1. WElCOME
Mengapa dia bisa layu seperti ini?
“Kenapa, Isy?”
Gadis itu menoleh saat mendengar panggilan dari sahabatnya, ia tengah berjongkok di depan Bunga Vuur, bunga sihir yang tumbuh di sekitar WGAVerse, sekolah yang kini mereka tuju.
“Tanaman ini layu, padahal belum musim dingin, Nichi.”
Gadis bertubuh pendek itu mengernyit lalu mendekati Isy.
“Kenapa bisa begitu?”
Isy menarik napas panjang. “Kalau aku tahu, aku tidak akan bertanya.” Tanpa banyak bicara, tangannya menyentuh tanah di sekitar Bunga Vuur dan dalam sekejap bunga itu kembali seperti semula, berwarna merah dengan corak oranye terang, menyala seperti api.
Nichi kemudian berdiri tegak, melihat sekelilingnya. Hawa di sekitar mendadak menjadi dingin, tapi ia memilih untuk diam saja, selama itu tidak menganggunya ... tidak akan menjadi masalah.
“Yang terpenting ... ayo kita segera ke sekolah sebelum terlambat.”
“Ayo!” Tangan Nichi mengarah ke atas, lengkap dengan senyum lebar yang menghiasi wajahnya.
“Kau ini ... kita ini sudah SMA loh!” Isy memukul pelan kepala Nichi, tentu saja perbedaan tinggi mereka cukup jauh, tapi Nichi hanya tersenyum sambil menunjukkan barisan giginya.
Ya ... mood Nichi sedang bagus. Berharap hari ini tidak ada lagi yang menjahilinya di sekolah. Namun, baru saja ia menapakkan kaki di gerbang sekolah, sebuah pemandangan membuat mood-nya berubah dan awan gelap mendadak muncul di langit, di sekitar tempat di mana Nichi berada. Isy yang ada di sebelahnya hanya bisa menarik napas panjang, ini bukan pemandangan baru baginya.
Mulai lagi ... batinnya.
***
Sebuah limousine berwarna putih berhenti di depan gerbang HighSchool WGAVerse, setelah pintu terbuka keluarlah seorang gadis yang mengenakan seragam khusus sekolah tersebut. Raut wajahnya terlihat tenang walaupun tidak ada senyum yang terukir.
Raw, murid baru di HighSchool WGAVerse, bukan keinginannya untuk pindah sekolah, tetapi orang tuanya yang sedikit memaksa. Raw kesal karena dia harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru yang sama sekali belum dikenalnya.
Beberapa orang yang menatap Raw langsung berbisik dan Raw sadar bahwa dia sedang menjadi pusat perhatian. Gadis itu menatap orang-orang yang berbisik tentangnya, apa yang mereka bisiki? Apa karena warna rambutku yang berbeda? Menurutnya campuran antara blonde dan pink tidak begitu buruk, lagi pula itu adalah warna rambut aslinya, bukan karena diwarnai.
Suasana hatinya yang kurang baik tanpa sadar membuat sekolah tersebut merasakan hawa berbeda, terasa lebih dingin dan lembab. Ketika Raw melewati sebuah kolam, kolam tersebut menjadi beku tanpa disadari oleh si pembuat ulah.
Ketika akan melangkah memasuki pagar kedua, Raw merasa seseorang menangis karena dirinya. Siapa yang menangis? Seingatnya Raw tidak melakukan apa pun, daritadi dia hanya diam saja.
"Hei, tunggu!" Seruan itu membuat Raw berbalik.
Kini di hadapannya ada seorang gadis berukuran tubuh sedikit pendek yang menggunakan seragam sama seperti dirinya, matanya basah menandakan dia menangis, tetapi ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Di atas gadis itu ada awan hitam, pertanda akan turun hujan, anehnya hanya di sekitarnya saja.
"Kau yang membuat kolam itu menjadi beku, kan?! Iya, kan?!"
Gadis itu berteriak seraya menarik-narik tangan Raw dengan bar-bar, karena merasa tidak kenal dengan gadis itu, Raw menarik tangannya dengan kuat agar tangannya terlepas dari pegangan gadis berbadan kecil itu.
"Aku tidak mengenalmu dan aku tidak mengerti apa maksudmu," ucap Raw lalu dia berbalik.
"Aku juga tidak mengenalmu!"
Raw mendengus, jika tidak kenal kenapa dia marah-marah?
"Tapi lihat kolam itu! Karena dirimu kolam itu jadi beku."
Raw melihat ke arah yang ditunjuk gadis itu, ternyata benar kolamnya membeku. Lalu apa hubungannya dengan gadis itu?
"Jahat sekali! Di dalam kolam itu juga ada kehidupan! Bagaimana kalau mereka mati?"
