✴️4 : Pertemuan - 10✴️
Aku berhasil berpegangan tangan dengan Gill. Seisi rumah bergetar bagai debu beterbangan. Aku menutup mata selagi ditarik ke atas.
"Nah, 'kan." Kudengar suara si kembar kompak menyahut. Aneh, mereka bicara dengan tenang meski rumah sendiri sedang porak poranda.
Gill menarik kami bertiga keluar, aku menarik napas lega selagi menginjakkan kaki kembali ke bidang datar. Baru saja selamat, sudah disambut pemandangan baru.
Seluruh ruangan di rumah seakan tengah bermain. Ada yang maju mundur, ada pula yang menabrakkan diri ke dinding bagai susunan mainan.
"Awas!"
BRAK!
Arsene mendorong kami sebelum sebuah kayu menimpa.
"Apa-apaan?"
Aku terkejut mendengar suara Nemesis yang tiba-tiba muncul entah dari mana.
PRANG!
Beberapa piring beterbangan mengisi ruangan, pecahannya tersebar ke segala arah. Bersamaan dengan "tarian ruangan" tadi.
Gill menunjuk ke samping. Terdapat ruangan yang diam sedari tadi. Namun, banyak pintu terbuka tutup secara liar hingga sulit bagi kami untuk lolos.
"Bagaimana ini?" tanya Gill ke Nemesis.
"Kamu jaga Pangeran!" Nemesis menatap sekeliling. "Aku akan mencari siapa lawan kita dan menghabisinya!"
Ia pun pergi tanpa pamit.
Seruan Gill menyelamatkan nyawa. "Awas!"
Prang! Prang! Prang!
Arsene mendorongku sebelum deretan piring menabrak.
Piring dan ruangan saling bertabrakan. Anehnya, ruangan yang terpecah ini tidak asing bagiku. Aku yakin ini bagian lain dari rumah Count.
Rupanya, Arsene sependapat. "Rumah bangsawan ditabrakan. Merepotkan." Suaranya lebih terdengar cemas dan letih alih-alih kesal.
Ruangan kembali bergetar.
Arsene berdiri. Bayangan hitam menyelubunginya. Melindungi kami dari pecahan piring.
Terdengar pecahan piring bersahutan, tapi tidak terlihat maupun dirasa.
Sebuah pintu melaju ke arahku.
"Pangeran!" Gill mendorongku.
Srak! Sebuah dahan melindungi kami.
"Khidir!" seru Arsene.
Terlihat Khidir menahan beberapa ruangan sekaligus dengan dahan. Sebagian berhasil ia hancurkan sebelum melaju kembali.
"Ke kiri!" seru Khidir. "Cepat! Sebelum ia menyerang!"
Saat itulah, pintu di belakang terbuka lebar dan memperlihatkan bagian ruang yang masih aman. Terdiri dari serangkaian pintu dan lubang hitam tanpa dasar yang jelas. Sesuai perintah, kami melompat ke kiri.
Arsene menatap Gill. "Jaga Remi untukku!"
Ia pun melompat ke kiri. Khidir menyusul. Sebuah ruang melaju ke arah mereka.
Gill berseru, "Awas–"
Krak!
"Perrier!" Seruan Khidir terdengar dari samping selagi pintu itu mengantam dinding.
Arsene berhasil menahan, meski tetap terdorong hingga masuk ke ruang lain. Kami masih bisa mendengar suaranya. "Lanjutkan! Biar kuurus!"
Aku melompat sambil memegang tangan Gill. Seperti biasa, bila kepepet, kecepatan larinya bertambah sembilan puluh sembilan persen ditambah satu persen untuk berpikir matang-matang.
Prang! Prang!
–Krak!
Kami berhasil menghindari lemparan piring dan perabotan dapur. Berkat Gill, kulompati ruang yang penuh lubang bagai jurang seperti kelinci, lincah dan nyaris terpeleset.
Hap! Hap! Hap!
Kakiku terpacu melompati serangkaian pilar penyangga yang kini menjelma bagai dahan di sekeliling pohon. Aku bakal jatuh atau tewas kalau saja Gill tidak terus menggenggam erat tanganku.
Di depan, hanya ada satu pintu terbuka lebar.
"Lompat!" seru Gill sambil melompat ke sebuah pintu terbuka yang ...
Ternyata lubang tiada dasar.
Semakin dalam.
Gelap dan senyap.
Tiupan angin keras menimpa wajahku. Bukan lagi belaian, lebih seperti tamparan.
Kulirik Gill. Kami berdua jatuh di lubang yang sama. Semakin dalam, bahkan dasar pun belum juga terlihat.
"Oh, ayolah!" Gill terdengar frustrasi.
Aku tidak mampu berkomentar.
Sesuatu melesat di bawah menuju ruang lain.
Gill mendekapku, membiarkanku berada di atasnya.
Brak! Lagi-lagi, ia jadikan diri sebagai tameng. Kami jatuh tepat di lantai kayu.
Gill menggerang pelan.
Aku lantas berdiri dan membantunya duduk. "Maaf."
Duk!
Seorang wanita berambut putih jatuh menggelinding di samping kanan kami. Dia merintih sebelum bangkit mengepalkan tinju. Berhenti ketika menyadari sosok yang menghadang hanyalah kami. Ah, aku tahu siapa dia.
