Six

D O M E S T I C

Seharusnya Kirishima sudah menyangka bahwa kata 'tidak' adalah jawaban dari pertanyaannya. Bakugou bukanlah orang yang menyukai kegiatan berkelompok, bahkan ia merasa bahwa dirinya lebih hebat saat sendirian dan ia yakin Kirishima sudah mengetahui hal itu. Lalu apa yang membuatnya berpikir Bakugou akan menyetujui ajakannya untuk pergi makan dan belanja bersama teman-teman sekelas lainnya?

"Ayolah Bakugou, yang lain sudah setuju untuk ikut. Hanya kau saja yang tidak. Memangnya kau ingin melewatkan momen kita bisa pergi sekelas? Kesempatan seperti ini tidak akan datang dua kali," bujuk Kirishima menggunakan alasan yang sama selama beberapa menit terakhir, namun Bakugou masih teguh dengan pendiriannya.

"Ada banyak kesempatan seperti ini pun aku tidak akan ikut," tolak Bakugou untuk kesekian kalinya. "Pergi ganggu yang lain saja, Rambut Aneh."

"Jangan seperti itu, Bakugou. Bergaul dan menghabiskan waktu bersama teman-teman yang lain juga hal yang baik," kata Kirishima masih belum menyerah. "Apa kau baru akan ikut kalau [Name] ikut? Ahh ... tapi [Name] berkata hanya akan ikut kalau kau ikut. Kalian ini pasangan membingungkan."

Bakugou menyeringai tipis. Kalau [Name] sampai menggunakan namanya untuk berkelit artinya ia juga tidak antusias dengan acara kelas ini. Membayangkan bersama dengan para ekstra yang berisik itu selama berjam-jam tanpa [Name], rasanya Bakugou sudah hampir gila. Dan ia baru membayangkannya. Tidak. Jadwal sekolah dan latihan belakangan ini terlalu padat dengan alasan demi menyiapkan mereka di saat Liga Penjahat sedang sangat aktif. Lebih baik menggunakan kesempatan ini untuk melakukan sesuatu bersama [Name], rasanya sudah lama sekali sejak ia menghabiskan waktu berdua dengan gadisnya. 

"Aku tidak akan pergi, Rambut Aneh," kata Bakugou final. Ia bangkit dari kursinya, menjauh dari Kirishima dan rengekannya tentang betapa penting menjaga hubungan dengan teman sekelas karena mereka pasti akan bertemu lagi setelah lulus.

Bakugou tidak mengucapkan sepatah kata pun setelahnya. Ia mengabaikan Kirishima. Tidak ada yang bisa mengubah keputusan finalnya. Mana mungkin ia merelakan waktu bersama dengan [Name] hanya untuk berkumpul dengan teman sekelasnya.

***

[Name] menolak halus ajakan Ashido dan Hagakure untuk berbelanja bersama. Ia sedang tidak mood untuk melakukan kegiatan bersama orang lain, bahkan untuk menolak ajakan mereka ia harus sampai menyebut nama Bakugou, tahu kalau kekasihnya akan mengerti maksudnya. Dan benar saja, ia langsung tahu dari Ashido kalau Bakugou juga menolak ajakan Kirishima untuk pergi bersama.

Ia menduga Bakugou menolak agar bisa melakukan sesuatu bersama, mungkin latihan bertarung seperti yang beberapa waktu lalu Bakugou janjikan. [Name] sama sekali tidak menyangka inilah yang akan mereka lakukan.

Berdua di ruang bebas lantai satu. Bakugou mengerjakan tugas sementara ia sibuk membaca novel sambil bersandar pada kekasihnya. Suara hujan dan semak-semak beradu dengan jendela yang diiringi dengan gemuruh juga suara detik jam memecah keheningan.

[Name] menghela nafas panjang. "Kenapa mengerjakan tugas di sini, Katsuki?"

"Mengganti suasana," jawab Bakugou tanpa mengalihkan pandangan dari buku. Tangannya masih sibuk menuliskan jawaban. "Para ekstra itu tidak akan pulang dalam waktu dekat dengan hujan sederas ini. Tidak ada salahnya menguasai ruangan yang biasanya penuh dengan manusia berisik seperti mereka."

