Twenty Eight

L O R D  O F  H U G S

Semenjak kehamilannya diketahui publik, [Name] mendapatkan banyak ucapan selamat juga seruan iri—baik iri karena ia yang pertama kali mengandung di antara teman-temannya, juga iri karena sikap Bakugou padanya setelah berita ini diumumkan. Sudah menjadi rahasia umum kalau Bakugou adalah pria yang protektif, tapi setelah [Name] hamil? Sikap protektifnya melonjak drastis hingga ia tidak bisa pergi kemana pun tanpa ditemani suaminya.

Memasuki trimester kedua, Bakugou bersikeras agar [Name] mengambil cuti dari agensinya. Selain karena khawatir akan terjadi sesuatu saat bertugas, Bakugou juga tidak ingin [Name] terlalu lelah atau stress karena dokumen yang menumpuk. Bayangan tentang [Name] yang menjadi target villain terus menghantuinya hingga [Name] sendiri yang berusaha meredakan kegelisahan suaminya.

"Katsuki, aku memang sedang mengandung, tapi bukan berarti aku tidak bisa melawan villain," tukas [Name] tegas setelah beberapa minggu terakhir Bakugou memperlakukannya seolah ia anak kecil. "Quirk-ku telekinesis, aku bisa bertarung jarak jauh dan mengulur waktu untuk melarikan diri jika memang diperlukan."

Bakugou terdiam. Iris merahnya menatap [Name] penuh telisik yang dibalas dengan pandangan tidak gentar. Menyadari bahwa ia tidak akan bisa menang dari istrinya, Bakugou menghela napas tak berdaya.

"Ambil cuti," putus Bakugou. "Itu atau aku akan tetap memperlakukanmu seperti sekarang."

[Name] hanya bisa menurut. Setelah berjanji bahwa suaminya akan berubah, [Name] langsung mengabari pihak agensi. Kabar cutinya disambut baik oleh pihak agensi—[Name] curiga ada campur tangan suaminya, namun ia tidak berkomentar. Sejak saat itu, Bakugou memang tidak seprotektif dulu, tapi suaminya masih enggan membiarkannya seorang diri terlalu lama.

"Aku hanya ingin berada di sampingmu jika terjadi sesuatu," kata Bakugou memberi alasan. Ekspresinya tampak memberengut kesal setelah berulang kali [Name] mengoceh kalau ia bukanlah wanita lemah sehingga tidak perlu dijaga terus-menerus. "Apa salah jika aku ingin menghabiskan waktu lebih banyak denganmu dan bocah itu?"

Skakmat.

Dihadapkan dengan ekspresi menggemaskan Bakugou yang mencebik kesal, [Name] tidak sanggup menolak keinginan suaminya. Dengan sedikit berat hati, juga perasaan bahagia yang membuncah diam-diam, [Name] mengiyakan permintaan Bakugou yang tidak akan mengambil lembur hingga persalinannya.

Percayalah, selain dari dukungan 'Keputusan yang sangat jantan, Bakugou!' dan 'Aku tahu kalau kau tidak bisa jauh dari istrimu' agensi Bakugou sempat kecewa, tapi memaklumi keputusan sang pro-hero. Tidak ada yang bisa mengubah keinginan Bakugou jika pria itu sudah memutuskannya.

"Jangan menelpon setelah shift-ku berakhir atau di hari liburku kecuali situasi hidup dan mati, Kirishima," desis Bakugou dengan nada rendah. "Jangan pernah berani."

[Name] hanya bisa tertawa mendengar Kirishima mengeluh bahwa suaminya kian ganas seiring dengan semakin besar umur kandungannya.

Selain sikap protektifnya, Bakugou membangun kebiasaan baru setelah kehamilannya. Pria itu semakin sering menyentuhnya. Dulu, Bakugou akan sedikit enggan memperlihatkan afeksinya pada [Name] di hadapan publik, namun sekarang? Bakugou akan protes jika [Name] tidak membiarkan pria itu memeluk pinggulnya dengan sebelah lengan.

