BAB 2 : POISON

Tiba-tiba langkah kaki Isy terhenti, tatkala melihat sebuah daun kering yang jatuh tepat di hadapannya. Ia pun mengambil daun tersebut dan ternyata di sana terdapat sebuah tulisan. Dengan cepat Isy memanggil Nichi dan Raw yang mana terus jalan ke gedung sekolah dengan jarak beberapa meter darinya.

"Nichi! Raw! Sini, aku menemukan sesuatu."

Nichi dan Raw pun langsung berbalik badan mendengar namanya dipanggil. Mereka pun menghampiri Isy yang sudah memegang sebuah daun.

Mereka bingung. "Ada apa, Isy?"

"Lihat daun ini, di sini ada tulisan," jawab Isy seraya melihat daun tersebut.

Mereka pun membaca bersama-sama.

Untuk para Guardians :

Terdapat pergerakan aneh di laboratorium sekolah, selidiki dan tuntaskan!

Dari : Kepala Guardians

"Ini misi baru kita?" tanya Raw menoleh ke arah Nichi dan Isy.

"Sepertinya, iya. Perintah di sini kita harus menyelidiki apa yang terjadi di laboratorium," jawab Isy yang paham dengan isi surat tersebut.

"Di sekolah? Berarti di sini dong," kata Nichi.

"Iya," balas Isy, "Ayo, kita cari tau?" ajak Isy.

"Ayo."

***

Bel sudah berbunyi, sudah saatnya untuk pulang. Kini tiga remaja itu sudah meninggalkan kelas dan berjalan ke arah luar.

Tidak disengaja mereka berpapasan dengan dengan tiga cowok, yang mana sepertinya Isy mengenal salah satu di antaranya.

"Raz?" tanya Isy yang kaget.

"Isy? Kamu di sini juga?" tanya Raz yang juga kaget dengan sosok gadis yang ada di depannya ini.

"Kenapa kamu nggak bilang sekolah di sini?" tanya kembali Isy.

"Kalian saling kenal?"

"Iya, kita berteman sejak kecil," jelas Raz.

"Nichi-Raw kenalin ini Raz teman masa kecilku," ucap Isy memperkenalkan Raz.

Raz pun juga memperkenalkan kedua temannya, "Ini Farzhan sama Micah."

"Farzhan."

"Micah."

"Nichi."

"Raw."

"Farzhan, anaknya Professor bukan sih, Raz?" tanya Isy yang tahu nama cowok tersebut karena seluruh Guardians pasti tahu nama itu.

"Betul," jawab Farzhan.

***

Setelah pertemuan itu, mereka berenam pun berteman baik dan tampaknya semakin dekat, terutama Raw dengan Farzhan.

"Kita bertiga ada rencana membuat racun," kata Micah yang mewakili dua teman di sampingnya ini.

"Racun? Buat apa?" tanya tiga gadis tersebut yang kaget dengan rencana itu.

"Racun ini dapat membuat kita tidak bisa tertidur di malam hari dan merasakan kelelahan yang sangat di siang hari. Dengan begitu, setelah racun tersebar, dalam hitungan hari, sekolah akan berangsur sepi. Apa kalian tahu di sekolah ini ada portal waktu? Aku ingin kita menjelajah sekolah di siang hari untuk menemukan portal waktu tersebut tanpa gangguan!" jelas Micah.

"Apa ini tidak berbahaya?" tanya Raw.

"Lagi pula, kenapa tidak langsung saja mencari portal itu? Kenapa harus repot-repot meracuni sesisi sekolah?" tanya Isy.

"Tidak, kita akan buat dengan komposisi yang baik, tentunya aman," jawab Farzhan yang kini berusaha menyakinkan.

"Jika kita tidak membuat seisi sekolah sepi, kita tidak akan menemukan portalnya, tempatnya sangat tersembunyi." Raz turut memberi penjelasan.