"Di mana Kyara?" tanyanya.
"Aku tidak tahu," jawabku jujur.
"Kukira denganmu," timpal Gill.
Mariam menggerang kesal. "Sialan Zibaq ini!"
"Hei! Hei! Jangan mengumpat, hei!" geram Gill. "Jadi Guardian itu–"
"Diam kau!" bentak Mariam.
Aku menunduk, mengelus bahu Gill yang memanas. Ah, keduanya tidak mungkin berada di ruangan yang sama barang semenit.
"Akan kucari Kyara!" Mariam melangkahi kami dengan kasar. "Kamu, Gillmore, jaga Remi selagi bisa!"
Gill mendengkus, tapi tidak melawan. "Dia kenapa?"
Aku paham. Barangkali Mariam punya hubungan yang dekat dengan Kyara. Tak heran kenapa dia mencemaskannya. Yah, aku secara pribadi akan bertingkah sama kalau ada sesuatu yang terjadi pada Guardian-ku.
Hisss ...
Gill reflek memegang bahuku. Menatap sekeliling. Aku mengikuti sumber suara.
Terkesiap.
Ada sosok berdiri di atas. Pucat. Mata merah. Ah, ia sosok yang terakhir disegel Evergreen atau Zibaq, anak buahnya. Yang tidak punya nama selain nama jasad yang dari raga itu.
Brak!
Gill menghasil menghindari lemparan kayu. Benda itu menimpa dinding dan jatuh begitu saja. Ia berdiri, melindungiku.
"Apa maumu, Nyamuk?" tanya Gill.
Vampir itu mendesis lalu melesat ke arah kami.
Gill cukup berlutut dan mengambil patahan kayu. Aku sendiri bingung dari mana ia mendapatkannya. Lalu teringat jika ia dan Nemesis pernah membunuh vampir dengan itu. Sudah pasti disimpannya setiap saat.
Vampir itu melewati Gill. Nyaris tertusuk. Ia mendarat, berdiri menatap Gill yang masih memegang kayu–pasak.
"Kau tahu kekuatan keduaku?" Ia mendesis. "Manipulasi ruangan! Aku bisa menyatukan dua atau lebih ruangan dan mengacaknya sesukaku."
"Yang nanya?" sahut Gill yang jelas membuatnya geram.
Sebuah pintu melaju ke arah kami.
Srak! Rangkaian sulur melindungi kami. Beberapa terputus dan digantikan dengan yang baru. Berhasil menahan tepat sebelum benda itu menimpa kami.
"Khidir!" geram lawan kami.
Betapa pun banyak ruang yang diacak, Khidir berhasil menahan atau menghancurkannya sekaligus. Aku tidak tahu di mana ia, tapi sangat lega penyihir itu datang.
Tidak kusangka, kudengar suara Nemesis dari balik ruangan. Entah bagian mana.
"Hei, Lintah Darat! Mending urus aku!" seru Nemesis. "Aku ada banyak bawang di rumah!"
Brak!
Nemesis mendobrak pintu di atasku lalu menerjang lawan kami. Keduanya saling cakar dan gigit bagai kucing. Aku yang tidak mau kalah, bersama Gill aku melempari pecahan kayu atau benda sekitar.
Nemesis berhasil menaklukan. Ia menahan bagian atas vampir itu dengan kaki dan menjabak rambutnya. Jika ditarik sedikit lagi bisa mematahkan tulang lehernya.
"Hen ... Tikan!" serunya. "Aku ... Ada ... Utang denganmu."
"Kami punya tanggung jawab," balas Nemesis. "Jangan dekati Zibaq sejak awal atau bermasalah di Shan dulu."
"Apa yang kauingat?" balasnya. "Kalian kira pantas?"
Kudengar Nemesis mendesis. "Kamu yang tidak pantas!"
Brak!
"Nemesis!" seruku.
Ia ditabrak sebuah ruang hingga terlempar ke bagian luar yang hanya terdiri dari kegelapan.
Ia akan jatuh–
Sebuah sulur melingkari pinggangnya dan berhasil menangkap Nemesis.
Lawan kami perlahan berdiri. "Kalau bukan karena kasihan, aku sudah pasti membunuhmu!"
"Kenapa?" tanyaku polos. Para Guardian itu baik, bukan?
Vampir itu menatap tajam ke arahku.
Gill membalas tatapannya.
"Argh!" Sesuatu menimpa kepalanya.
Sebuah kayu. Begitu roboh, terlihat sosok Mariam memegang sebatang kayu. Menatap tajam dengan mata birunya.
"Remi!" Kulihat Kyara berlari menghampiriku.
Brak! Ruang bergetar. Aku terlempar ke lubang tiada dasar.
Kami terputar. Terpencar.
Hanya jeritan yang kudengar.
Sebelum kegelapan menguasai, kulihat Gill melompat mengejarku.
Note : Hai! Hai! Bagaimana kabar kalian minggu ini? Gimana menurut kalian soal bab ini? Tak terasa udah setengah buku, ya. Setengah lagi bakal tamat. Keep reading!
Sampai jumpa di bab berikutnya!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top