Bab 28

"Mampir dulu, yuk. Kamu laper nggak?" tanya Dito pada cewek yang kini sedang melangkah lesu di sampingnya. Juntaian rambutnya juga bergerak dengan gelisah. "Al?" Cowok itu terpaksa memanggil nama si cewek yang masih membungkam bibir. Mungkin latihan taekwondo yang baru saja mereka jalani terlalu berat untuk Alea, duga Dito ketika menatap wajah cewek itu yang terlihat letih.

"Nggak, deh. Gue balik aja," sahut Alea setelah tersadar. Ia melengkungkan senyum canggung di bibirnya yang setengah kering. "Gue capek," imbuhnya.

"Okay," balas Dito mencoba untuk memaklumi. Kasihan Alea, pikirnya.

Sumpah, sebenarnya bukan tentang latihan taekwondo yang membuat wajah Alea tampak lesu dan sorot matanya redup seolah tak bercahaya. Memang, latihan hari ini membuat energinya nyaris habis terkuras. Cadangan makanan di dalam perutnya juga sudah diubah menjadi tenaga selama latihan tadi. Lambungnya kosong dan ia perlu asupan makanan bergizi. Tapi, Alea sama sekali tidak peduli. Di dalam pikirannya masih berkutat tentang Azka dan sikap anehnya tadi pagi. Meski Alea sudah mencoba membahas persoalan ini dengan Raya saat jam istirahat tadi siang, tapi sama sekali tidak menghasilkan kesimpulan apapun. Pasalnya Raya menanggapinya setengah hati, sih. Sahabat baik Alea itu hanya bilang, hanya ada dua kemungkinan jika Azka bersikap cuek seperti itu. Pertama, Azka benar-benar tidak mendengar teriakan Alea karena cowok itu terkadang konyolnya kelewatan, jadi isi otaknya perlu dipertanyakan. Bisa jadi isi kepalanya hanya separuh, bukan?

Dan yang kedua, ini yang paling logis menurut Alea dan ia sempat berpikiran sama dengan Raya, Azka sedang punya masalah berat dalam hidupnya sehingga ia bisa kehilangan fokus. Tapi, masalah berat apa yang melanda Azka? Rasa-rasanya hidup Azka baik-baik saja dan tidak ada masalah menilik dari sikapnya yang konyol itu. Tapi, hidup siapa sih, yang bebas dari masalah? Sekecil apapun, setiap orang punya masalah tak terkecuali Azka. Kira-kira masalah apa yang mendera Azka? Katering ibunya bangkrut? Kedua orang tuanya bercerai? Atau vespa birunya hilang? Yang jelas Raya hanya memberi dua opsi itu saja dan selebihnya Alea hanya menerka-nerka. Ada yang lebih penting bagi Raya ketimbang membahas perihal Azka, apa lagi kalau bukan soal persiapan olimpiade Matematika.

Kepala Alea menggeleng tanpa sadar sekadar untuk mengenyahkan berbagai dugaan konyolnya. Kenapa ia bisa segelisah ini hanya karena seorang Azka? Ia menyukainya? Tidak mungkin. Alea tidak merasakan sesuatu yang aneh pada cowok itu meski terkadang bersama Azka menyenangkan, selebihnya menyebalkan. Dan terkadang kekonyolan Azka membuatnya stres.

"Nggak mau turun?" tegur Dito sembari menoleh ke belakang. Pasalnya Alea masih tertegun di boncengan motor balap milik Dito dengan tangan masih memeluk pinggang cowok itu.

Alea tergeragap dan meneliti ke sekeliling. Ya, ampun! Cewek itu memekik dalam hati begitu kedua ekor matanya menangkap bayangan pagar rumah bercat putih. Kenapa ia begitu terlena dengan lamunan tentang Azka dan tak sadar jika motor yang mereka berdua tumpangi telah berhenti?

Malu-maluin banget sih.

Dito hanya mesam-mesem saat Alea melompat turun dari atas boncengannya.

"Capek banget, ya?" sindir Dito halus. Ia hanya menerka dari wajah lelah Alea.

Alea menggeleng pelan sambil mengurai senyum malu.

"Dikit," jawab Alea. "Gue masuk dulu, ya," pamitnya menyudahi perbincangan kecil itu.

