Seventeen

M O R N I N G

Bakugou mengerang lemah. Tidur nyenyaknya terganggu dengan sinar matahari yang menyeruak masuk melalui celah tirai jendela kamar. Kepalanya menoleh ke arah jam dan mendesah kesal. Di hari liburnya, ia terpaksa bangun kelewat pagi akibat sudah terbiasa dengan shift awal.

Ia berusaha menggerakkan tubuhnya, namun tidak bisa karena ada sesuatu yang menahannya. Bibirnya mengulas senyum saat matanya bersirobok dengan wajah gadisnya yang tengah tertidur. [Name] merebahkan kepalanya di dada Bakugou, memberi akses pada pria itu untuk memeluknya lebih erat. Dan itulah yang dilakukan Bakugou. Perlahan, ia mengeratkan rengkuhannya, menyandarkan pipinya di puncak kepala [Name] sambil sesekali menyapukan bibirnya di sana.

Pikirannya melayang pada kejadian beberapa waktu lalu. Kejadian yang hampir merenggut nyawa gadisnya. Kejadian yang membuat Bakugou merinding setiap kali mengingatnya. Penculikan [Name].

Setelah kejadian itu, Bakugou hampir tidak pernah beranjak dari sisi [Name]. Saat harus patroli atau menjalankan misi, Bakugou memastikan setidaknya ada satu orang yang ia kenal bersama dengan gadisnya. Terkesan overprotektif dan posesif memang, tapi Bakugou melakukan hal itu bukan tanpa alasan. Ia tidak ingin dihantui oleh bayangan akan kehilangan [Name]. Tidak sanggup.

Tanpa sadar jemari Bakugou membelai lembut helaian rambut [Name]. Aroma khas dari sampo yang gadisnya gunakan menguar. Usapan turun hingga ke leher lalu punggung. Bakugou meringis saat jarinya bersentuhan punggung [Name] yang masih terbalut perban. [Name] terluka akibat keteledorannya, itu yang ia percaya.

Masih dibayangi oleh ketakutannya, tangan Bakugou dan tangan [Name] terjalin. Ia hampir saja kehilangan tangan yang selalu membantunya, tangan yang tidak pernah lelah meraihnya, tangan yang ia cari kala membutuhkan kenyamanan. Tangan yang kini tersemat cincin di jari manisnya pertanda betapa seriusnya Bakugou terhadap hubungan mereka. Bakugou mengangkat tangan mereka hingga batas kepala lalu menempelkan bibirnya pada punggung tangan [Name] sembari berulang kali mengucap syukur dalam hati.

Bakugou menghela napas panjang. Entah sejak kapan Bakugou merasakan perasaan ini pada gadis bodoh yang masih tertidur nyenyak di atasnya. Perasaan rindu saat gadis itu tidak berada di sampingnya. Perasaan yang mendorongnya untuk selalu berada di dekatnya. Perasaan mendamba yang amat sangat. Kasih sayang.

Alih-alih menatap langit-langit kamar, Bakugou memusatkan seluruh perhatiannya pada gadis yang berulang kali membuatnya terpesona. Bagaimana senyum gadis itu menular hingga terkadang ia tidak bisa menahan diri untuk ikut tersenyum. Setiap ucapan [Name] yang mampu menenangkan kegelisahannya. Tatapannya yang memelas sambil menggigit bibir kemudian mengucapkan namanya setengah memohon saat ia meminta sesuatu. Cara gadis itu menunjukkan kasih sayangnya.

Mata [Name] yang berbinar bahagia saat Bakugou melakukan sesuatu untuknya. Pelukan hangat yang selalu ia terima di hari yang buruk. Sifatnya yang khawatir berlebihan tentang keselamatannya, walaupun [Name] tahu benar Bakugou tidak akan terluka dengan mudah. Kebiasaan menggemaskan untuk mengenakan hoodie Bakugou dan selimut tapi masih merengek agar Bakugou mau berbagi kehangatan tubuhnya dengan alasan karena quirkmu, suhu tubuhmu jauh lebih hangat Katsuki. Tawanya yang terdengar merdu di telinga Bakugou saat ia menggerutu dan mengutuk sesuatu. Ketegaran gadis itu ketika mengalami kesulitan. Bagaimana air mata [Name] mampu meluruhkan seluruh pertahanannya juga membuatnya dikuasai amarah. Kesabaran gadis itu ketika menghadapi sifat buruknya.

