Twenty Five

T H R E E  L I T T L E  W O R D S

Saat SMP yang ada dipikirannya hanyalah menjadi nomor satu. Ia ingin menjadi sosok yang melampaui sang Idola, All Might. Saat itu yang ia lakukan hanyalah belajar dan berlatih demi bisa masuk Yuuei, sekolah impiannya sejak lama. Sama sekali tidak terpikir ia akan menyukai seseorang. Tidak, tidak. Saat itu ia memandang semua orang sama. Mereka hanyalah pemeran tambahan, batu loncatan untuk meraih tujuannya.

Menjadi nomor satu adalah tujuannya, tidak heran ia sangat puas dengan hasil seleksinya yang berada di peringkat teratas. Tujuannya semakin dekat. Ia akan belajar dan berlatih lebih giat agar segalanya berjalan sesuai dengan yang ia rencanakan. Namun, gadis itu merangsek masuk dalam hidupnya tanpa bisa ditahan.

Tanpa diduga, ia menyukai gadis bernama [Name]. Situasi ini benar-benar diluar kendalinya. Ia tidak pernah merencanakan hal ini. Bergerak dengan insting, entah bagaimana status mereka berubah menjadi sepasang kekasih. Bakugou benci mengakuinya, tapi ia sangat bahagia [Name] berada di sisinya.

Makin hari, gadis itu kian mengejutkannya. Bakugou selalu menyaksikan sisi lain dari [Name] tiap saat. Bagaimana gadis itu sedih, saat gadis itu kecewa, menenangkannya saat [Name] tertekan dan berada di sampingnya kala [Name] susah. Tidak mudah mempertahankan hubungan mereka ketika villain tidak henti menyerang, tapi Bakugou bukan orang yang pantang menyerah. Ia tidak akan mundur hanya karena rintangan sepele.

Ia bertahan. Ia mencoba mempertahankan hubungan mereka, bahkan setelah lulus Bakugou memaksa [Name] untuk tinggal bersama karena tahu setelah magang dan bekerja mereka tidak akan punya banyak waktu luang untuk bertemu. Ia benci memikirkan gagasan bahwa ia tidak akan melihat [Name] sesering yang ia inginkan.

Tawa gadis itu ketika menonton sesuatu yang lucu, senyuman lembutnya, binar bahagia pada mata [Name] saat Bakugou melakukan sesuatu untuk menyenangkan hatinya, bahkan kata-kata manisnya yang selalu menyemangati Bakugou. Semua itu candu baginya. [Name] adalah sosok adiktif untuknya. Mana mungkin ia bisa bertahan tanpa [Name] lebih dari seminggu?

Alur hidupnya sesuai dengan perhitungannya. Setelah lulus, banyak agensi yang menginginkannya—tentu saja ia memilih agensi terbaik, sementara [Name] memilih untuk tidak mengikuti jejaknya. Hubungan dan hidup mereka mengalami banyak naik-turun, tapi setelah bertahun-tahun bersama, ada satu hal yang Bakugou yakini. Ia tidak ingin siapapun mendampinginya kecuali [Name].

Ia sudah mempersiapkan segalanya agar sempurna, bahkan ia sampai meminta bantuan Kirishima dan Kaminari untuk memastikan bahwa semuanya siap. Namun, karena temperamennya yang masih sulit dikontrol saat berhadapan dengan media, tanpa sadar Bakugou sudah melabeli [Name] sebagai tunangannya. Betapa bersyukurnya ia saat [Name] tidak keberatan dengan lamaran tak langsungnya.

Kini, bersama dengan tunangannya, Bakugou menikmati waktu bersantai di rumah mereka. Ia dengan dokumen yang harus segera diserahkan dan ditanda tangani terlepas dari hari ini adalah hari liburnya, dan [Name] dengan peralatan merajutnya. Ia berusaha untuk memusatkan seluruh fokusnya pada berkas dihadapannya, sungguh, namun [Name] dengan ekspresi damainya berulang kali mengalihkan perhatiannya.

Iris merahnya menelisik tubuh [Name]. Dahinya mengerut tak suka saat beberapa memandang perban yang membalut luka gadisnya.