Gadis itu masih memaki. Tak lama kemudian, hujan mulai turun, tapi anehnya … seakan diselimuti oleh sihir yang begitu kuat, air hujan itu melambat dan berubah menjadi butiran es.
Raw melihat ke angkasa, tampak bingung, begitu pula dengan gadis bertubuh kecil itu, yang terkejut dengan perubahan di sekitarnya.
"Nichi!"
Seorang gadis lain datang, mengatur napasnya yang terengah-engah. Tak jauh berbeda dengan Raw dan Nichi, gadis itu pun menatap di sekitarnya dengan heran.
"Hujan es dengan tempo yang lambat?"
Gadis itu melihat melihat Raw. Rambut blonde bercampur pink cerah, juga aura yang sama seperti yang dimiliki oleh Nichi dan juga dirinya. Tidak salah lagi.
"Kau, siapa namamu?" tanyanya.
"Raw."
Gadis yang baru datang itu terdiam sesaat, seakan tengah menimbang sesuatu.
"I see … aku Isy dan ini adalah sahabatku, Nichi. Sepertinya kau anak baru, ya?"
Terima kasih pada Isy lantaran kedatangannya membuat suasana tegang menjadi sedikit mencair dan tekanan sihir di sekitar mereka jauh berkurang. Tak ada lagi awan gelap menggumpal di angkasa, atau hujan es yang turun dengan tempo lambat.
"Ya, aku anak baru."
Isy tersenyum. "Baiklah, Raw. Bisakah aku memohon padamu untuk mencairkan air kolam itu? Atau … sedikit menyembunyikan kekuatanmu? Kau tahu? Beberapa tanaman di sekolah tidak bisa bertahan hidup di suhu dingin yang ekstrem."
Raw terdiam sesaat, kedua tangannya mengepal, ia menarik napas dalam, kemudian menunduk. Tentu, tidak ada seorang pun yang ingin menjadi penyebab kerusakan, begitu pula dengan Raw. Namun, kekuatan yang dimilikinya … ia tidak bisa mengendalikannya.
"Aku tidak bisa."
Tentu saja jawaban Raw membuat kedua gadis itu terkejut.
"Apa maksudmu dengan tidak bisa?" Nichi kembali tersulut emosi.
"Maaf, aku harus segera ke ruangan kepala sekolah sebelum bel berbunyi."
Raw berbalik dan melangkah pergi.
"Hei! Hei kembali ke sini!"
Nichi mengumpat beberapa kali, bahkan hampir mengejar Raw untuk memberinya pelajaran. Isy cepat-cepat menahannya.
"Kau merasakan aura itu juga, kan?" tanya Isy.
"Meski aku merasakannya, aku tidak mau mengakuinya!" Kemudian gadis yang berpenampilan seperti anak kecil itu berjalan menuju kolam, mencoba beberapa cara agar airnya tidak membeku. "Dia membekukan Tuan Ikan," rajuknya dengan pipi menggembung.
Isy melihat ke angkasa dan awan gelap tiba-tiba berkumpul, lagi.
Oh astaga … hujan tidak akan berhenti pagi ini.
***
Tidak disangka, Raw berada di kelas yang sama seperti Isy dan Nichi. Setelah perkenalan singkat, Madam Winny memerintahkan Raw duduk di bangku kosong yang ada di belakang Nichi. Kebetulan yang tidak menguntungkan, bukan?
Setelah itu pelajaran berlangsung seperti biasa. Raw memperhatikan Madam Winny yang menjelaskan tentang sihir di depan kelas. Isy mengangkat tangan beberapa kali saat Madam memberi pertanyaan dan jawaban gadis itu selalu tepat. Sebaliknya, Nichi hanya diam saja dengan tatapan menerawang ke jendela yang berada tepat di sebelahnya. Jangan salahkan dia, belajar bukanlah hal yang menyenangkan baginya.
Saat jam istirahat, beberapa murid lain memutuskan untuk pergi ke kantin sekolah, hanya tinggal beberapa orang saja yang ada di sana.
Raw hendak pergi ke kantin, seorang diri. Ia tahu, menjadi anak baru yang memiliki penampilan berbeda pasti akan sulit, tapi … hey! Ini adalah sekolah sihir, semua orang pasti berbeda!
"Raw, bolehkah aku berbicara sebentar?"
Raw mengurungkan niatnya untuk pergi ke kantin, menatap Isy yang duduk di sebelah Nichi.
"Apa yang ingin kau bicarakan?"
"Apa kau adalah salah satu dari Guardians?"
Raw mengerutkan kening. "Aku tidak tahu apa maksudmu, apa itu Guardians?"
"Kau … tidak tahu?"
Raw berkedip beberapa kali kemudian menggeleng. Isy mengangguk-angguk, Raw tidak berbohong tentang ketidaktahuannya.