Ketika memasak? Bakugou akan mengurungnya dengan kedua lengan kekarnya, tidak peduli dengan komplen yang ia layangkan karena tidak bisa bergerak dengan leluasa. Ketika kencan di luar rumah? Mereka akan berjalan bersisian dengan lengan Bakugou melingkar bahunya dengan alasan 'aku melakukan ini agar kau tidak kedinginan bodoh'. Bahkan ketika berbelanja pun Bakugou bersikukuh untuk mendorong troli dan menggenggam tangannya secara bersamaan.

Tidak jarang, suaminya pulang sedikit terlambat untuk mampir sebentar ke toko swalayan demi membeli bahan-bahan makanan—karena pria itu bersikukuh untuk memasak makanan apapun yang [Name] inginkan. Tidak sampai disitu, karena ia bukanlah wanita yang terbiasa diam di rumah, [Name] seringkali berjalan di taman lokal selama satu jam untuk menikmati perubahan musim, yang berakhir dengan kedua kakinya membengkak. Bakugou tidak sungkan untuk memijat kakinya barang beberapa menit tiap kali pulang patroli.

Saat Kirishima menyebutnya sebagai pria yang romantis, Bakugou berkilah. "Aku tidak romantis, Rambut Aneh. Aku hanya tidak ingin [Name] memaksaku pergi belanja di tengah malam kalau ia menginginkan sesuatu. Lagipula mendengarnya meringis karena kaki yang membengkak sangat mengganggu, tahu."

Benar-benar tidak bisa dipercaya. Bakugou Katsuki yang itu kini tidak bisa berada jauh darinya atau ia akan gelisah.

[Name] meringis terkejut saat tendangan kecil menghantam perutnya. Matanya perlahan mengerjap, membiasakan diri dengan cahaya dari arah jendela. Ia berusaha mengingat apa yang ia lakukan sebelum tertidur.

"Oi bocah, jangan ganggu tidur Ibumu," bisik Bakugou pelan. Suaranya terdengar dekat dengan telinganya. "Biarkan ia beristirahat."

[Name] tersenyum simpul. Ia ingat beberapa jam lalu meminta Bakugou untuk menggeser sofa mereka agar lebih dekat dengan jendela untuk menyaksikan hujan deras. Entah kenapa, suara air yang membentur kaca juga suara gemuruh yang sayup-sayup terdengar di kejauhan menenangkannya. Suaminya langsung mengiyakan permintaan [Name] dengan iming-iming bisa merengkuhnya.

Kini, hujan mulai mereda. Langit sudah lebih cerah daripada beberapa jam lalu. Namun, ia masih enggan beranjak dari kukungan kuat suaminya. [Name] terkesiap ketika kaki kecil menendang perutnya lagi. Sudut bibirnya tertarik lebih dalam saat telapak tangan besar Bakugou mengusap perutnya seraya membisikkan sesuatu yang ditujukan pada anak mereka.

"Katsuki..." erang [Name]. Ia menggeliat, mencari posisi paling nyaman sebelum kembali tenggelam dalam pelukan sang Suami.

"Aku di sini," Bakugou mencium pelipis [Name] sambil menyisir rambut wanitanya dengan jari. "Tidur lagi kalau kau masih lelah."

[Name] menggeleng pelan. Ia menyembunyikan wajah di kaus Bakugou, membiarkan dirinya tenggelam dalam aroma karamel. [Name] mendesah puas. Tidak ada tempat yang lebih nyaman baginya daripada pelukan Bakugou. Tubuh hangatnya, aroma manis, sentuhan ringan dan bisikan lembut suaminya. Semuanya sempurna.

"Apakah ia menyakitimu?" Bakugou menyandarkan kepalanya pada puncak kepala [Name].

