✴️5 : Ilusi - 3✴️

Aku terpaksa menunggu di dalam kubah bunga ini selama beberapa jam sejak mentari terbenam. Begitu malam menyelimuti, aku hanya bisa menatap sekeliling dengan pandangan kosong sambil menunggu.

Nemesis berjanji akan pulang membawa makanan. Kuharap ia tahu jika aku tidak suka yang mentah. Tapi, fakta kalau ia pernah merawat Kyara sebelumnya, membuatku yakin ia tahu betul apa yang sesuai. Sambil mendoakan keselamatan Nemesis, aku menunggu di bawah "sarang" ini dalam keheningan.

Bagaimana cara ia berburu? Ketika pamit, ia tidak terlihat membawa apapun. Hanya berpaling lalu lenyap dari pandangan. Bayangan tentang malam ketika vampir nyaris memangsaku tergiang, kupeluk erat jubah Arsene kala itu.

Bagaimana kabar Arsene sekarang? Apa ia tidak keberatan kalau jubahnya hilang ?

Aku hela napas. Kuharap ia tahu.

Kresek!

Suara itu nyaris membuatku melatah.

Andai bisa menemani Nemesis berburu, aku akan merasa lebih aman. Sekaligus dapat menjaganya.

"Auuu ...!"

Aku tersentak. Kupeluk erat jubahnya.

Lolongan itu bersahutan, seakan menyerukan sangkakala perang yang membelah kesunyian malam.

Aku mengatur napas, berusaha tenang sambil menyelimuti diri dengan jubahnya. Kuharap mereka tidak mencium bauku.

Meski kubah ini bisa menyamarkan bau, tidak menutup kemungkinan salah satu dari mereka masuk demi memastikan. Aku atur strategi jika itu terjadi.

Malam kian larut. Lolongan itu makin nyaring.

Kutelan ludah, berharap agar tidak terlihat.

Kresek ... Kresek ...

Terdengar bunyi dedaunan yang terinjak, seakan mengisyaratkan aku untuk waspada. Jelas sebuah langkah kaki mencoba mendekat.

Aku perlahan mundur, berusaha menenangkan diri sambil mengawas.

Kalungku bercahaya.

Langkah itu berhenti. Semakin pelan hingga senyap.

Apa yang terjadi?

Pertanyaan itu terus muncul dalam benak. Ada Guardian di sekitar sini yang membuat serigala itu gentar. Ingin rasanya keluar untuk memeriksa tapi Nemesis berpesan untuk tidak keluar kecuali darurat.

Perutku mulai keroncongan.

"Remi!"

Mendengar suaranya, bagaikan mentari yang menyikap kegelapan. Aku tidak lagi merasa takut.

Kulihat bayangannya, tepat di depanku sambil memegang bangkai binatang aneh. "Ayo, sudah kusiapkan api."

Aku perlahan berdiri sambil menguap. Meski mengantuk, tidur tanpa mengisi perut itu sangat tidak nyaman.

Kami melangkah keluar. Disambut api unggun yang siap membakar bangkai binatang aneh itu. Ketika kuamati, ada dua lubang kecil di leher hewan itu. Aku merasa pernah melihat bangkai hewan seperti itu.

Nemesis mengacak rambutku. "Lapar?"

Aku mengiakan sambil merapikan rambut. "Kamu dapat apa?"

"Rusa." Nemesis perlahan meletakkan bangkai itu. "Kamu dengar lolongan mereka?"

Aku mengiakan.

"Mereka nyaris menyerangmu," ujar Nemesis. "Beruntung bau bunga melindungi."

Aku tidak yakin.

Tidak mungkin serigala tadi berhenti melolong begitu spontan. Pasti ada sesuatu yang membuatnya gentar hingga berubah pikiran. Bukti bahwa kalungku bercahaya memperkuat teoriku. Namun, aku tidak akan membicarakannya sekarang. Aku sudah tahu siapa yang melindungiku.

"Mereka itu Pengalih-Rupa Serigala," kata Nemesis. "Biasa berburu pada malam hari. Kurasa, mereka yang memangsa penghuni sebelum kita."

Nemesis membakar daging itu dengan perlahan. Aneh, tidak ada tetesan darah selama ia menyeret bangkai itu.

Aku terpana sambil memandang daging yang sedang ia bakar dengan penuh kecurigaan.

Kenapa hewan itu tidak berdarah? Entah kenapa, aku merasa tidak enak melihatnya.

"Nemy, kamu tidak kasihan dengannya?" tanyaku polos tanpa menyadari makanan yang dikunyah setiap hari juga berasal dari hewan.

"Itulah hukum alam, Remi," ujar Nemesis. "Kalau ada makanan, ya dimakan. Kalau sakit, ya susah."

Kami lalu duduk sambil menunggu daging masak. Begitu kuperhatikan daging rusa tadi, semakin lama, tidak ada setetes darah pun darinya. Aku tahu ini bukan dibersihkan, melainkan disedot habis oleh sesuatu.

"Nemy."

"Ya?"

"Kamu sudah kenyang?"

"Ya."

Begitu masak, ia letakkan daging rusa itu di selembar daun yang sudah bersih. Tanpa disuruh, ia suapi aku yang sudah terkantuk menunggu.

"Kamu lapar atau mengantuk?" tanya Nemesis. Aku tahu ia sedang tidak sabar, meski tidak meninggikan suara.