"Guardians adalah penyihir khusus yang bertugas untuk menjaga keseimbangan dunia, melindungi bumi dari kerusakan, dan mencegah para penyihir gelap menguasai alam. Kau tahu Global Warming? Penyebab utama dari perubahan iklim dan beberapa bencana yang ada di dunia. Well, kita harus melindungi bumi dari hal-hal seperti itu."
"Bagaimana bisa aku adalah Guardians? Kau lihat sendiri, kehadiranku justru membuat semuanya kacau."
"Tepat!" sahut Nichi yang masih marah pada Raw.
Sebaliknya, Isy hanya tersenyum. "Kau memiliki simbol ini, bukan?"
Isy menarik tangan Nichi, menunjukkan tato berwarna biru dengan bentuk sayap yang unik. Di antara mereka, Nichi satu-satunya pemilik simbol Guardians di tempat yang paling mudah terlihat.
Raw terdiam sesaat, kemudian mengangguk pelan. Ia punya tato itu juga, dengan warna yang lain dan di tempat yang berbeda. Awalnya ia mengira itu hanya hiasan saja. Isy melepaskan tangan Nichi.
"Kami para Guardians pasti memilikinya. Kekuatanmu tidak membuat kacau, kau hanya tidak tahu bagaimana cara mengendalikan sihirmu saja. Mungkin itulah mengapa kau datang ke tempat ini. Kau bisa berteman dengan kami untuk belajar mengendalikan sihirmu itu, sekaligus berlatih menjadi Guardians."
Nichi menoleh cepat pada Isy. "Tidak boleh! Aku tidak mau berteman dengannya!"
"Apa kau ingat salah satu bagian dari sumpah kita saat menjadi Guardians?"
Nichi terdiam, bibirnya mengerucut. "Tidak boleh mementingkan diri sendiri."
"Lalu?"
"Bersedia membimbing Guardians lain yang belum mengerti arah," cicitnya. "Tapi dia hampir membunuh Tuan Ikan!"
Mendadak hawa di sekitar mereka menjadi dingin dan kering, jendela kaca kelas mereka berubah beku.
"Aku tidak tahu apa yang membuatmu menganggapku seperti itu. Kau lihat? Semua membeku tanpa kusadari."
"Itulah alasan kenapa kau harus bersama kami." Isy memegang tangan Raw, tangan gadis itu hangat, tidak seperti tangannya yang dingin.
Isy orang yang berbeda, tidak seperti teman-temannya yang lain saat berada di sekolah sebelumnya. Dia dewasa, dan berpikir dengan tenang. Raw berpikir, tidak ada salahnya menerima bantuan gadis itu, bukan? Lagi pula, jika memang betul Isy bisa membantunya, itu akan lebih baik.
Perlahan, es yang ada di sekitar mereka menghilang dan suhu menjadi hangat perlahan-lahan.
"Baiklah, aku akan bergabung dengan kalian."
Isy tersenyum. "Itu harus!" Kemudian ia menoleh pada Nichi. "Sebaiknya kau perkenalkan dirimu lagi, dengan baik, oke?"
Nichi mendengus. "Baiklah!"
Gadis itu menarik napas dalam sembari memejamkan mata. Saat membuka matanya, ia seperti orang yang berbeda, tidak ada aura permusuhan yang tampak dari tatapannya, berganti dengan senyum lebar.
"Hai, aku Nichi! Kuharap kita bisa menjadi teman baik."
Tentu saja perubahan drastis pada sikap teman barunya itu membuat Raw heran. Awalnya ia ragu, tapi ia memutuskan untuk memperkenalkan diri juga.
"Aku Raw, salam-"
Belum sempat Raw menyelesaikan perkataannya, air tiba-tiba datang hendak mengguyurnya, beruntung sebuah shield yang terbuat dari es muncul melindunginya.
Nichi bangkit dari kursi, tertawa kecil dengan wajahnya yang cerah.
"Tidak buruk, kau bisa menyambut salam perkenalanku dengan baik! Aku mau jadi temanmu, asalkan kau tidak membahayakan Tuan Ikan lagi!"
Gadis itu pergi, sedikit bersenandung. Sebaliknya, Raw hanya diam. Sebenarnya … ia sendiri tidak tahu bagaimana bisa shield itu muncul untuk melindunginya.
Isy menarik napas dalam. "Abaikan saja, Nichi terkadang sulit diatur. Kau akan merasa seperti memiliki adik yang sangat nakal saat berteman dengannya." Kemudian, ia tersenyum melihat Raw. "Well, Guardians Raw … welcome to WGAVerse."
---------------------------------
#WGAJournal
Challenge January 2022 from Madam WinLo05
Collab story with :
MimiRawdha and Resya3R
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top