Isy, Raw, dan Nichi saling menatap satu sama lain sambil berisyarat bisa jadi inilah yang dimaksud oleh misi Guardians yang beberapa hari yang lalu mereka dapatkan.

"Kalian ikut juga?" tanya Micah.

"Oke, kita setuju," ucap tiga gadis tersebut.

Mereka pun bekerja sama membuat racun tersebut. Dengan Farzhan si anak profesor, mereka dengan mudah menggunakan laboratorium sekolah dan Raz ... tidak ada seorang pun yang meragukan otaknya.

***

Apa yang mereka kerjakan di laboratorium, membuat mereka mulai dekat.

"Isy, kau ingat saat dulu kita bermain di taman?"

"Ya?"

"Aku ... memberikan cincin yang terbuat dari rumput."

Seketika, Isy tertawa kecil. "Ya ... aku mengingatnya, bagaimana bisa aku lupa?"

"Tidak kusangka aku bertemu denganmu lagi di sini."

"Ya, aku juga tidak menyangka."

Di dekat pintu laboratorium, Farzhan duduk bersebelahan dengan Raw. Farzhan hanya akan membantu jika disuruh, sebagian besar memang Raz dan Micah yang membuat sesuatu yang mereka sebut dengan racun itu.

"Jadi, apa alasanmu membantu kami?" tanya Farzhan.

"Apa alasanmu melakukan semua ini?"

"Bagus! Pertanyaan dengan pertanyaan."

"Ya ... portal waktu, sesuatu yang sangat jarang, jika kita bisa menemukanya, kenapa tidak? Kau sendiri, untuk apa mencari portal waktu?"

Farzhan terdiam sesaat, kemudian ia tersenyum. "Aku bisa menunjukkannya pada ayahku jika memang ketemu. Lagi pula, siapa tahu aku bisa kembali ke masa lalu dan bertemu lebih awal denganmu?"

Mendadak, wajah Raw memerah, tentu saja ... apa yang dikatakan Farzhan sama sekali tidak terlintas di pikirannya. Bagaimana bisa Farzhan berkata seperti itu hingga ia tidak sanggup membalas perkataannya.

Sementara itu, Nichi duduk di meja laboratorium sambil mengayunkan kaki. Ia memperhatikan Micah yang sejak tadi mencampurkan beberapa cairan berwarna ke tabung-tabung dan ia sama sekali tidak mengerti.

"Kau suka sama aku ya?"

Mendadak wajah Nichi berubah, seakan bertanya 'apa kau serius?' tanpa mengutarakannya.

"Daritadi kau melihatku seperti itu, tanpa berkedip."

"Kau benar-benar percaya diri, Tuan!"

Micah tertawa renyah, dan ya ... Nichi menyukai suara tawanya itu. Mendadak ia turun dari meja dan mengecup singkat pipi Micah setelah itu ia kabur. Tentu saja Micah terkejut dengan perlakuan Nichi.

"Nichi! Apa yang pernah kukatakan padamu?" tegur Isy.

"Jangan menjahili anak laki-laki!" sahut Nichi.

"Hei Micah, kuharap dengan begitu kau tahu kalau aku tidak suka diganggu, aku lebih suka mengganggu!" Nichi tertawa, kemudian pindah duduk di dekat Isy.

Isy mencubit pelan pipi Nichi, membuatnya memekik kemudian mengerucutkan bibirnya.

"Jangan begitu! Apa kau tidak tahu istilah baper?"

"Isy!"

"Maafkan Nichi ya, kuharap kau tidak terbawa perasaan."

Ya ... tentu saja suara Isy membuat Micah kembali pada dunia nyata. Ia terkekeh, kemudian menggeleng pelan, melanjutkan kegiatannya.

"Tidak, aku akan berusaha terbiasa dengan tingkahnya yang absurd."

Isy tersenyum. "Bagus."

"Micah, bagaimana rencanamu menyebarkan racun ini?" tanya Nichi masih dengan suara riangnya.

"Air. Media yang paling cepat, dengan begitu kita tidak perlu menunggu lama dengan hasilnya. Semua orang membutuhkan air, bukan?"