Semuanya. Semua yang ada pada gadis ini membuat Bakugou terpesona.

Bagaimana bisa kau mengubahku menjadi seperti ini [Name]? Mengubah pandangan dan duniaku dan memastikan agar kau selalu berada di sisiku? Gumam Bakugou dalam hati. Tangannya masih belum berhenti membelai [Name]. Sial. Dasar keparat lemah. Bagaimana mungkin seluruh dunianya terpengaruh oleh satu gadis?

Bakugou ditarik paksa ke dunia nyata saat gadis yang tengah menggunakannya sebagai bantal mengerang lemah dan menggesekkan pipinya di dada Bakugou. Memandangi gadisnya bertingkah menggemaskan, Bakugou tersenyum kecil.

"Bertingkah imut seperti ini adalah kejahatan besar kautahu?" bisik Bakugou.

"Hmmm ... Katsuki?" erang [Name]. Ia mengangkat wajahnya untuk menatap Bakugou, namun rambutnya menutupi wajah. "Kenapa kau sudah bangun? Jam berapa ini?"

Menyadari wajahnya agak menghangat, Bakugou memaksa [Name] kembali membenamkan wajahnya. "Masih terlalu pagi untukmu. Kembalilah tidur."

"Benarkah?" [Name] menyibak rambutnya sehingga ia bisa melihat wajah Bakugou dengan jelas. "Lho, Katsuki kenapa wajahmu memerah? Kau demam?"

Bakugou berdecak kesal. "Tidak. Aku baik-baik saja. Cepat tidur, kau butuh istirahat yang banyak. Kau hanya akan merepotkanku kalau tidak kunjung sembuh."

Seperti biasa, [Name] tidak tersinggung dengan ucapan kasar Bakugou. Sebaliknya, ia mampu mengetahui makna tersirat dari kalimat kasar yang dilontarkan. Alih-alih menuruti keinginan Bakugou, [Name] malah menumpukan dagu di dada Bakugou berusaha menatap pria itu dengan sebelah alis terangkat.

"Apa itu nada khawatir yang kudengar?" goda [Name]. Ia tak tahan untuk mengulas senyum menyadari wajah Bakugou semakin menghangat. "Aww ... apakah Ground Zero yang tangguh dan hebat itu mengkhawatirkanku? Aku merasa tersanjung."

"Kau hanya berdelusi karena baru bangun tidur, [Name]," Bakugou mendecih namun tidak menghentikan belaiannya pada rambut [Name].

"Aww ..." gumam [Name] berpura-pura kecewa. "Apa itu berarti Ground Zero-san tidak mengkhawatirkanku sama sekali? Padahal aku ingin sekali dikhawatirkan olehmu."

Bakugou menyentil dahi [Name] lalu mengusak rambut gadis itu pelan. "Yang benar saja. Mana mungkin tidak khawatir, idiot? Sekarang berhenti bergerak sebelum lukamu terbuka lagi."

[Name] terkekeh pelan. Ia sudah benar-benar paham dengan kebiasaan Bakugou. Hanya saja, ada yang mengganggu pikirannya. Ia kembali membenamkan wajahnya di kaus tunangannya, mengusap lengan Bakugou dengan ibu jarinya.

"Aku masih di sini, tahu. Aku baik-baik saja," gumam [Name] seakan mengerti isi pikiran Bakugou. "Aku tidak kemana-mana, Katsuki."

