Bab 25
JDUK!
"Awww!" Alea hanya bisa meringis menahan sakit saat sebuah bola basket mendadak mendarat di kepalanya. Dunia mendadak berputar untuk beberapa detik pasca bola itu menghantam tepat di kepalanya. Sesudah itu hanya denyutan yang terasa dan membuat Alea limbung. Tapi, ia masih bertahan kali ini dan tidak jatuh pingsan.
Beberapa siswi ikut menjerit melihat insiden tak terduga itu, bahkan Raya langsung berlari menghampiri Alea untuk memastikan keadaan sobat kentalnya itu.
"Lo nggak pa pa, Al?" tegur Raya terlihat cemas. Indira, Sassy, dan yang lain ikut berkerumun di sekeliling tubuh Alea demi untuk melihat kondisi teman seangkatan mereka.
"Nggak pa pa," jawab Alea dengan sebelah tangan memegang bagian kepalanya yang terkena bola.
Sebenarnya Raya ingin bertanya lagi, tapi Pak Sapto, guru olahraga mereka mendadak datang memecah kerumunan siswanya.
"Sakit, Al?" tegur Pak Sapto sembari meneliti raut wajah Alea.
"Ya, sakit-lah, Pak," jawab Alea agak kesal. Sudah tahu terkena hantaman bola, ya pasti sakit-lah.
"Kalau gitu kamu ke UKS aja ...."
"Nggak usah, Pak. Nggak pa pa, kok," tolak Alea mentah-mentah. Siapa sih, yang suka masuk ruangan UKS yang letaknya ada di pojokan, terus pencahayaan di tempat itu minim pula. Dan tidak ada petugas medis yang akan berjaga di sana meskipun ada salah seorang siswa yang menjadi pasien di tempat itu. Petugas medis hanya akan memberi obat lalu menyuruh siswa yang sakit agar tidur di ruang sempit itu. Jadi, siswa atau siswi yang sakit lebih memilih pulang ketimbang tidur di UKS. Itupun kalau penyakitnya parah, kalau cuma sakit biasa, para siswa lebih suka menahannya. Rumornya tempat itu angker, tapi selama Alea bersekolah di SMU Harapan belum pernah ada yang melihat penampakan apapun di tempat itu.
"Ya, udah. Kalau gitu kita istirahat lima belas menit sebelum latihan dilanjutkan!" Pak Sapto memberikan instruksi pada siswa siswi kelas XI IPA 2 yang sedang latihan basket agar mengambil jeda istirahat selama lima belas menit. "Kamu nggak usah ikut olahraga lagi kalau masih sakit atau pusing," beritahunya kemudian pada Alea.
"Ya, Pak."
***
"Kepala lo masih sakit?"
Alea yang sedang menumpukan kepala di atas meja, mengerjapkan kedua matanya sembari bergumam tak jelas. Tapi yang pasti, Raya paham jika Alea sedang memberitahunya kalau jawaban pertanyaannya adalah iya.
"Kenapa nggak pulang aja, terus tiduran di rumah. Eh, jangan lupa kepala lo dikompres pakai air es. Ntar takutnya kepala lo benjol ...."
Alea mengangkat kepala dari atas meja dan melotot kepada Raya.
"Gimana kalau kepala gue benjol, Ray?" tanya Alea sedikit panik. Ngeri juga kalau seandainya kepala Alea benar-benar benjol seperti dalam film kartun. "Apes banget gue hari ini," keluhnya hampir menangis.
"Paling benjolnya cuma kecil, Al. Lo nggak usah cemas kayak gitu," hibur Raya sambil menepuk-nepuk punggung Alea demi menenangkan hati sobat kentalnya itu. Sesungguhnya ia ingin meledakkan tawa melihat ekspresi yang ditunjukkan Alea, tapi demi persahabatan mereka, Raya urung melakukannya. Nanti malah Alea marah-marah, jadi panjang urusannya.
"Eh, Ray ...."
"Uhm?"
"Kemarin Kak Angga nemuin gue ...."
"O-em-ji!" Raya memekik, tapi cewek itu buru-buru menutup mulutnya sendiri dengan telapak tangan. "Beneran, Al? Mau ngapain dia?"
"Kak Angga minta maaf sama gue ... dan lo tahu, dia bilang mau mutusin cewek itu demi gue. Gila banget, kan?"
"Astaga!" Raya berdecak kaget sekaligus tak percaya mendengar pengakuan Alea. "Serius, Al? Terus lo bilang apa? Lo mau balikan lagi sama Kak Angga?" cecar Raya seperti rombongan semut yang berlari menuju ke arah sepotong kue brownies.
"Ogah banget," sahut Alea cepat. Tanpa sadar kedua tangannya mengepal di atas meja. "Emangnya gue cewek apaan? Ya nggak mungkin-lah gue mau balikan sama dia. Kalau dia mau mutusin orang lain demi gue, suatu saat nanti dia bakalan mutusin gue demi orang lain lagi. Gue bener, kan?" Alea menatap lurus sahabatnya demi meminta dukungan penuh atas sikap yang diambilnya.
"Yup, lo bener. Gue setuju, Al." Raya mengacungkan dua jempolnya sekaligus sebagai pujian atas apa yang dilakukan Alea. "Cowok kayak gitu nggak usah dikasih hati. Eh, tapi kalau dipikir-pikir kadang-kadang lo pinter juga, Al."
"Maksud lo?" delik Alea penuh curiga.
"Nggak jadi," kekeh Raya demi melihat percikan api yang mulai tersulut di kedua bola mata Alea.
"Lo tahu ...," Alea melanjutkan penuturannya dan mengabaikan kekehan Raya. "kemarin tiba-tiba Azka nongol pas gue ngobrol sama Kak Angga."
"Azka? Terus?"
"Dia nyuruh Kak Angga pergi. Tapi Ray ...," Alea mengambil napas dalam-dalam. "ngapain sih Kak Angga nemuin gue? Kalau Kak Alvin tahu, bisa dipukulin lagi tuh orang. Lagian kalau Kak Angga muncul terus di depan gue, mana bisa gue move on dari dia?"
Raya melongo.
"Jadi, maksud lo ... kalau lo masih ketemu Kak Angga, lo bakalan suka sama dia lagi? Gitu maksud lo?" Kali ini Raya yakin dengan tebakannya. Padahal beberapa saat yang lalu ia sempat memuji kepintaran Alea yang datang hanya kadang-kadang.
Alea tak punya jawaban pasti dan hanya menutup mulutnya rapat-rapat.
"Mendingan lo pacaran aja sama Azka daripada balikan sama Kak Angga," ceplos Raya sekenanya. Tak serius.
"Apa?!" Alea mengangakan mulut, memelototkan mata, dan akhirnya mencubit lengan Raya dengan keras. "Gue pacaran sama Azka? O-em-ji!"
"Nggak pa pa keles ...," Raya menggosok-gosok lengannya bekas dicubit Alea. "lagian sebenernya Azka lumayan keren, kok. Dipermak dikit juga udah jadi," lanjut Raya kemudian tawanya pecah membahana. Beberapa siswi yang kebetulan ada di dalam kelas sejenak melempar tatapan kesal padanya.
"Emangnya Azka celana jeans, pakai dipermak segala," timpal Alea bersungut-sungut. Kenapa harus Azka, sih? "By the way, lo ngikut ke kantin nggak?" Cewek itu merapikan juntaian poninya sebelum mengangkat pantat dari atas kursi.
"Ikut dong. Yuk!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top