Dengan begitu, Nichi terdiam. Jika air tercemar ... itu akan memberikan efek yang buruk baginya. Isy dan Nichi saling menatap sesaat, Isy seakan memepringatkan Nichi agar hati-hati.

Tiga hari kemudian, racun itu telah jadi dan seperti rencana ... mereka mencampurkannya dengan air di beberapa penampungan. Dengan cepat racun itu menyebar ke seluruh tempat.

***

Tidak seperti pagi biasa, gadis bertubuh pendek itu berjalan tidak semangat ke sekolah, kulitnya pucat dan keringat dingin bercucuran. Tentu saja itu mengundang curiga bagi Isy, sahabatnya itu tidak pernah seperti ini sebelumnya, meski dalam keadaan sakit sekali pun.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Isy cemas, memperhatikan wajah sahabatnya lekat-lekat.

"Aku baik seratus persen!" seru gadis itu, meski ya ... tampak dengan sangat jelas kalau dia berbohong.

"Jangan bohong, Nichi! Kau kira sudah berapa lama aku mengenalmu?"

Sayangnya, gadis itu hanya tersenyum sambil menunjukkan barisan giginya, pura-pura kuat.

Saat tiba di gerbang WGAVerse, mereka melihat sebuah limo berhenti, gadis berambut blonde berpadu pink turun tak lama kemudian. Melihat kedua temannya tak jauh dari jangkauan mata, ia segera berlari menghampirinya.

"Hai! Kukira aku terlambat ke sekolah, ternyata kalian-"

Belum sempat gadis itu menyapa, Nichi tiba-tiba tak sadarkan diri, membuat mereka berdua melebarkan mata dengan wajah cemas bukan main, segera menolong gadis pendek itu sembari memekik, memanggil namanya.

***

Memang, semakin hari sekolah semakin sepi, seperti yang telah direncanakan oleh Micah dan kawan-kawan. Satu persatu dari mereka tumbang, tak hanya siswa, melainkan guru juga. UKS mendadak ramai, dipenuhi oleh mereka yang memiliki gejala serupa; kulit pucat, tubuh lemas, kepala yang berkunang-kunang, hingga tak sadarkan diri.

Seperti Nichi saat ini.

"Ini adalah efek dari racun yang dibuat oleh Farzhan dan yang lain, sepertinya," gumam Raw yaang berdiri menyandar sambil memegang dagu dengan tangan kanannya.

Isy mengerutkan kening, ia duduk di samping Nichi yang masih terpejam.

"Bukan sepertinya, tapi memang ini ulah mereka, kita tahu komposisinya, efek samping, dan kapan tepatnya mereka beraksi. Namun, aku tidak pernah menyangka kalau akan secepat ini. Mereka menggunakan media air, tentu akan berpengaruh juga bagi Nichi, kekuatan sihirnya adalah air."

"Dengan kata lain, mereka sudah mulai mencari portal?"

Isy mengangguk. "Bisa jadi seperti itu."

Kemudian Isy mengembuskan napas berat. "Tidak kusangka! Semua kekacauan ini hanya demi mencari portal waktu."

"Ugh!"

Mereka berdua melihat ke arah yang sama saat Nichi mulai membuka mata dan mengerjap beberapa kali.

"Apa ... yang terjadi denganku?"

"Gejala yang sama, seperti yang mereka alami, Nichi. Kau baik-baik saja?" tanya Isy.

"Aku merasa ingin muntah," gerutunya, "jika memang ini gejala yang sama ... apa yang kurasakan saat ini berbeda dengan apa yang dijelaskan Raz padamu, Isy."

Isy mengerutkan kening. "Apa maksudmu?"

"Rasanya ... seperti ada yang memakanku dari dalam sini," ujar Nichi sambil memegang perutnya. "Lalu dari dalam sini." Tangannya kini beralih ke dadanya, dengan lemah. "Aku bahkan tidak bisa lagi merasakan kekuatanku."