"Biar kumakan sendiri," balasku. Tak lama, mataku terpejam lagi.

"Remi!"

"Eh?!" Kukerjapkan mata. "Aku–aku bisa makan sendiri."

Nemesis tetap menyuapi. Ia tidak berkomentar selama beberapa saat hingga jatahku habis kumakan. Aku akhirnya kenyang dan bisa terlelap lagi.

Tanpa disuruh lagi, Nemesis menggendong lalu membaringkanku. Ia duduk di sisiku dalam diam sambil memandang ke luar.

"Kamu tidak tidur?" bisikku di sela kantuk.

"Aku hanya tidur bila lelah," jawabnya. "Biar kujaga kamu."

Aku mengiakan dan langsung terlelap saat itu juga, diselimuti jubah Arsene.

***

Tanpa kusadari, Nemesis pergi di tengah tidurku. Begitu menjauh, aku terbangun dan mencoba bertanya. Namun, nyawaku belum terkumpul untuk menggerakan mulut barang sekata.

Bayangannya semakin jauh, ia bagai roh penjagaku di kegelapan malam. Langkahnya begitu ringan hingga tidak terdengar suara langkah kaki.

Mataku kembali terpejam.

***

Aku terbangun entah kenapa.

Tubuhku langsung bangkit lalu menengok melalui sela-sela ranting berbunga yang melindungi.

Antara nyata dan mimpi, aku menyaksikannya menari di bawah sinar rembulan.

Ya, menari. Gerakannya terpadu antara amarah dan rasa takut, gemulai bagai dedaunan yang berjatuhan di atasnya. Ia seakan sedang melaksanakan ritual rutin.

Aku menunduk, kalungku tidak bercahaya. Rupanya, meski Nemesis Guardian-ku, benda ini tidak akan merespons jika ia sedang berada di kejauhan. Barangkali sekitar beberapa meter.

Melihat tariannya, membuatku terbuai lagi. Kali ini, sambil menunduk.

***

Suara ricuh membangunkanku.

Kalungku tidak bercahaya, tertanda ia sudah cukup jauh dariku. Ditambah keributan tadi, jelas membuatku gelisah.

Aku beranjak dari tidur lalu berjalan keluar.

"Nemy?" Aku dengan panik berlari tanpa arah sambil terus menyerunya.

Aku keluar jalur aman, lanskap kembali menjadi hutan belantara nan mencekam. Sambil menelan ludah, terus memacu langkah menyeru nama Guardian-ku.

"Nemy! Ne–"

BUK!

Pukulan mendarat di kepalaku.

Aku mengempas ke tanah. Begitu menoleh, terlihat jelas siapa pelakunya.

Ia menatapku tajam dengan seringai bagai iblis. Sosok yang terus menghantui sejak ingatan pertama di Ezilis.

Aku gemetar. "Kau!"

Belum sempat lari, kerah bajuku ditarik lalu dilepas lagi.

Aku berusaha melawan.

Bruk!

Kedua tanganku dikunci sementara kepala diinjak. Aku tidak sengaja menelan tanah yang basah saat menggerang.

"Bagus! Dalam sehari dapat dua."

Aku terkejut mendengarnya yang masih sehat walafiat ini.

"Kau lemah, seperti rakyat jelata di desa itu. Sama halnya dengan Killearn, kalian dengan mudah kuhabisi. Ini jadinya kalau kalian berani macam-macam di Shan!"

Aku enggan membalas. Faktanya, aku sendiri yang ke sini karena kecerobohan. Nemesis sudah menyuruh untuk diam di rumah dan aku justru keluar.

"Akh!"

Ia menancapkan taring ke leherku. Aku tidak sanggup memberontak. Tak sadar, air mata mengalir menahan rasa sakit. Mulut membungkam begitu darah diisap.

Kuayunkan kaki, berjuang melawan. Aku bagai ikan di daratan yang hanya bisa bergerak tanpa harapan.

"Ne ..." Berjuang kusebut namanya. Aku mencemaskan nasibnya.

Seketika, taring itu berhenti. Benda terkutuk itu menjauh dari leherku. Rasanya seakan sebagian nyawaku ditarik. Aku memburu napas begitu bebas. Lega rasanya.

Kulihat darahku mengalir di genangan, rasa nyeri kembali menjalar. Namun, entah kenapa pantulan cahaya biru itu bagai penyembuh yang seketika menenangkan kalbu.

"Apa maumu?!" serunya.

"Menjauh darinya!"

Pandanganku memburam. Entah pengaruh apa, aku tenggelam dalam kegelapan.

Hai! Hai! Kali ini aku tidak lupa update meski beberapa jam lalu sudah lupa. Sangat sulit membedakan kejadian seminggu yang lalu dengan kejadian kemarin bahkan beberapa detik lalu.

Bagaimana menurut kalian soal bab ini? Aku mungkin sedikit rileks karena menulis Remi menjadi manis seperti biasa UwU

Adegan terakhir sebenarnya diambil dari fanfiction yang sudah lama kutulis. Tapi, karena cerita itu sudah aku unpublish karena kementahannya, aku tambahkan saja di cerita ini, mumpung sedang dibutuhkan.

Bab berikutnya, bakal muncul karakter baru, nih. Siapa, ya?

See you in the next chapter!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top