Bab 10

"Kak Angga ada, Tante?" tegur Alea begitu pintu yang sesaat lalu ia ketuk terkuak lebar dan muncullah seorang wanita sebaya mamanya berpakaian gamis ungu. Cantik.

Wanita itu merekahkan senyum hangat.

"Angga sedang keluar. Tadi pamit ke toko buku."

Jawaban yang terlontar dari bibir Mama Kak Angga seketika menghancurkan suasana hati Alea. Padahal ia sudah merencanakan ini sejak beberapa hari yang lalu. Memberi kejutan diam-diam di hari ulang tahun Kak Angga, tapi nyatanya cowok itu sedang tidak ada di rumah.

"Oh. Apa Kak Angga masih lama, Tante?" tanya Alea seraya mengeratkan pegangannya pada tali paper bag tempat di mana ia menyimpan jaket untuk Kak Angga. Hadiah itu sudah ia bungkus rapi dengan menggunakan selembar kertas kado bermotif bunga matahari dihiasi sehelai pita berwarna merah muda.

"Maaf, Tante nggak tahu," geleng wanita itu sekali lagi mengecewakan hati Alea. "Mungkin sebentar lagi Angga pulang. Kamu mau menunggu?"

Alea terdiam sebentar. Berpikir.

"Nggak usah, Tante," tolak cewek itu sejurus kemudian. "Aku pamit dulu ...."

"Beneran nggak mau nunggu Angga? Siapa tahu dia dalam perjalanan pulang?"

Tapi, kepala Alea bersikeras menggeleng. Ia sudah memutuskan tidak akan menunggu Kak Angga. Cewek itu sudah memiliki rencana lain yang tiba-tiba terbersit di dalam kepalanya.

"Aku pulang dulu, Tante."

Alea mencium punggung tangan Mama Kak Angga lalu bergegas pergi dari hadapan wanita itu.

Cewek itu memicingkan kedua matanya saat menengadah ke langit. Matahari masih bersinar cukup terik meski siang hampir berganti senja. Sejam yang lalu ia mematut di depan cermin berkali-kali untuk memastikan penampilannya hari ini sempurna. Taburan bedak yang tipis namun rata, polesan lipstik sewarna bibir, alis yang masih alami tanpa tersentuh apapun, tidak kurang dan tidak lebih. Namun, sepertinya sinar matahari akan sedikit merusak penampilan Alea. Andai saja tadi Kak Alvin bisa mengantarnya ke rumah Kak Angga, maka Alea tidak perlu berpanas-panasan seperti ini, kan? Kenapa di saat yang penting seperti sekarang, Kak Alvin malah sibuk dengan tugas kampus? Padahal kemarin-kemarin Kak Alvin terlihat santai dan punya segudang waktu untuk bermain game.

Tapi, jika Alea harus naik angkot, tanggung juga, sih. Jarak rumah Kak Angga dan toko buku hanya beberapa menit. Lain ceritanya jika Kak Angga pergi ke toko buku yang berada di dalam mal. Apa benar Kak Angga pergi ke toko buku tak jauh dari rumahnya atau ke toko buku yang lain makanya Kak Angga tak kunjung pulang?

Cewek itu hanya bisa menebak-nebak seraya menghitung langkah-langkah yang ia ayun. Jauh di lubuk hatinya berharap agar bisa bertemu dengan Kak Angga di toko buku. Alea ingin sekali mewujudkan impian kecilnya untuk memberi kejutan manis di hari ulang tahun Kak Angga.

Toko buku itu lumayan luas dan ramai karena terletak di tepi jalan besar. Alea nyaris mencapai tempat itu setelah menempuh perjalanan 20 menit dengan berjalan kaki. Lumayan menghasilkan bulir-bulir keringat yang sukses merusak riasan natural di wajah cewek itu. Tapi, Alea sama sekali tidak peduli. Harapannya masih setinggi tadi dan belum tergoyahkan. Ia masih berharap bisa menemukan Kak Angga di dalam sana.

Alea berdecak senang ketika ekor matanya menemukan sebuah motor matic hitam terparkir di halaman toko. Bukankah itu motor Kak Angga? Alea hafal betul dengan plat nomor yang tertera di motor milik cowok itu.

"Kak ...."

Alea tergagap dan urung melambaikan tangan kanannya saat mendapati sosok Kak Angga keluar dari pintu masuk toko. Bibirnya bahkan belum sempat menyebut nama cowok itu dan sepasang matanya hanya bisa tertuju lurus jauh ke depan. Bergeming. Tanpa berkedip.

Seorang wanita sebaya Kak Angga mendadak muncul di belakang tubuh cowok itu sedetik kemudian. Deraian tawa bahagia menghias wajah cantiknya saat wanita itu memutuskan untuk menarik ujung jaket milik Kak Angga dengan manja ketika mereka melangkah menuju area parkir. Kak Angga juga tak keberatan memasangkan helm ke kepala wanita itu, bahkan ia melakukannya dengan sukacita terlihat dari senyum yang merekah sempurna di bibirnya.

Sepasang mata Alea basah ketika menatap ke depan sana, saat motor yang membawa Kak Angga dan kekasihnya bergerak menjauh menyisakan satu goresan tajam di hati cewek itu. Jadi, inikah yang selama ini dilakukan Kak Angga di belakang Alea? Berdalih sibuk karena setumpuk tugas yang diberikan dosen yang seolah tiada habisnya, padahal Kak Angga sedang menikmati kemesraannya dengan cewek lain dan membiarkan Alea bercumbu dengan gelisah setiap hari. Adilkah ini?

Tidak! Ini sama sekali tidak adil untuk Alea. Selama ini ia selalu mencintai Kak Angga sepenuh hati. Menunggu balasan pesan-pesannya dengan sabar, menyisipkan sebaris doa untuk Kak Angga setiap Alea merindukannya, tapi apa balasannya?

Tubuh Alea merosot tak jauh dari pelataran toko buku. Paper bag berisi hadiah ulang tahun untuk Kak Angga bahkan sudah lebih dulu jatuh ke tanah. Cewek itu merasakan alam sedang menyerap seluruh energinya hingga nyaris tak bersisa. Apa ia masih bisa bangkit dan berjalan pulang setelah semua yang menimpa dirinya?

Kak Angga yang baik, sopan, penuh perhatian, bahkan beberapa hari yang lalu sempat meminta maaf, ke mana perginya?

Apakah baginya begitu mudah menitipkan kata-kata pada orang lain, lalu menitipkan kata-kata serupa pada orang lain lagi? Berapa banyak hati yang ia miliki sehingga begitu gampang dibagi-bagi? Siapa yang ia cintai? Kenapa mesti memberi harapan jika ia menyukai orang lain?

Kenapa mesti ada orang seperti Kak Angga di dunia ini?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top