Berpijak di Kaki Sendiri

Ardina membuka mata pagi ini setelah semalaman menangis Papanya juga ikut menangis karena tidak tahu mengapa putrinya itu menangis dan tidak tahu harus bagaimana untuk ngehibur anak gadisnya itu.

Ardina bangkit dari tempat tidurnya. Dan memandang ke atas meja belajarnya, biasanya setiap pagi EL selalu ada di sana duduk sambil bersedekap dan berkata "Selamat Pagi cewek jelek!"

Ardina bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan ke washtafel dan mencuci muka, biasanya EL ada di belakangnya dan bakal marah kalau Ardina mengepang rambutnya.

Ardina menuju dapur di sana ada Papa yang sedang masak sarapan untuk Ardina. Dia khawatir dengan keadaan putrinya kemarin, karenanya pria itu hari ini bangun pagi untuk mendahului putrinya membuat sarapan.

"Sarapan sudah siap, Sayang," kata Papa sambil menyuguhkan makanan di hadapan Ardina.

Ardina memandang ke atas meja. Biasanya EL duduk di situ dan berkomentar tentang masakan Ardina. Ardina tidak tahan lagi.... rumah ini benar-benar penuh kenangan tentang EL, dia kembali tergugu sehingga membuat Papa jadi salah paham lagi.

***

"Met pagi, Din!" sapa Anna pagi itu. Dia dan anak-anak satu kelas rupanya sudah bikin kejutan di kelas pagi itu. Di mana-mana ada tulisan "Happy Birthday." Ardina tertegun. Ini semua tidak akan terjadi tanpa EL...

"Kenapa matamu, Din? Kok sembab?" tanya Indah Khawatir.

"Nggak apa, cuma kelilipan."

"Debunya banyak banget ya?" tegur Satya, dia bahkan juga sampai ikut datang ke kelas Ardina untuk membuat kejutan.

"Iya, banyak banget," ujar Ardina tersenyum.

"Cie ... cie ... terharu nih...."

Ardina tidak bisa berkomentar apa-apa, untung guru datang dan membuyarkan anak-anak sehingga dia tidak usah menjawab pertanyaan mereka. Dia langsung duduk ke tempatnya di pojok. Anna menawarkan duduk di sebelahnyanya tapi dia menolak, dia sedang ingin sendiri.

Hari itu pun dilewati Ardina tanpa semangat. Padahal seharusnya dia senang karena sudah tidak menjadi bulan-bulanan Anna and the genk lagi, padahal seharusnya dia senang karena dia sekarang punya banyak teman, padahal seharusnya dia senang karena bisa dekat dengan Satya yang selama ini hanya bisa dilihatnya dari jauh. Tapi ternyata semua itu tidak bisa membuatnya merasa senang, karena tak ada El di sisinya. El ... Malaikat cerewet itu telah menjadi bagian dari hidupnya.

"Kamu kenapa sih, Din?" tegur Citra karena melihat ekspresi sedih sahabatnya itu saat mereka dalam perjalanan pulang sekolah.

Bersama dengan dua sahabatnya Citra dan Sasa, Ardina menuju halte bus terdekat dari sekolah untuk naik bus yang berhenti tepat di depan rumahnya. Ardina hanya tersenyum mendengar pertanyaan Citra itu.

"Nggak papa, Cit."

"Tapi dari tadi kamu kelihatan sedih." Sasa menimpali.

"Nggak kok, perasaan kalian aja," dalih Ardina mencoba tersenyum.

Citra dan Sasa menghela napas.

"Ya sudah, kalau kamu nggak mau cerita, tapi jangan memendam kesedihan sendirian, kita ini kan sahabat, susah senang harus dibagi bersama," ujar Sasa.

Ardina tersenyum kemudian menggangguk. Mereka lalu melanjutkan perjalan menuju halte bus. Sepanjang jalan Ardina hanya diam sambil melamun. Ini adalah jalan-jalan yang pernah dilewatinya berdua dengan El dan itu membuat hatinya kembali terasa sakit.

Ardina, Citra dan Sasa menyebrang jalan melewati zebra cross saat lampu merah. Tiba-tiba dari arah kiri mereka muncul sebuah sepeda motor yang melaju dengan kencang bermaksud menerobos lampu merah. Citra dan Sasa terkejut dan langsung menghentikan langkah mereka sedangkan Ardina yang sedang melamun terus berjalan tanpa menyadari kehadiran motor itu.

"Din, awas!!!" teriak Citra dan Sasa.

Ardina tersadar dari lamunannya, dia menoleh ke samping kiri dan terbelalak melihat ada motor dengan kecepatan tinggi yang melaju ke arahnnya. Tapi mendadak kaki Ardina terasa kaku dan tak bisa digerakan dia hanya bisa diam. Motor itu melaju semakin kencang. Si pengendara motor menginjak rem mati-matian tapi motornya tetap tidak bisa berhenti dan tetap melaju ke arah Ardina.

Tiba-tiba Ardina merasakan ada seseorang yang mendorongnya dari belakang, Ardina jatuh tersungkur ke depan, motor itu melaju lewat di belakangnya, si pengemudi tergelincir dan akhirnya terjatuh dari motor. Ardina selamat.

Citra dan Sasa yang panik berlari menghampiri Ardina yang jatuh di aspal. Ardina sama sekali tidak terluka. Tapi dia hanya diam dan bengong seperti orang yang shock.

"Din? Kamu nggak papa, kan?"

"Kamu nggak luka?"

Citra dan Sasa memberondongnya dengan pertanyaan tapi Ardina tidak menggubris mereka. Dia bingung, dia yakin tadi ada orang yang mendorongnya dari belakang hingga dia tersungkur ke depan dan selamat dari tabrakan motor itu, tapi siapa? Tidak ada orang di belakangnya tadi? Siapa yang mendorongnya dan menyelamatkannya tadi?

"Si-siapa? Siapa yang mendorongku tadi, kalian berdua mendorongku?" tanya Ardina pada Citra dan Sasa.

Citra dan Sasa mengerutkan kening mereka saling berpandangan kemudian menggeleng.

"Nggak ada siapa-siapa kok, tadi kamu jatuh sendiri tidak ada yang mendorongmu," kata Sasa.

Ardina mengerutkan dahi. Dia yakin sekali tadi ada yang mendorongnya dari belakang hingga dia jatuh tersungkur. Tapi siapa? Apa El? Ardina menoleh ke kanan dan ke kiri mencari-cari sosok El di antara kerumunan orang yang mulai mendekatinya dan menanyakan kondisinya, tak ada El di sana. Ardina tertegun, benar juga, dia sudah tidak bisa melihat El lagi. Dia teringat pada kata-kata yang diucapkan oleh El sebelum menghilang.

"Aku tidak akan meninggalkanmu, aku akan tetap melindungimu dan selalu ada di sampingmu karena aku adalah malaikat pelindungmu, hanya bedanya kamu sudah tidak bisa melihatku lagi."

Ardine termenung ... Ya. .. itu tadi pasti El, El-lah yang menyelamatkannya. El sudah mengatakan bahwa dia akan selalu bersama Ardina, hanya bedanya Ardina sudah tidak bisa melihatnya lagi, ya... itu tadi pasti El... Ardina memandang ke atas langit dan tersenyum.

"Terima kasih El ... terima kasih untuk segalanya...."

Tamat, huhuhu. Tinggalkan votes dan komen ya teman. 😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top