kulepas untuk gadis SMU itu? Lani atau Intan, siapa yang sebenarnya kamu inginkan, Mas? Satu yang pasti, pada akhirnya selalu bukan aku, ya, Mas?

Sudah Lani putuskan untuk menutup buku itu karena genangan air matanya nyaris menitik. Dia tidak mampu meneruskan membaca di sini, di ruang kerja Sarah. Dia menyeka air mata dan mencoba terlihat baik. Menyisipkan buku hitam itu ke dalam tas tangannya setelah memastikan Reno sedang fokus menulis sesuatu.

Lani beranjak dari duduknya untuk meninggalkan rumah sebelum akhirnya Reno menengadah dan menghentikan langkah perempuan itu.

"Lan, ke mana?"

Lani melempar senyum tipis. "Pulang, Mas."

"Are you okay?" Reno bergerak mendekati Lani, mengusap lemah pipi Lani tetapi perempuan itu menelengkan kepalanya. "Kamu pucat, Sayang. Sudah makan siang? Mau aku antar?"

Berusaha mengesampingkan rasa jijiknya untuk sesaat, Lani menegaskan senyum. "Nggak usah, Mas. Aku perlu istirahat sebentar."

Rancangan rencana baru tersusun di kepala Lani saat dia keluar dari rumah mewah itu lantas melajukan mobilnya menuju rumah lain. Rumah founder Citra Media yang tidak lain adalah ayah Sarah. Lani sadar dia akan kehilangan posisi prestisiusnya sebagai chief editor karena rencana baru ini, tetapi, perempuan itu sudah bertekad. Pencapaiannya hingga saat ini semua terwujud berkat Sarah. Jika Lani harus melepas semua itu, dia akan melakukannya demi Sarah.

•°•°•

Kusatsu, Shiga, 26 Mei 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top