- ,, 🐙 [Tawaran]⌇·˚ ༘
Other name: Ava (by Kalim and her family); Lionfish (Floyd); Fleurs du désert (Rook)
"Satri!"
Gadis berponi yang tadinya tengah sibuk memasukkan kurma ke dalam mulut, menoleh. Dia tersenyum lebar dan mengangkat tangan kanan, balas melambai-lambai ke arah Jamil yang barusan memanggilnya. Ketika sahabat kecil Satrinava Al-Karim memberi tanda agar gadis itu mendekat, dia cepat-cepat meraih tisu untuk menyingkirkan lengket di tangan seraya berjalan gegas menembus kerumunan orang.
Dendang lagu dari alat-alat musik yang dimainkan Kalim beserta sejumlah anggota Scarabia, menjadi musik pengiring selagi langkah membawa sang gadis berseragam hitam dengan rompi separuh dada kian mendekati Azul bersama Jamil.
Dia tersenyum sopan ke arah Azul sambil mengangguk pelan, menatapnya tak sampai sedetik kemudian beralih ke laki-laki berambut dikucir satu yang sudah dikenalnya sejak masih belum bisa membaca.
"Kau sudah kenal siapa dia, kan?" Jamil menunjuk Azul, acuh tak acuh dari nada suaranya.
Satri mengangguk, anting-antingnya bergoyang. "Tentu saja." Dia tersenyum ke arah Azul. "Azul Ashengrotto-san. Kau Housewarden Octavinille, manajer Mostro Longue, sekaligus teman sekelas Jamil."
"Benar sekali." Azul tahu bahwa dirinya cukup populer di kalangan para murid, dia senang tidak perlu repot-repot memperkenalkan diri lagi. Terutama ke depan target kontraknya yang baru. "Suatu kehormatan bisa berkenalan denganmu, Satrinava-san. Aku yakin, ini kali pertama kita bicara meskipun seangkatan." Namun, dia tetap harus menunjukkan etiket baik, profesional, dan sopan, di depan orang lain. Ada imej yang harus dijaga.
Mendengar namanya disebut membuat gadis di depan Azul tertawa singkat. "Panggil Satri saja," katanya, tangannya terangkat ke depan dada. "Apa ada hal yang kau perlukan dariku?"
Tepat setelah mengucapkan itu, Jamil menepuk bahu kanan Satri dan menatapnya sebentar. Walau tampak seperti bukan apa-apa, gestur yang Jamil berikan pada Satri tak lepas dari pandangan Azul. Dia menangkap isyarat yang seolah mengatakan; hati-hati.
Azul tersenyum lebar hingga kedua matanya terpejam. Dia sangat sadar akan reputasi yang dipegangnya sejak awal masuk NRC, dia tahu apa yang dilakukannya selain menjalankan kewajiban sebagai mahasiswa dan manajer kafe, membentuk pribadinya yang sekarang beserta rumor-rumor yang berseliweran tentangnya. Tentu saja, hal-hal itu tidak memberatkan Azul Ashengrotto sama sekali. Malahan, dia merasa tersanjung sebab orang-orang mengakui kemampuan dan eksistensinya. Lagipula, apa yang dia lakukan tak lebih dari sekadar bisnis yang dijalankan atas kesepakatan kedua belah pihak.
Hal itulah yang juga hendak Azul raih dari Satrinava Al-Karim. Keturunan salah satu saudagar kaya yang merupakan sepupu jauh dari Al-Asim, salah satu keluarga terkaya di dunia. Di bawah pengawasan Jamil Viper, hampir mustahil membujuk Kalim Al-Asim untuk membuat kontrak dengannya, bahkan celah-celah kecil untuk menyusup saja sulit ditemukan Azul karena semua hal itu ditutupi oleh kepiawaian Jamil dalam hal mengurus Kalim.
Hal berbeda mungkin saja laki-laki gurita itu dapatkan dari Satrinava, mengingat Jamil tidak ada kewajiban untuk melindunginya dan dibandingkan Kalim yang bergantungan pada si sulung keluarga Viper, Satri jelas lebih independen hampir dari segala aspek.
Selayaknya pebisnis ulung pada umumnya, sudah menjadi insting bagi Azul untuk membangun relasi dengan bermacam-macam murid NRC yang memiliki latar belakang berbeda-beda. Dibekali kemampuan berbicara dan keahlian melakukan banyak hal, Azul bisa menarik keuntungan sebanyak-banyaknya.
Jamil pergi tak lama setelah memberi tepukan, dari arah perginya laki-laki berseragam Scarabia dorm tersebut, dia hendak menghampiri tuannya.
Azul tak lantas menjawab pertanyaan Satri, gadis itu menuntunnya untuk meninggalkan lounge Scarabia yang sebentar lagi akan memasuki acara puncak, yakni penampilan tarian-tarian tradisional dan modern.
Bisingnya suara tawa, tepuk tangan, dan musik-musik bernuansa timur tengah mulai tertinggal di balik punggung keduanya. Tanpa membuang-buang waktu lebih banyak, Azul menjawab pertanyaan Satri selagi keduanya berjalan sejajar meninggalkan lantai utama menuju balkon.
"Aku menyukai Samosa buatanmu. Kuakui, itu salah satu masakan terlezat yang pernah kucoba."
"Oh?" Satri tertawa, wajahnya bersemu mendengar pujian itu seolah baru pertama kali menerimanya. "Ah, terima kasih banyak. Mendapatkan pujian dari seseorang sepertimu benar-benar membuatku senang. Lebih dari itu, aku senang kau menikmati jamuannya."
Seperti dugaan Azul, Satrinava Al-Karim lebih mudah digali daripada Jamil. Gadis berkulit kecoklatan itu terang-terangan menyebutkan sejumlah masakan yang dibuatnya malam ini, termasuk bahan-bahan yang dia gunakan. Namun, Azul menantikan satu-satunya menu yang dia yakini akan membuat lidahnya tidak melupakan citarasa luar biasa itu, sampai beberapa hari ke depan. Satri tidak spesifik menjelaskan, tetapi dia mengimplikasikan bahwa menu itu memang dibuatnya dengan resep yang tidak umum.
Ketika keduanya tiba di balkon, pemandangan langit gelap bertabur bintang menjadi pelengkap obrolan mereka. Semilir angin mengiringi pertanyaan to the point Azul.
"Apakah kau bersedia memberitahukan resep itu padaku? Sebagai gantinya, aku bisa mengabulkan apa pun yang kau inginkan."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top