Napas Bakugou tercekat mendengar ucapan [Name]. Pergerakan tangannya berhenti saking terkejutnya. Bagaimana gadis itu tahu apa yang ia pikirkan? Apa perasaan dan pikirannya memang terlihat sejelas itu?

"Tentu saja tidak, Katsuki," [Name] tertawa kecil saat Bakugou menyuarakan pikirannya tanpa sadar. "Tidak semudah itu mengetahui apa yang kaupikirkan. Aku hanya menebaknya karena sudah bersamamu beberapa tahun terakhir. Bukankah wajar aku mengetahui apa yang berada di kepalamu itu, hm?"

[Name] kembali mendongak, beradu tatap dengan Bakugou yang sudah lebih dulu memperhatikannya. "Apa yang terjadi beberapa waktu lalu bukan salahmu Katsuki. Penculikanku adalah akibat keteledoranku sendiri. Aku yang masih belum cukup kuat untuk melawan villain dengan tingkat seperti itu."

Sebelum Bakugou mampu menyela, [Name] buru-buru melanjutkan. "Kalau kau tidak terima dengan alasan itu, anggap saja kalau quirkku dirugikan karena melawan quirk villain itu. Tidak perlu menyalahkan dirimu untuk sesuatu yang tidak bisa kaukendalikan."

Bakugou merengut. Ia merubah posisi hingga berbaring menyamping dengan [Name] di hadapannya. Sebelah tangannya menangkup wajah [Name]. Sirat matanya melembut begitu beradu tatap dengan [Name].

"Bagaimana bisa?" bisik Bakugou. "Bagaimana bisa aku tidak menyalahkan diri sendiri ketika kau disandera dan aku mendengarnya langsung tapi tidak mampu berbuat apa-apa? Aku hampir kehilanganmu, [Name]. Karena villain yang memanipulasi besi itu sebelumnya adalah lawanku dan aku membiarkannya kabur, aku hampir kehilanganmu."

"Tapi aku masih di sini Katsuki. Aku masih bersamamu," seakan mencoba membuktikan ucapannya, [Name] menggenggam erat tangan Bakugou yang berada di pipinya. "Aku tidak akan kemana-mana. Kau tidak kehilangan aku."

Bakugou menarik napas panjang dengan mata terpejam. Sesaat kemudian, ia kembali membuka mata kali ini dengan senyuman kecil. Bakugou mendekatkan wajah lalu menyapukan bibirnya di kening gadisnya.

"Jangan pergi ke tempat yang tidak bisa kuraih, mengerti gadis bodoh?" gumam Bakugou pelan. "Aku tidak mengizinkanmu pergi dariku. Tidak akan."

"Aku mengerti," balas [Name]. Senyum gadis itu merekah ketika sebuah ide muncul di kepalanya. "Katsuki, karena pagi ini moodmu sangat romantis. Boleh aku ... minta dibuatkan panekuk cokelat?"

"Hah?"

"Kumohon Katsuki ... panekuk buatanmu itu yang terbaik."

Bakugou mendecih. Ia tidak pernah bisa mengucapkan 'tidak' jika [Name] menatapnya memelas seperti itu. Sejujurnya ia masih ingin merengkuh gadisnya lebih lama, tapi kalau sudah begini ia tidak mampu menolak.

"Baiklah, baiklah. Dasar gadis menyebalkan. Aku terlalu memanjakanmu akhir-akhir ini," dengan berat hati Bakugou beranjak dari kasurnya.

"Katsuki, jangan lupa ..."

"Ekstra cokelat dan sedikit kopi kan? Aku juga tidak akan melupakan susu kesukaanmu, [Name]."

"Terima kasih Katsuki! Aku menyayangimu."

Yah ... diakui atau tidak, sepertinya Bakugou Katsuki, salah satu pro hero paling ditakuti oleh banyak villain ternyata begitu bergantung pada satu gadis yang tengah menunggunya bersama dengan piring yang berisi setumpuk panekuk dan secangkir susu. Iya, diakui atau tidak Bakugou Katsuki tidak sanggup kehilangan sosok [Name].

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top