Isy membelalakkan matanya. "Oh tidak!"

"Ada apa? Kenapa?" Raw yang melihat ekspresi Isy mendadak cemas.

"Ini bukan racun biasa, mereka tidak berniat melumpuhkan seisi sekolah, tapi membunuh!"

***

Tidak bisa dipercaya! Isy berkali-kali mengumpat dalam hati, menyalahkan diri kenapa dirinya begitu bodoh? Ia terlalu mempercayai Raz, laki-laki yang sudah mencuri hatinya sejak dulu pertemuan pertama mereka.

Setelah meyakinkan Nichi, mereka berdua bergegas menuju laboratorium sekolah.

Benar, sesampainya di sana, ketiga laki-laki itu ada, menatap mereka berdua dengan tatapan yang berbeda-beda.

"Kalian, apa yang kalian buat sebenarnya?" tanya Raw, menatap satu persatu dari mereka tajam, tapi saat matanya berhenti pada Farzhan, ia mulai melembut.

"Farzhan? Bisakah kau jelaskan ini padaku?" tanyanya tak segarang tadi.

Raz berdehem, ia tidak ditanya, tapi ia memutuskan untuk menjawabnya.

"Kalian ada saat kami membuat racun itu, kenapa kalian harus bertanya lagi?"

"Karena racun yang kalian buat itu, tidak sesuai dengan apa yang kalian jelaskan pada kami, Raz," jelas Isy, mencoba tetap tenang di situasi seperti ini.

Raz mengerutkan keningnya. "Tidak mungkin! Aku sendiri yang membuatnya, aku juga yang memilih bahan-bahannya."

"Tapi Nichi mengalaminya sendiri! Ia tidak bisa lagi merasakan sihirnya! Kau tahu apa arti sihir bagi kami? Itu adalah sebagian dari nyawa kami, tanpa sihir, kami mati." Isy mulai sedikit tidak sabar, ini menyangkut nyawa sahabatnya.

"Oh, jadi dia juga ikut kena?"

Mereka semua menatap pada Micah yang sejak tadi diam saja. Kemudian, Micah tertawa.

"Tidak kusangka kalian para Guardians bisa jatuh dalam hal-hal seperti ini."

"Kau ... tahu tentang kami?" tanya Isy ragu.

"Tentu saja! Aku melihat tanda itu pada tangan Nichi, seketika aku paham jika kalian adalah Guardians. Lalu ... aku berpikir, bukankah menyenangkan jika Guardians juga aku ajak bermain? Ya ... ternyata benar, gadis itu jatuh dalam permainanku!"

"Micah, kau tidak pernah mengatakan itu pada kami, apa maksudmu dengan Guardians?" tanya Farzhan bingung.

"Tanya saja pada mereka," jawab Micah tidak peduli.

Farzhan menatap jauh ke dalam mata Raw dan Raw hanya diam.

"Oh ya, aku mencampurkan sedikit bahan lain, tidak kusangka perkiraanku benar. Aku harus berterima kasih pada kalian berdua karena telah membantuku!" Micah tertawa. "Portal itu hanyalah alasan yang kubuat-buat, tujuanku adalah membalas dendam pada kalian semua! Karena kalian semua, kakakku pergi meninggalkanku untuk selamanya. Kini, semua terbalaskan, sebentar lagi kalian semua akan mati dan aku tak sabar menantikan hari itu."

***

"Maafkan aku," ujar Raz penuh penyesalan.

Isy tersenyum. "Tidak apa-apa, tidak ada yang menginginkan hal ini."

Gadis itu menggenggam tangan Raz, seakan berkata bahwa semua akan baik-baik saja.

Mereka saat ini ada di ruang UKS, di dekat Nichi. Setelah menjelaskan semua padanya, gadis itu hanya diam sambil menunduk.