Kemarin siang adalah salah satu dari pertarungan paling intens yang pernah mereka hadapi. Villain dengan kemampuan untuk melindungi diri dengan tulangnya yang sekeras baja, seseorang yang mampu berkamuflase seperti bunglon yang ternyata adalah pengebom dan partner mereka yang memiliki kemampuan destruktif luar biasa, hampir membuat mereka kalah. Hampir. Siapa sangka rencana kencan santai mereka berubah dalam sekejap menjadi medan tempur?

Mereka menang—dengan bantuan dari pahlawan profesional lainnya tentu saja, Bakugou mengumpat ketika tahu yang menjadi bala bantuannya adalah teman-teman semasa sekolahnya di Yuuei. [Name] menderita beberapa luka luar serta tulang punggung yang memar dan hampir retak, karena itu Bakugou memaksanya untuk mengambil hari libur. Ia bersikeras agar [Name] mendapatkan waktu istirahat dan ia sendirilah yang akan mengawasinya.

Bakugou mungkin tidak sadar, tapi sepersekian waktu saat villain yang mampu berkamuflase menyudutkan [Name], Bakugou takut. Ia takut pada saat itu ia akan kehilangan [Name]. Sangat takut.

"Katsuki! Kenapa memandangku begitu?"

"Hah?"

Bakugou berdehem pelan, tidak sadar kalau sejak tadi ia hanya memandangi [Name]. ia menaruh pulpennya di sebelah folder di atas meja. Pandangannya kembali mengarah pada [Name] yang juga memandangnya.

"Kenapa memandangku begitu?" [Name] mengulang pertanyaannya.

"Tidak," sanggah Bakugou. "Aku tidak memandangmu. Aku hanya ... berpikir."

"Berpikir bagaimana maksudmu? Apa yang kaupikirkan?" [Name] menaruh rajutannya yang setengah jadi di sofa sebelahnya.

Bakugou menghela napas panjang. Kedua tangannya bertautan di atas lutut. "Aku hanya berpikir, apa yang akan terjadi jika saat itu aku tidak mengungkapkan perasaanku? Apakah sekarang aku masih bisa bahagia seperti ini atau mungkin aku akan terus sendirian."

[Name] mengulas senyum kecil. "Tentu saja kau pasti akan bahagia Katsuki. Mungkin saja jika saat itu aku tidak mendengar pernyataan perasaanmu, kau sudah melangkah lebih jauh atau mungkin saja salah satu impianmu tercapai dengan lebih mudah karena tidak ada aku."

"Tapi kau adalah salah satu dari impianku, [Name]," tukas Bakugou. "Aku tidak yakin apakah aku bisa bahagia tanpamu sekarang."

Bakugou tersenyum puas begitu pipi [Name] merona kemerahan. Ia terkekeh pelan ketika [Name] mengipasi wajahnya dengan tangan sebagai usaha untuk sedikit meredakan rasa hangat yang menjalari wajahnya.

"Pertarungan kemarin menyadarkanku tentang sesuatu," lanjut Bakugou. "Saat ini, setiap keputusan yang kuambil akan berpengaruh padamu juga. Karena kelalaianku mengawasi bajingan bunglon itu, kau hampir mati. Waktu itu, entah kenapa ... aku takut. Aku takut sesuatu akan terjadi padamu dan kau akan pergi dariku."

Hening. Selama beberapa saat tidak ada dari mereka yang berbicara. Mungkin karena emosi yang masih belum bisa dikontrol, mungkin juga karena kejadian kemarin menyadarkannya bahwa dewa kematian bisa merenggut [Name] darinya kapan saja, Bakugou mengutarakan apa yang ia rasakan.

"Oi, Bakugou Katsuki," panggil [Name] dengan nada yang ia tiru dari Bakugou. "Aku adalah orang yang akan menjadi pendamping pahlawan nomor satu. Aku juga salah satu lulusan terbaik Yuuei. Apa kau pikir bajingan bunglon atau villain manapun akan membunuhku dengan mudah? Jangan meremehkanku. Aku sudah menjadi pasangan Ground Zero selama bertahun-tahun tahu! Tidak mungkin aku mati dengan mudah."