"Cepat istirahat dan makan," pesan Dito ketika Alea hendak berbalik.

"Lo juga," sahut cewek itu seraya melambaikan tangan.

Dito mengangguk dan melempar senyum termanis untuk Alea sebelum cewek itu melangkah menjauh dari tubuhnya.

"Dianterin cowok itu lagi? Kalian udah jadian? Bukannya gue udah bilang ... "

"Berisik!" Alea mendelik tajam ke arah Kak Alvin yang sedang duduk di ruang tamu dengan remote televisi di tangan. Cewek itu baru saja menutup pintu dan disambut dengan segudang pertanyaan tidak penting dari kakaknya.

"Kalian pacaran?" Kak Alvin tak peduli dengan wajah angker yang dipasang adiknya. Ia nyaris mengangkat tubuh dari atas sofa, tapi tangan Alea keburu mendorongnya dan cowok itu terjatuh kembali ke tempat duduknya semula.

Alea hendak membuka mulut untuk membalas pertanyaan Kak Alvin, tapi suara ketukan pintu memaksanya untuk mengurungkan niat.

"Dia balik lagi?" Malah Kak Alvin yang mengerutkan kening setelah mendengar suara pintu diketuk dari luar.

Alea mengedik. Mungkin, batinnya sembari memutar tubuh. Namun, setelah membuka pintu depan dan mendapati sesosok tubuh Azka sedang berdiri canggung di sana dan bukannya Dito seperti perkiraannya, ia malah tertegun, menghayati rasa penasaran sekaligus tak percaya pada apa yang dilihatnya.

Azka?

"Kenapa tiba-tiba ...." Alea menelan kembali kalimat yang hendak ia utarakan. Entah kenapa suasana canggung mendadak tercipta di antara mereka berdua. Pasalnya Azka terlihat lebih serius ketimbang biasanya. Tak ada kesan cengar cengir atau konyol tersirat di wajahnya.

"Gue mau minta maaf," tandas Azka kalem, serius, dan terdengar tulus. Sorot matanya memancar teduh dan Alea seolah menemukan sosok lain dalam diri cowok itu. "Tadi pagi gue ...."

"Jadi lo ngaku kalau lo sengaja nyuekin gue? Gitu?" Alea melempar tatapan sinis ke wajah polos Azka yang seolah tanpa dosa.

Azka belum menjawab. Bola matanya bergulir gelisah seolah sedang memilah jawaban untuk diberikan pada Alea agar cewek itu tidak marah padanya.

"Gue lagi nggak fokus aja tadi," jawab Azka akhirnya.

"Kenapa?" Alea bersidekap dan menatap kesal ke arah Azka. "Bisa-bisanya lo ngelakuin itu ke gue," decak cewek itu geregetan.

"Maaf ...."

"Kenapa lo bisa nggak fokus gitu? Lo ada masalah?" desak Alea sejurus kemudian. Ia menurunkan tangannya dan berhenti bersikap sok menginterogasi.

"Sebenernya gue ...." Azka menarik napas dalam-dalam sembari mengusap rambutnya yang sudah tidak gondrong. "punya masalah dan itu yang bikin gue nggak fokus," lanjutnya. Kali ini terdengar sedikit meyakinkan.

"Ya, ampun, Ka." Alea menderaikan gelak tawanya mendengar pengakuan Azka. Ini bukan sesuatu yang konyol seperti Azka biasanya. "Lo ada masalah apa, sih? Gue boleh tahu nggak?"

"Lo mau tahu banget apa mau tahu aja?" tanya Azka seraya menaikkan kedua alisnya, bercanda.

Buk!

Sebuah pukulan bersarang di pundak Azka.

"Lo mau ngerjain gue?"

"Nggak, nggak. Ampun," erang cowok itu sambil mengangkat tangannya.

"Sekarang lo bilang sama gue masalah lo apa? Kali aja gue bisa bantu," ucap Alea segera setelah situasi canggung di antara mereka perlahan memudar. Suasana kembali normal seperti biasa.

"Boleh gue duduk? Gue capek berdiri terus."

OMG!

Alea menepuk jidatnya sendiri. Kenapa ia bisa begitu nyaman berbincang dengan Azka dengan posisi berdiri seperti ini?

"Okay. Silakan duduk," suruh Alea akhirnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top