[Name] tidak bisa menahan diri untuk tertawa. Ia bisa merasakan tatapan Bakugou beralih padanya sejenak. "Mereka masih temanmu, Katsuki."

Bakugou mendengus kasar. "Mereka bisa terus bermimpi."

Ia menyembunyikan tawa di lengan Bakugou yang menjadi sandaran. Ia selalu merasa jawaban ketus Bakugou adalah sesuatu yang lucu, terutama ketika berhubungan dengan teman-temannya. Berulang kali ia mengingatkan tentang status 'para ekstra' itu adalah temannya, namun jawaban Bakugou masih membuatnya tergelak. Sikapnya yang cuek dan jutek seringkali berkebalikan dengan apa yang ia maksudkan.

"Kupikir kita akan latihan atau kau akan membantuku mengembangkan quirkku karena kita memiliki waktu berdua," ujar [Name] menyuarakan pikirannya. Ia sedikit mendongak agar bisa menatap Bakugou karena kepalanya bersandar di bahunya.

"Aku harus menyelesaikan tugas esai ini dulu sebelum membantumu," kata Bakugou. Ia bergerak untuk menyesuaikan posisi agar [Name] bisa lebih nyaman saat bersandar padanya. "Kenapa Present Mic harus memberi tugas esai yang tidak ada hubungannya dengan menjadi Pahlawan!?"

[Name] terbahak mendengar gerutuan Bakugou. Ia menutup novelnya, menyibak selimut yang menutupi setengah tubuhnya. [Name] meringis saat kakinya menyentuh lantai yang dingin. Ia bertanya-tanya dalam hati, bagaimana bisa Bakugou terlihat tidak terpengaruh dengan suhu dingin saat ia hanya memakai kaus tanpa lengan.

"Aku mau membuat susu hangat, kau mau sesuatu?"

"Apa saja."

Suara langkah kaki [Name] menggema bersamaan dengan suara petir yang menggelegar. Benar kata Bakugou, teman-teman mereka tidak akan kembali dalam waktu dekat di tengah badai seperti ini. Betapa ia bersyukur menolak ajakan Hagakure dan Ashido saat itu. Ia membayangkan kesalnya Iida karena lupa mengecek prakiraan cuaca, Midoriya yang berusaha menenangkannya, para teman gadisnya yang sibuk membicarakan topik terhangat di kelas, juga riuhnya suasana para teman laki-lakinya. Mungkin saat ini mereka tengah berada di tempat makan karena lapar sekaligus berteduh.

Ia membuka laci atas, mencari sebungkus susu cokelat favoritnya juga teh dan bubuk jahe. Bakugou menyukai sesuatu yang pedas, mirip dengan sifatnya. Ia pernah memergoki Bakugou menyesap teh jahe di tengah malam lantaran tidak bisa tidur. Sejak saat itu, [Name] tahu salah satu minuman kesukaan Bakugou adalah teh jahe. Lagipula di cuaca seperti ini, tidak ada yang lebih menyenangkan daripada meminum sesuatu yang hangat bersama dengan orang yang disayangi.

[Name] mengetukkan jarinya di atas meja, menunggu air yang ia masak mendidih. Tatapan matanya beralih ke luar jendela, mengamati langit yang kian gelap seiring dengan gemuruh yang bersahutan juga jendela yang berembun. Senyum menghiasi wajahnya, senang dengan fakta kesunyian di antara dirinya dan Bakugou adalah bentuk rasa nyaman.

"[Name], apa yang kaulakukan? Kenapa lama sekali?" suara Bakugou terdengar sampai ke dapur, menarik [Name] dari lamunannya.

"Sebentar Katsuki," sahut [Name] sambil mematikan kompor saat air mendidih. Ia menuang air ke dalam gelas dengan hati-hati lalu mengaduknya sejenak. "Tidak sabaran sekali."

Bakugou mendecih pelan. Sesaat setelah [Name] menaruh kedua mug yang masih mengepul, ia menarik tangan [Name] untuk kembali duduk di sebelahnya. "Aku hanya tidak ingin kau berada begitu jauh dariku. Memangnya salah?"