Bakugou tertawa dengan cara [Name] meniru nada dan ucapannya. Senyuman tipis masih bertahan saat [Name] ikut tertawa mendengarnya.

"Lalu, bagaimana perasaanmu setelah menjadi pasangan Ground Zero selama bertahun-tahun, eh?" tanya Bakugou dengan sebelah alis terangkat.

[Name] berdehem pelan. Ia melipat kedua tangannya di depan dada, pura-pura berpikir. "Kuakui, menjadi pasangannya tidaklah mudah. Kau tahu sendiri bagaimana pemarahnya ia. Belum lagi dengan temperamen dan kosa katanya yang kasar. Apa kau tahu kalau Ground Zero-san adalah pria yang pencemburu? Ia juga sangat protektif padaku, tahu."

"Begitukah?" Bakugou mengerling jahil. "Pasti berat untukmu bertahan dengan pria macam itu."

"Sangat berat." [Name] mengangguk setuju. "Tapi, saat bersamaku Ground Zero adalah sosok yang berbeda."

"Berbeda bagaimana?"

[Name] beranjak dari tempatnya duduk lalu melangkah mendekat. "Saat bersamaku, ia jauh lebih lembut. Kata-katanya memang sedikit kasar, tapi ia selalu berusaha menyemangatiku. Ia memang protektif dan pencemburu, tapi aku suka saat ia hanya fokus padaku. Lalu apa kau tahu? Padaku, sikap dan kata-katanya selalu dipenuhi kasih sayang. Jangan beritahu siapa-siapa, tapi aku sangat mencintainya."

Senyum Bakugou masih belum luntur. Ia meraih pinggul [Name], menuntun gadis itu untuk duduk di pangkuannya dengan hati-hati. [Name] mengalungkan lengannya di leher Bakugou, membawanya lebih dekat.

Keduanya bertatapan. Saat ini, tidak ada apapun atau siapapun yang lebih penting dari gadis di hadapannya. Tidak ada, baik di bumi dan langit, yang membuatnya begitu terpana. Bakugou bersumpah, tidak ada yang lebih berharga daripada [Name] didunianya.

"[Name]."

"Hm?"

"Kau tahu, aku sangat membencimu."

[Name] terkesiap. Tidak menyangka kalimat itu akan keluar dari bibir Bakugou, tapi sesaat kemudian ia mengulas senyum. Bakugou memiliki kebiasaan untuk menyuarakan hal yang berlawanan dengan isi hatinya. [Name] bisa melihat jelas dari cara pria itu menatapnya, lengan yang merengkuhnya dengan lembut dan hati-hati bagai penjaga, juga lengkungan bibir yang mengukir senyum. Semua itu menyatakan sebaliknya.

"Hmmmmm? Benarkah kau membenciku?"

Bakugou menjatuhkan kepalanya di bahu [Name]. "Aku sangat amat membencimu."

[Name] tertawa kecil. Ia memainkan rambut Bakugou jahil. "Aku juga sangat amat mencintaimu, Katsuki."

Aku sangat amat membencimu, [Name]. Aku benci bagaimana kau mengubahku. Aku benci saat menyadari bahwa kau satu-satunya untukku. Aku benci betapa mudahnya kau mengendalikanku. Aku benci karena kau telah menjadi prioritasku. Aku benci kehilanganmu. Aku membencimu yang membuatku sangat mencintaimu, [Name].

Finally!!! Setelah beberapa bulan menghilang dan akunku sempat bermasalah, akhirnya aku bisa publish cerita lagii.

Tadinya aku cuma berencana bikin Ground Zero's Partner cuma sampai 25 bab aja, cuma karena kulihat masih banyak yang antusias buat baca dan banyak juga yang kepengen lanjut, kupikir gak ada salahnya untuk bikin beberapa chap lagi.

Happy Holiday everyone!! Sayangnya aku masih belum bisa liburan karena belum UAS wkwkwkw, but wish me luck.

Oh iya, untuk perkembangan nama Bakugou yang baru banget dikasih tau dari manga, aku gak akan ngerubah judul buku ini atau nama pahlawan Bakugou di chap selanjutnya karena kupikir toh buku ini juga dibuat sebelum aku tau siapa nama heronya Bakugou.

Happy Reading guys!!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top