✴️4 : Pertemuan - 11✴️

Gelap sekali.

Sekujur tubuh terasa sakit. Beruntung tidak ada luka serius. Perlahan kukerjapkan mata. Ya, tetap saja gelap. Membuat napasku sedikit sesak, teringat bagaimana kegelapan telah menghantuiku sejak kecil ... Seingatku. Apa benar aku takut kegelapan?

Sekeliling hanya hitam. Kecuali ...

Kalungku bercahaya. Redup sehingga melihat bulu mata saja sulit.

Tapi, aku tidak sendiri.

Kurasakan sebuah tangan melingkari tubuhku. Tunggu, siapa yang memeluk?

Aku melirik ke samping. Siapa itu?

"Pangeran ... " Ia berucap lirih.

Ah, Gill.

Ia menggerang pelan. Tanpa perlu melihat, aku sudah tahu betapa gawat kondisinya. Kucoba untuk tetap tenang meski kegelapan penguasai penglihatan.

Aku berdiri lalu berjalan beberapa langkah, mencari sesuatu yang bisa dilihat.

"Ini di mana?" Aku berdiri, meraba sekitar.

Ia tidak menjawab.

Tanpa kusadari, kami pingsan selama entah-berapa-lama dan jelas ketinggalan banyak hal. Kutatap sekeliling, mencoba menghayati lalu menafsir.

Hanya warna hitam yang kulihat, tekstur seperti dinding beton menyentuh kulit, sementara di kaki hanya ada marmer, suhu ruangan dingin dan mencekam. Sepertinya kami berada di ruang lain, namun lebih gelap dan rahasia. Kuharap tidak ada jebakan.

"Gill?" Aku mencoba mencari Guardian-ku.

"Hm?" Ia menyahut lemah.

Aku mencoba mendekat, meski tidak tahu persis keberadaannya. "Kamu tidak apa-apa?"

Ia mengiakan.

"Yakin?"

"Um."

Aku tahu, ia pasti sedang kesakitan. Kuraba sekitar, mencoba mengelus keningnya. Cahaya kalungku meredup, sehingga yang terlihat hanya siluet. Kecuali jika jarak kami sangat dekat seperti bulu mata dan mata sendiri.

Ah, ini dia.

Kuelus pelan keningnya. Lalu, terdengar helaan napas Gill.

"Aku baik-baik saja, Pangeran." Ia lalu duduk. "Di mana ini?"

"Itu yang ingin kutanyakan," balasku. "Kamu tidak luka, 'kan?"

Gill mengiakan.

Aku merasakan sesuatu menyentuh leher. Begitu bergerak–

"Eh?!"

Sesuatu jelas sedang mengisap darahku.

Aku hendak memberontak, malah diangkat lebih tinggi.

Duk!

Aku tahu Gill yang memukul makhluk itu. Benda tajam itu lolos dari leher. Terasa lega juga sakit di saat yang sama. Leherku berdenyut ketika benda itu terlepas. Aku meringis, menahan rasa perih dan panas di leher.

Aku meringis, sakit sekali.

Aku terlutut selagi suara dentuman bersahutan dari belakang.

Kutekan leher, menahan pendarahan sambil menahan perih. Seberapa dalam lukaku?

"Pangeran!"

Brak!

Aku berlari ke sumber suara, tak peduli apa yang ada di depan. Semua gelap. Hanya telinga yang bisa kugunakan untuk "melihat."

Duk!

Aku didorong sesuatu. Tersungkur lagi. Saat itulah, bunyi desis terdengar tepat di sebelah kiri. Kepalaku ditekan. Aku tidak mampu bergerak.

"Hisss ..." Suara itu membuat bulu kudukku meremang. Tercium bau amis serta sensasi aneh di leher.

Aku mencoba bangkit dengan sia-sia. "Pergi!"

Brak!

Aku langsung bangkit dan berlari ke depan. Lagi-lagi, hanya pendengaran yang bisa diandalkan. Aku mencoba mencari Guardian-ku.

Dengan pantulan cahaya kalung yang redup, aku mencoba mencarinya.

Aku mendengar suara orang tercekik.

"Gill!"

Aku berpaling. Dari kejauhan, tanpa sosok yang sepertinya sedang menyakiti Gill.

Krak!

Gill berhasil menusuk sesuatu dan akhirnya lolos. Ia terduduk, mengatur napas. Begitu mendongak, ia menatap kosong ke arahku.

Kupanggil namanya pelan.

Ia menyahut.

"Kamu melihatku?" tanyaku. Ia tampak seperti bayangan hitam. Cahaya kalungku tidak seterang biasanya.

Kulihat ia mencoba berdiri. Ia gunakan dinding sebagai sandaran. "Sedikit."

Aku mencoba mendekat. Kuraba sekeliling. Ia menyambut tanganku. Kami mencoba meneruskan langkah meski dengan pantulan cahaya redup kalungku.

Aku tahu maknanya. Guardian-ku sedang terluka. Cahaya kalung ini menunjukan kondisi mereka jika berada dekat denganku. Kalau tidak bercahaya meski berada persis di samping mereka, apa artinya ...

"Pangeran," bisik Gill. "Aku melihat jalan keluar."

"Bagaimana?" Kucoba menatap sekeliling, hanya cahaya kalung yang bisa kulihat.

"Di depan."

"Gill, kalau lelah, mending istirahat saja," saranku. "Biar cahaya kalungku menuntun. Tapi, kamu harus pulih dulu."

Gill diam sejenak. Aku tahu dia keberatan. Lalu, kudengar dia setuju.

Kami memutuskan untuk duduk dalam kegelapan. Meski tidak bisa saling lihat, aku berusaha tersenyum menyemangati.