"Tidak juga. Aku sudah terbiasa," kekeh [Name] pelan. Ia mendongak, beradu tatap dengan Bakugou yang sudah lebih dulu mengamatinya. "Aku memiliki firasat bahwa anak kita akan mirip sepertimu."

Sebelah alis Bakugou terangkat. "Kenapa begitu?"

[Name] mengangkat bahunya. "Entahlah, saat membayangkan bagaimana rupa anak kita, aku hanya teringat sosokmu saat kecil. Mata merah besar juga rambut pirang berantakan. Sikapnya yang terkesan acuh tapi sangat peduli dengan teman-temannya. Aku yakin, anak kita juga pasti mempunyai seringai yang sama sepertimu."

"Idiot," dengus Bakugou. Tidak ada nada menghina atau amarah pada satu kata itu. Hanya ada kasih sayang.

"Menurutmu ia laki-laki atau perempuan?"

"Perempuan," sahut Bakugou tanpa ragu. "Tidak ada bukti pasti sampai kunjungan dokter berikutnya, tapi aku yakin ia perempuan."

Benak [Name] seketika dipenuhi dengan bayangan Bakugou kecil versi perempuan. Seorang gadis kecil yang agak pongah dengan senyum lebar saat mendapatkan quirknya. Pikirannya terus menjelajah hingga membayangkan gadis kecil itu tumbuh menjadi gadis muda. Ekspresinya mulai berubah serius, sikapnya lebih dewasa, namun senyumnya masih sama. Hanya dengan membayangkan sosok anaknya kelak, [Name] sudah sesak dengan kebahagiaan dan tidak sabar bertemu dengannya.

"Bagaimana kalau ternyata anak kita adalah laki-laki?" tanya [Name] lagi.

"Kalau begitu aku akan mengajarinya semua yang kutahu untuk menjadi pro-hero terbaik," cetus Bakugou antusias. "Tapi aku yakin anak pertama kita perempuan. Aku hanya berharap ia mirip seperti dirimu pada satu hal."

[Name] mengusap perutnya yang membesar. "Apa itu?"

"Ia harus bisa menghajar siapapun yang berani menyakitinya," tukas Bakugou. "Atau saat ia besar nanti aku akan masuk penjara karena menghabisi para ekstra yang nekat melukai gadisku."

[Name] tertawa lepas. Bagaimanapun manisnya Bakugou saat hanya mereka berdua, tetap saja sisi beringasnya tidak akan pernah hilang. Jika anak mereka benar-benar perempuan, ia harus ekstra keras mengingatkan suaminya bahwa kekerasan bukan solusi dari semua masalah.

"Hei, aku tidak bercanda!" Bakugou mendorong [Name] menjauh dengan hati-hati. "Aku akan mencekik dan meledakkan ekstra yang akan melukai gadisku."

"Aku tahu, aku tahu. Kau akan jadi Ayah paling hebat yang ada di muka bumi untuk anak kita, Katsuki," [Name] mengangkat kedua tangannya ke arah Bakugou. "Sekarang peluk aku lagi. Aku kedinginan."

Bakugou berdecak, tapi tidak menolak. Ia menggerutu tentang pakaian [Name] yang tipis saat hujan badai baru saja berlalu. Kali ini Bakugou menuntun [Name] untuk berbaring menyamping. Kantuk mulai menyambut [Name] saat telapak hangat Bakugou mengusap perut dan membelai helaian rambutnya.

"Kau tahu Katsuki?" gumam [Name]. "Sepertinya julukan Lord of Hugs lebih cocok untukmu daripada Lord Explosion Murder. Pelukanmu yang terbaik."

"Apa kaubilang, idiot?!"

[Name] tidak bisa menahan kekehannya. "Aku menyayangimu Katsuki."

Bakugou tidak menyahut. Namun, sapuan bibir pada kening [Name] dan remasan di bahunya mengatakan seluruh isi hatinya. Tidak lebih banyak daripada aku.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top