"Tidak kusangka ia memanfaatkan kami! Dia mendekatiku agar bisa menggunakan fasilitas sekolah sesuka hatinya dan mendekati Raz yang punya kemampuan istimewa dalam bidang ini. Sekarang, kita tidak punya kesempatan untuk memperbaiki ini semua."

Raw memegang pundak Farzhan, kemudian ia menunjukkan satu tabung kecil yang membeku berisi cairan warna abu metalik. Ia tersenyum pada Farzhan.

"Aku dan Isy sudah membuat penawarnya, tapi kami tidak bisa membuat dalam jumlah banyak. Jika kau memang ingin memperbaiki kesalahan, mengapa tidak kau gandakan saja penawar ini dan memberikannya pada semua orang?"

Raz menatap Isy ragu saat mendengar penjelasan Raw seakan meminta pembenaran.

Isy tersenyum. "Penawar ini memang kita buat berdasarkan bahan yang kalian sebutkan saat itu, tanpa tahu kalau Micah telah menambahkan bahan lain yang lebih berbahaya. Namun, setidaknya kita bisa menekan hal buruk yang bisa saja terjadi. Kami juga sudah mencobanya pada Nichi."

"Dia tampak membaik," ujar Raw.

Nichi tersenyum saat kedua sahabatnya melihatnya. "Ya, aku sudah jauh lebih baik."

Isy kembali melihat Raz. "Ini akan membersihkan namamu, setelah itu kita menangkap Micah."

"Ide bagus," ujar Raz.

***

Membuat anti racun di laboratorium sekolah diam-diam adalah hal yang mereka lakukan setelah itu. Raz dan Isy akan bekerjasama di dalam ruangan, sedangkan Raw dan Farzhan yang mengawasi di luar, jika Micah muncul tiba-tiba.

Sejak mengakui semua rencananya, Micah pergi entah ke mana. Ia tidak pernah muncul lagi di laboratorium sekolah. Ia memang melihatnya sesekali, di halaman belakang sekolah, menatap satu pohon besar di sana kemudian pergi lagi.

Sepertinya ... di sanalah kakaknya bunuh diri.

Karena anti racun itu, mereka terpaksa pulang sangat larut. Hall ini tidak bisa ditunda.

***

"Sudah siap?"

Isy mengangguk saat Raz bertanya sembari menatapnya, berdiri di sebelahnya.

Tak hanya mereka berdua, Farzhan, Raw, dan juga Nichi ada di sana. Mereka berlima berdiri di dekat pepohonan pagi-pagi sekali saat udara masih sangat sejuk.

Raz membuka tabung yang berisi gas berwarna putih dan membiarkan gas itu menyatu dengan angin, selanjutnya Isy memerintahkan pepohonan -dengan kekuatan miliknya- untuk mencampur gas tersebut jadi satu dengan oksigen. Gas itu akan terus berkembang dengan sendirinya saat bercampur dengan oksigen dan tersebar luas secara otomatis.

"Dengan begini ... para korban yang berisitirahat di rumah bisa menghirup udaranya dan pulih dengan segera. Mereka yang tidak terdampak juga tidak akan berpengaruh apa-apa," gumam Isy.

"Ya ... efeknya sangat cepat, terima kasih Isy!" seru Nichi sambil mengangkat kedua tangannya tinggi ke atas.

Isy yang mencetuskan ide menyalurkan anti racun lewat udara, dan itu sangat brilliant!

"Berikutnya adalah hal yang sulit, tapi kami rasa ... kau bisa melakukannya, Nichi," ujar Isy.

Nichi membelalakkan matanya. "Aku?"

Ya, mereka memutuskan ... Nichi adalah orang yang seharusnya menangkap Micah.

***

"Micah!"

Laki-laki itu melonjak kaget saat Nichi secara tiba-tiba muncul tepat di depan matanya. Ya, tentu dia kaget, ia sedang berdiri di depan pohon besar, tempat di mana kakaknya memilih untuk mengakhiri hidup. Dengan berdiri di sini, rindu terhadap kakaknya seakan terobati.