Beberapa saat hening, hanya helaan napas kami yang menemani. Aku teringat akan kejadian tadi.

"Apa itu tadi?" tanyaku. "Aku tahu itu vampir. Tapi, aku tidak tahu siapa."

"Aku juga tidak yakin," jawabnya. "Ah, tidak kusangka aku bisa membunuh. Maaf, Pangeran."

"Eh?" Kok jadi begini?

"Aku seharusnya tidak melakukan kekerasan di depan matamu," ucapnya lirih.

Aku memaafkannya, meski kecemasan Gill terkesan berlebihan bagiku. Tidak mungkin meniru ataupun marah karena ia melanggar aturan tidak tertulis tadi. Lagipula, aku tidak melihat apa-apa waktu itu.

Begitu lama kami duduk dalam diam. Bosan, aku mencoba memanggil Gill.

Ia tidak menyahut.

"Gill?"

Hening.

Kucoba memanggil lagi.

Tiada jawaban.

Aku semakin cemas. "Thomas?"

"Panggil aku 'Gill.'"

Ah, rupanya ia tertidur. "Kamu tidur?"

"Ti-tidak."

"Tidak apa, kok," kataku tulus. "Kalau lelah."

Kudengar ia berdiri. "Ayo, kita semakin dekat."

Begitu menunduk, cahaya kalungku sedikit menerang. Ah, kuharap ia cukup beristirahat. Dalam keadaan seperti ini, aku tidak tahu seberapa parah keadaan Gill. Kurasa, lukaku tidak seberapa dibandingkan lukanya.

Kami bergandengan. Aku mengikuti langkah Gill meski tidak melihat apapun selain pantulan cahaya biru.

"Ini di mana?" tanyaku.

"Kurasa ini masih rumah Wynter," balas Gill. "Aku tidak tahu. Dulu, bersama Arsy, kami dimasukkan ke tempat yang mirip seperti ini. Kami melawan keluarga vampir waktu itu. Kami berhasil lolos meski harus menabrak dinding berkali-kali."

"Kalian melawan vampir itu sejak lama?"

"Tidak juga. Kami baru mengenalnya selama lima tahun."

Bukan baru lagi namanya.

"Setelah pertarungan tadi, kami tidak pernah mendengar kabar dari mereka. Kukira mereka mati."

"Tapi ..."

"Ya. Tiba-tiba muncul sekarang."

Aku diam, sama bingungnya.

"Pangeran."

Aku menyahut.

"Kamu melihat sesuatu?"

Kucoba menatap sekeliling. Ada pantulan cahaya putih. "Ya."

"Itu jalan keluar!" Gill langsung mempercepat langkah sambil menarikku.

Aku tidak sempat melawan. Bagai sapu tangan, terbang mengikuti Gill menuju cahaya.

Wussh!

Buk!

Sesuatu mendorong kami hingga jatuh menimpa lantai. Gill sempat melindungi kepalaku, tapi tetap saja terasa sakit.

Gill geram.

"Ah, itu kamu."

Tunggu, aku kenal suara ini.

Gill mendesis. "Count Wynter."

"Ah, kukira duplikat," ujarnya. Di kegelapan, aku jelas tidak tahu di mana ia dan reaksinya.

"Kamu menyakiti Pangeran!" seru Gill.

"Bukan!" bantahku. "Count yang menyakitimu, Gill!"

Kudengar Count tertawa. "Syukur masih waras. Kebanyakan orang akan kehilangan ingatan atau malah pecah kepalanya."

"Ini rumahmu atau Evergreen?" tanya Gill.

"Aku punya banyak rumah," jawab Count tidak menyambung.

"Count." Aku teringat. "Kekuatanmu itu ..."

"Salah satunya api hitam," jawabnya.

"Gunakan!" desak Gill. "Hancurkan rumah ini!"

"Maaf, ada harta yang kujaga."

"Count!" Gill terdengar kecewa. "Nyawa kita!"

"Apa?" Pria itu terdengar polos.

"Gunakan kekuatanmu!" desa Gill.

"Tidak bisa!" tegasnya. "Evergeen merusak rumahku."

Tapi ...

"Ini memang ruang bawah tanah, ada hartaku beserta penjaganya!" Count menarik napas. "Aku cari dia dulu, angkat harta, lalu pergi."

"Kamu tahu jalan keluar?" tanya Gill.

"Kuharap itu sama dengan yang kuingat dulu. Sudah berapa tahun tempat ini tidak dijamah."

Terdengar langkah kakinya menjauh. Aku dapat mendengar ketukan dari tongkatnya menggema selagi ia melangkah.

Gill menggenggam tanganku sambil melanjutkan langkah. Aku tidak yakin jika ia bisa menyusul Count.

Hening lama. Tiada yang bersuara.

Berjalan di kegelapan sangat mencekam bagiku. Selain fakta bahwa kamu tidak bisa melihat apa-apa, membuatnya semakin parah. Kamu tidak tahu apa yang menunggu di balik bayangan. Bisa jadi sosok yang tengah menggandengku bukanlah Gill.

"Pangeran."

Aku menyahut.

Dari kejauhan, terlihat secercah cahaya keemasan. Mulai muncul sosok Count yang berjalan menggunakan tongkatnya di depan.

Aku tidak menyadari, ternyata ada sesuatu hendak menyerang dari belakang.

Buk!

"Pangeran!"

Note : Gimana menurutmu soal bab ini? Kemarin lupa update karena anu, hehe. Terima kasih sudah baca sampai sejauh ini! Makin dekat ke ending, lho!

Klaim hadiah pertamamu, dariku sebagai author seri "Guardians of Shan"! Selamat!


Sampai jumpa nanti, ya!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top