- ,, 🐙 [Menemui]⌇·˚ ༘
Dominant Hand: Right (Actually, can use both)
Favorite Food: Spicy food.
Least Favorite Food: Shrimp.
Dislike: Have nothing to do.
Hobby: Writing books.
Talent: Cooking.
Azul membuang napas gusar, tangan kanannya menggeser lembaran kertas berwarna emas yang sudah ditandatangani. Meletakkan benda tipis itu di atas tumpukan kertas berwarna persis yang tak lain adalah media kontraknya.
Laki-laki Merfolks itu melepaskan kacamata dan memijat pucuk hidungnya sambil terpejam, mengistirahatkan otot-otot mata sebelum beralih ke tugas berikutnya, yakni mengecek data keuangan. Memastikan angka-angka yang tertera dalam tabel-tabel pada buku itu, sesuai dengan jumlah Thaumarks yang masuk ke dalam laci kasir.
Azul meraih cangkir berisi teh hangat dan menyesapnya sebentar, benda mungil itu baru diantarkan Jade beberapa saat lalu. Wakil Octavinille Dorm itu turut menyampaikan pembaharuan informasi terkait beberapa orang yang sudah Azul tandai selama seminggu belakangan, termasuk Satrinava Al-Karim.
Denting gelas terdengar pelan saat cangkir Azul kembali diletakkan pada tatakan. Laki-laki itu teringat bahwa sudah hampir seminggu penuh, sejak tawaran pertamanya pada Satri di malam pesta Scarabia.
Setelah menerima sejumlah informasi terkait gadis tersebut, kemudian mendekatinya sambil sedikit menyentil kekurangannya, Azul berharap perempuan itu akan luluh dengan tawaran-tawaran menggiurkan yang sepintas terdengar super-menguntungkan.
Misalnya saja, kelas privat khusus untuk mata pelajaran yang Satri kurang pahami. Di NRC, semua orang mengenal Azul Ashengrotto sebagai sosok dengan nilai akademik yang menduduki jajaran peringkat atas. Belum lagi, kepopuleran guidebook ujian yang dibuatnya tahun lalu. Bukan hanya kelas pribadi, Azul juga memberikan penawaran spesial di Mostro Longue jika Satri bersedia bekerjasama juga ajakan untuk mengunjungi museum Atlantica, ketika tahu bahwa gadis tersebut gemar membuat jurnal perjalanan.
Oh, jangan lupakan tawaran untuk menghilangkan bekas luka pada perut Satri.
Azul tidak mengatakan bahwa dia mengetahui, kalau ternyata gadis itu menyembunyikan bekas sobek seukuran jengkal pergelangan tangan di pinggang kanan, dekat perut. Akibat alasan yang masih belum bisa diuliknya. Namun, Azul sudah menawarkan gadis itu untuk mencoba krim yang bisa menyamarkan segala bekas luka dengan dalih bahwa Satri boleh mencobanya secara gratis, bila dia mau menukar informasi menu masakannya barang hanya sedikit saja.
Bahkan Azul sudah kehilangan perhitungan, berapa banyak penawaran yang dia buat-buat untuk menarik perhatian gadis itu. Sialnya, tak satu pun berhasil diterima Satrinava. Bahkan kegigihan Azul tidak membuatnya luluh.
Azul terpejam, dia tidak bisa terus-terusan fokus pada satu makanan saja. Makanan itu---bahkan dia tidak mau menyebutkan namanya sekarang---sudah terlalu banyak hal-hal yang lebih penting, berdesakan minta perhatian di dalam kepalanya. Mempertahankan prestasi di kampus, reputasi Dorm, sekaligus menjalankan bisnis kafe jelas mengikis waktu Ashengrotto muda tersebut untuk memikirkan hal-hal non-benefit.
Sayangnya, masakan Satri terdengar menjanjikan. Jika dia bisa buat, tidak hanya Samosa itu, menu lain. Masakan lain. Maka keuntungan penjualan Mostro Longue bisa saja meningkat. Apalagi jika semua citarasa masakannya sama dengan Samosa malam itu. Namun, kurasa akan sulit menemukan bahan-bahan tertentu jika masakannya memang menggunakan menu keluarga, mengingat dia berasal dari wilayah jauh dengan kondisi alam khusus.
Pasang pasir ... mungkin pembelian bahan makanannya akan lebih mahal, belum termasuk pemaketan sampai kemari. Tapi, dia punya akses dengan keluarga Al-Asim yang mungkin saja bersedia memudahkan pembelian bahan-bahan dapur, bukan itu saja ... keluarganya pun bisa menguntungkan. Ini bukan lagi soal masakan itu saja, tapi koneksi yang bisa kubangun. Hmmm.
Bunyi ketukan pintu menginterupsi bisingnya benak Azul. Suara Jade yang mengatakan, “Bos, seseorang mau bertemu denganmu.” Menyusul setelahnya. Dari nada bicara sang wakil asrama, Azul bisa menebak bahwa Jade Leech tengah berusaha menyembunyikan tawa khasnya.
“Tunggu sebentar.” Azul merapikan meja kerjanya, memasukkan tumpukan kertas kontrak ke dalam brankas lalu kembali berkata, “Silakan masuk.” Sambil kembali duduk di atas kursi kerja, lantas memasang senyum ala pebisnisnya.
Jade membuka pintu, seringai tampan menghias wajah pemilik rambut dwiwarna tersebut. Begitu dia bergeser untuk mempersilakan seseorang masuk, dengan tangan menempel di dada kiri. Azul mati-matian menahan keterkejutannya.
“Maaf mengganggu waktumu karena datang tiba-tiba, Azul-san.” Satrinava masih mengenakan seragam ketika dia melangkah masuk. Gadis berkepang satu itu membisikkan ucapan terima kasih pada Jade, membiarkan pria setinggi 190 sentimeter itu menutup pintu ruang VIP.
Sebelum Azul sempat menyambut dan menawarkan sofa di sebelah meja kerjanya, gadis itu lebih dulu berucap, “Ini soal tawaranmu. Aku mau mengajukan sesuatu.”
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top