Hadiah

Gadis itu menangis tersedu-sedu. Dia cukup cantik, usianya lima belas tahun, rambutnya yang agak ikal tergerai panjang sepinggang. Matanya yang besar basah oleh air mata. Namanya Ardina.

"Ardina sayang." Tiba-tiba terdengar suara yang sangat dikenalnya, suara ibunya.

Dia berhenti menangis, gadis itu menghapus air matanya lalu menoleh ke kanan dan ke kiri mencari dari mana suara itu berasal.

"Mama? Mama di mana?" Dia menoleh kebelakang dan melihat seorang wanita cantik berusia sekitar empat puluh tahun dengan pakaian serba putih.

"Sayang," kata wanita itu sambil tersenyum. Ardina langsung melompat ke pelukan wanita itu.

"Mama! Mama ke mana aja! Kenapa mama ninggalin Ardina?" keluh Ardina di tengah isaknya.

Wanita itu membelai Ardina dengan penuh kasih kemudian berkata. "Maafkan Mama, Sayang, Mama nggak bisa bersamamu lagi, tapi Mama punya hadiah sepsial untukmu."

"Apa itu?" tanya Ardina sambil menghapus air matanya.

"Dua hari sebelum berumur enam belas tahun, kamu akan dapat melihat malaikat pelindungmu, Sayang," kata Mama sambil tersenyum.

"Malaikat pelindung?" Ardina mengerutkan kening, bingung.

"Ya, Sayang, manfaatkan dengan baik ya, selamat tinggal...."

Tiba-tiba wanita itu menghilang dari pandangan. Ardina panik dan memanggil-manggil ibundanya.

"Mama! Tunggu, Ma, jangan pergi! Jangan tinggalkan Ardina, Mamaaa!"

"KRIIINGGG!!!"

Jam beker Winnie the pooh Ardina berbunyi. Ardina meraih benda itu lalu mematikannya. Ternyata hal yang baru saja dialaminya tadi itu hanya mimpi. Dia bermimpi bertemu dengan ibunya yang telah meninggal dua tahun yang lalu karena kecelakaan.

"Sudah bangun?"

Ardina tertegun mendengar suara yang berat khas cowok itu. Ini kan di dalam kamarnya, kenapa bisa terdengar suara seorang cowok? Ardina menoleh ke asal suara itu. Tak jauh dari ranjangnya, berdirilah seorang cowok yang mengenakan baju serba putih. Cowok itu memandangnya dengan tatapan tajam.

Ardina mengerjap-ngerjapkan matanya memandang cowok itu. cowok itu lumayan tampan. Usianya kira-kira 20 tahunan, wajahnya agak oriental, mirip-mirip dengan Jeon Jungkook artis korea yang lagi populer. Namun, Ardina tidak bisa terpesona pada wajah ganteng yang tiba-tiba muncul di dalam kamarnya saat dia baru bangun tidur seperti itu. Ardina malah langsung menjerit keras.

"KYAAA! HIDUNG BELANG!!!"

Ardina bangun dari ranjangnya, mengambil bantal, guling atau benda apa saja yang bisa digunakan untuk melawan cowok yang telah menyusup masuk ke dalam kamarnya itu.

"Hei, hei, siapa yang hidung belang!" kata cowok itu tersinggung.

Dia berjalan mendekati Ardina pun menjerit lebih keras sambil memanggil-manggil ayahnya.

"PAPA TOLONG! ADA HIDUNG BELANG...!" teriak Ardina kencang.

"Hoi! Kalau ada hidung belang seganteng aku, pasti semua pasti mau dikuntit." Cowok itu malah narsis.

Seorang pria setengah baya berlari tergopoh-gopoh memasuki kamar Ardina. Usia pria itu kira-kira empat puluh tahun tapi kepalanya sudah botak mengkilap. Dia mengenakan baju tidur dengan panik dan mengosok-gosok matanya yang masih mengantuk. Dia adalah Ayah Ardina

"Ada apa, Sayang? Ada apa?" tegur pria itu.

"I-itu, Pa! ada hidung belang." Ardina ketakutan, dia menunjuk ke arah cowok hidung belang yang tetap berdiri dengan santai tanpa ada rasa takut meskipun ayah Ardina telah muncul. Dia hanya bersedekap sambil memandang pria tua itu.

Papa Ardina mengamati sudut demi sudut kamar Ardina, tidak ada siapa-siapa di sana selain Ardina. Dia lalu mengambil kacamatanya yang ada di dalam saku bajunya agar pemandangan yang dilihatnya semakin jelas. Tapi tetap tidak ada siapa-siapa di sana selain Ardina.

"Mana, Sayang? Nggak ada apa-apa," kata Pria itu memicingkan mata.

"Itu, Pa! di belakang Papa!"

Papa Ardina menoleh ke belakang, tapi tak ada orang di sana. Mungkin Ardina hanya bermimpi.

"Mungkin kamu mimpi, sudahlah sekarang kamu tidur aja ya," kata Papa. Dia berlajan ke arah putri ke sayangannya tiu dan menyelimutinya.

"Tapi, Pa, itu...."

"Itu cuma mimpi, Sayang, mimpi kamu tidur ya," kata Papa menenangkan.

Ardina pun menurut, dia kembali tidur nyaman di tempat tidurnya sementara Papa berjalan keluar dari kamar meninggalkannya untuk kembali tidur. Papa berjalan menuju pintu dan menembus tubuh cowok itu. Otak Ardina berpikir sejenak.

Papa tidak bisa melihatnya. Dia bisa ditembus. Berarti dia adalah...???!!!

"HANTU!!!" teriak Ardina ketakutkan.

"Jangan sembarangan ya! Mana ada hantu secakep aku," protes cowok itu.

"Kalau gitu kamu apa?" tanya Ardina lugu.

"Aku Guardian Angel," jawab cowok itu sambil tersenyum misterius.

Ardina diam sejenak dan mengerjap-ngerjapkan matanya memandangi cowok itu."Guardian An?"

"Ya, gak bisa bahasa Inggis ya? Malaikat pelindung!" kata cowok itu sinis.

Ardina melotot. Malaikat pelindung, hal seperti itu kan hanya ada di negeri dogeng, cerita yang dulu selalu diceritakan ibunya padanya. Dan sekarang di depannya benar-benar muncul seorang malaikat pelindung?? Tidak mungkin ... ini pasti hanya khayalannya...

"Mimpi nih, pasti mimpi, benar kata Papa saatnya tidur nih," kata Ardina menyakinkan dirinya sendiri.

"Hei, jangan lari dari kenyataan!" Cowok itu memprotes, tetapi

"Tidur, tidur, aku harus tidur... kalau bangun nanti pasti udah kembali sepeti semula... pasti... nyam, nyam, nyam," dalam sekejap di sudah tertidur lelap. Sementara Guardian Angel dicuekin.

"Busyet dah, tidur lagi? Dasar kebo!" umpat cowok itu kesal.

Malaikat itu pun hanya bisa diam sambil memandangi majikannya yang sudah kembali ke alam mimpi....

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top