"Aww ... aku hanya pergi untuk beberapa menit dan kau sudah merindukanku? Menggemaskan sekali," [Name] membuka kedua lengannya lebar-lebar lalu menarik Bakugou ke dalam pelukannya. "Aku menyayangimu, Bakugou Katsuki."

Meskipun tidak melihatnya, [Name] bisa merasakan Bakugou menyeringai tipis dengan ucapannya. Senyuman [Name] melebar saat Bakugou mengusak rambutnya seraya berkata. "Ya, ya ... aku juga menyayangi diriku. Sekarang, minggir. Aku benar-benar harus menyelesaikan esai ini lalu kita akan berlatih bersama, oke?"

"Oke."

[Name] melepaskan pelukannya, kembali menyamankan diri dengan menyandarkan punggungnya di lengan kiri Bakugou, membelakanginya. Ia meraih mugnya, menyesap perlahan susu cokelatnya. Senyum senang terpatri di wajahnya. Segalanya terasa sempurna. Keheningan dengan suara hujan yang sesekali diselingi oleh deru gemuruh dan jarum detik jam, susu cokelat hangat berada di meja, novel kesukaannya berada dalam genggaman dan kekasihnya berada di sisinya. Apa yang lebih sempurna dari ini?

Perlahan tapi pasti, kepalanya mulai terasa berat begitu juga dengan matanya. Kata-kata yang tertulis di buku agak mengabur. Hal selanjutnya yang [Name] sadari adalah dunianya menggelap.

Sudah setengah jam berlalu sejak [Name] membuatkannya teh jahe, selama itu pula ia sibuk dengan tugasnya, tidak menyadari sekitar kecuali keberadaan [Name] di sampingnya. Bahkan, ia tidak sadar jika [Name] tidak mengajaknya berbicara sejak tadi. Raut wajah Bakugou sedikit melembut mendapati [Name] tertidur pulas, novel dalam genggamannya hampir saja terlepas dan selimut yang menutupi kakinya merosot.

"Kau malah tertidur saat aku selesai dengan tugasku, idiot," tidak ada nada marah atau sarkas dalam ucapan Bakugou. Ia malah terlihat seperti sedang mengagumi sesuatu saat pandangannya melekat pada [Name].

Bakugou merubah posisinya menjadi agak menyamping, membiarkan [Name] bersandar di dadanya. Ia mengambil buku [Name] dan melipat ujung halaman sebagai tanda lalu menarik selimut agar menutupi tubuh mereka. Jemarinya bergerak tanpa sadar memainkan ujung rambut [Name], berhati-hati agar tidak membangunkan gadisnya yang sibuk dengan alam bawah sadarnya.

Mungkin karena lelah mengerjakan tugas, mungkin juga suara hujan memberi efek menenangkan. Beberapa saat kemudian, matanya terpejam.

***

"Astaga, aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat sekarang," itulah yang pertama kali diucapkan ketika mereka memasuki asrama. Yang lainnya berebut untuk masuk, penasaran dengan apa yang tengah diributkan.

"Astaga! Apakah yang kulihat ini benar atau aku sedang berhalusinasi," suara Kaminari diikuti dengan suara ketidak percayaan oleh yang lain.

"Bakugou ternyata orang yang romantis. Aku tidak percaya ini," suara Ashido terdengar sebagai salah satu yang paling keras.

"Bermesraan di tempat yang bisa dilihat oleh orang lain. Aku tidak tahu harus berkata ia romantis atau tidak tahu malu," gumam Yaoyorozu menggelengkan kepala.

Untuk beberapa menit ke depan, hanya suara kamera yang terdengar. Mereka berlomba-lomba untuk mengabadikan momen yang paling jarang mereka temui. Dengan pemandangan Bakugou dan [Name] tertidur berdua sambil berpelukan di sofa adalah harga yang pantas untuk menerima ledakan langsung Bakugou.

Tadaaahhhh... Another soft side of Bakugou. Kapan lagi kan kelas 1-A mergokin Bakugou yang lagi romantis..

Hope you enjoy it guyssss!!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top