Bab 32

Dengan setengah berlari, Kak Angga menghampiri tubuh Alea yang sedang berdiri tak jauh dari pintu gerbang kampus. Dua jam yang lalu mereka sudah sepakat untuk bertemu. Alea yang memintanya.

"Udah lama nunggu?" tegur Kak Angga begitu sampai di hadapan Alea. Senyumnya mengembang begitu saja.

Kepala Alea menggeleng pelan.

"Kamu nggak sekolah?" tanya Kak Angga dengan setengah memicing. Masih lumayan pagi dan hari ini bukan tanggal merah. Jadi seharusnya Alea tidak ada di depan kampusnya sekarang. Atau jangan-jangan cewek itu rela bolos sekolah demi untuk bertemu dengannya?

"Kita harus bicara," ucap Alea usai menggeleng kembali sebagai jawaban atas pertanyaan Kak Angga.

Kak Angga sudah bisa menebak apa yang akan dibicarakan Alea dengannya. Tapi mereka butuh tempat yang nyaman untuk ngobrol. Jadi Kak Angga memutuskan untuk mengajak Alea pergi ke taman kampus dan duduk di bangku semen yang disediakan di sana. Sebuah pohon yang cukup rindang menjadi peneduh bagi keduanya dari sengatan sinar matahari yang lumayan menggigit kulit meski jam masih menunjuk angka sepuluh pagi.

"Aku minta maaf atas nama Kak Alvin," ucap Alea memulai obrolan. Rasanya tak perlu berbasa-basi menanyakan kabar dan sebagainya. Ia hanya ingin menyelesaikan masalah secepatnya. Toh, Kak Angga terlihat sehat dan tak kekurangan sesuatu. "Aku tahu yang dilakukan Kak Alvin salah ...."

"Aku sudah putus dengannya." Tiba-tiba Kak Angga memutus kalimat Alea dan menggantinya dengan topik lain.

"Apa?" tanya Alea spontan. Ia tampak kaget dengan pengakuan Kak Angga dan perlu beberapa detik untuk mencerna maksud kalimat cowok itu. Putus? batin Alea bingung.

"Aku cerita soal kamu padanya," ungkap Kak Angga menambah bingung Alea. "Aku bilang kalau aku lebih sayang kamu ketimbang dia."

"Kak Angga udah gila?" jerit Alea tertahan. Ia benar-benar tidak paham dengan jalan pikiran Kak Angga. Bagaimana mungkin Kak Angga bisa melakukan hal itu?

"Itu kenyataannya, Al. Dan aku baru sadar kalau aku memang lebih sayang kamu ketimbang dia."

Alea hanya bisa bengong dan tak ada kata-kata yang bisa ia ucapkan saat ini. Demi apa Kak Angga bisa bilang seperti itu?

"Tapi Kak ...."

"Aku serius dengan kata-kataku, Al." Kak Angga menatap wajah Alea dalam-dalam dan mencoba meyakinkan cewek itu. Bahwa masih ada cinta dan ketulusan untuk Alea.

"Aku datang bukan untuk membahas masalah itu," tandas Alea jengah. Perasaannya pada Kak Angga sudah tidak seperti dulu lagi. Bagaimana mungkin ia bisa mengulang kembali cerita yang pernah mereka goreskan berdua sementara ada hati yang terluka di luar sana? "Aku hanya ingin Kak Angga mencabut laporan itu," lanjut Alea. Ia memang sengaja membuat janji dengan Kak Angga untuk hal itu.

"Aku akan melakukannya."

"Benarkah?" kejut Alea tak percaya.

"Ya," angguk Kak Angga. "Tapi ada syaratnya."

"Syarat?"

"Kamu harus balik sama aku."

Alea tercengang mendengar syarat yang baru saja Kak Angga ajukan. Balikan sama Kak Angga? OMG!

"Aku sayang kamu, Al," bisik Kak Angga memecah kebisuan yang tercipta di antara mereka berdua. Ia berusaha menyentuh punggung tangan cewek itu, tapi Alea segera menepisnya.

"Semuanya udah berubah, Kak. Meskipun kita mengulang dari awal nggak bakalan sama kayak dulu."

"Aku tahu." Kak Angga menghela napas panjang. Tapi hanya itu satu-satunya cara untuk menarik Alea kembali ke pelukannya. "Tapi aku akan memperbaiki semuanya."

Alea tersenyum tipis. Apakah kepercayaan yang sudah terkikis habis bisa dibangun sempurna seperti sebelumnya?

"Jika suatu hari nanti Kak Angga bertemu dengan seseorang lalu jatuh cinta padanya, apa Kak Angga juga akan mutusin aku demi orang itu?" Alea menatap seraut wajah di sampingnya. "Kejadian kayak gini bisa terulang lagi dan kita nggak bisa menghindarinya, Kak."

"Kamu adalah orang yang tepat buatku, Al ...."

Alea mengulum senyum pahit. Ia sudah pernah menaruh kepercayaan paling tinggi pada Kak Angga, tapi kenyataannya apa? Orang yang sudah pernah berbohong, tidak akan sulit untuk kembali berbohong, kan?

"Aku pergi dulu, Kak," pamit Alea sambil mengangkat pantat dari atas bangku semen. Tapi lengannya terlanjur dicekal Kak Angga.

"Tolong beri aku satu kesempatan lagi, Al. Aku janji akan lebih baik lagi sama kamu dan aku akan mencabut laporan itu secepatnya ...."

Alea menatap wajah Kak Angga lekat-lekat. Rahangnya mengeras.
"Maaf, Kak," bisiknya. "Aku nggak bisa balikan lagi sama Kak Angga."

"Kenapa?" Kak Angga menghempaskan lengan Alea kasar. "Apa karena sudah ada Dito di samping kamu?"

Alea tercengang setengah mati.

"Dito?"

"Bukannya Dito sedang mendekati kamu akhir-akhir ini? Dan kamu juga menyukainya, kan?" serang Kak Angga tak terduga.

Senyum pahit terukir di bibir Alea tanpa disadari cewek itu.

"Aku dan Dito memang deket, tapi bukan karena alasan itu aku nggak mau balik sama Kak Angga."

"Lalu?"

"Aku nggak mau jatuh ke lubang yang sama. Kak Angga ngerti, kan?"

Alea membalik tubuh bersamaan dengan desau angin yang berembus menerpa ke arahnya. Cewek itu mengayunkan langkah-langkah kecilnya bergerak menjauh dari hadapan Kak Angga, tanpa ragu dan ia berjanji tidak akan pernah menoleh lagi ke belakang.

Bagi Alea, Kak Angga dan kisah cinta mereka hanya tinggal serpihan kenangan bertabur luka. Kenapa mesti diulang dari awal lagi?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top