"Kau tahu? Kau bukan satu-satunya orang yang kukenal suka berbicara dengan pohon. Isy salah satunya."

"Nichi? Kau .. baik-baik saja?"

Tentu saja Micah heran, bukankah gadis itu terkena racunnya? Bukankah gadis itu seharusnya mati? Sangat disayangkan memang, tapi dengan begitu ia berhasil menyingkirkan satu Guardians, tapi lihat sekarang, Gadis itu justru semakin mendekat, hingga wajah mereka hanya berjarak satu senti saja.

"Apa ini? Kau tidak suka melihatku baik-baik saja?" tanya Nichi dengan bibir mengerucut.

"T-Tentu ... aku senang melihatmu baik-baik saja. Apa yang kau rasakan saat ini?"

Nichi menjauh. "Aku berdebar-debar, di sini," ujarnya sambil memegang dadanya. "Aku penasaran, apa karena aku berada di dekatmu?"

Micah memutuskan untuk sedikit bermain dengannya, ia tersenyum sambil menunjukkan barisan giginya. "Benarkah? Kau tahu, aku juga merasakan hal yang sama."

"Micah, apa kau tahu ... balas dendam tidak pernah berakhir dengan baik?"

Nada suara Nichi berubah, gadis bertubuh pendek itu kini menunduk dengan kedua tangan di belakang punggungnya.

"Apa maksudmu?"

Kali ini gadis itu menatapnya sambil tersenyum sedih. "Aku menyukaimu, tapi ... kau harus menerima hukuman atas perbuatanmu."

Tak lama kemudian, lima orang laki-laki bertubuh tegap datang menyergap, mereka mengenakan seragam berwarna olive dengan kacamata hitam, dua di antaranya memegang Micah dan memborgol tangannya.

"Micah, kau kami tangkap karena telah membahayakan seisi WGAVerse."

Raw, Isy, Farzhan, dan Raz menyusul, bergabung dengan Nichi.

"Apa-apaan kalian ini? Nichi! Apa kau menjebakku?"

Nichi tersenyum. "Tidak, aku hanya bagian dari rencana mereka."

"Farzhan! Raz! Kalian juga melakukan hal yang sama denganku!"

"Kami sudah menjelaskan semuanya pada keamanan Guardians dan nama mereka berdua sudah dianggap bersih, selanjutnya hanya kau yang akan menerima hukumannya," ujar Isy.

Micah menggeram. "Kalian semua! Rencanaku berhasil kalau saja kalian semua tidak mengacaukannya! Suatu hari nanti aku akan menghancurkan dan membunuh kalian semua! Terutama kalian bertiga. Nichi, kuharap kau tidak akan melupakanku karena kau orang pertama yang akan kubunuh!"

Petugas keamanan Guardians membawanya pergi, menyisakan mereka berlima. Raw menatap Nichi cemas, tapi gadis bertubuh pendek itu tidak menunjukkan ekspresi takut.

"Kau baik-baik saja, Nichi?" tanya Isy.

Nichi menatapnya, tersenyum sambil menunjukkan giginya. "Seratus persen!"

"Syukurlah masalah ini tidak sampai fatal, maafkan aku," sesal Raz sambil menunduk.

"Isy, aku ingin pergi ke kolam untuk melihat Tuan Ikan, kau tidak perlu mengikutiku, oke?"

Isy memanggil, tapi gadis itu tidak berhenti berlari pergi. Apa benar dia baik-baik saja? tanyanya dalam hati.

"Apakah di sekolah ini memang ada portal?" tanya Raw.

"Sepanjang yang kuketahui dari ayahku ... tidak ada hal seperti itu di sini," jawab Farzhan.

"Berarti memang hanya karangan saja," gumam Raw.

Namun, mereka tidak pernah tahu bahwa portal waktu itu memang benar ada, di suatu sudut tersembunyi di dalam sekolah.

-----------------------------

#WGAJournal
Challenge January 2022 from Madam WinLo05

Collab story with :
MimiRawdha and Resya3R

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top