Nineteen

S M I L E

Semua orang yang mengenal Bakugou Katsuki tentu sudah tahu bahwa pria itu jarang tersenyum.

Bukan berarti Bakugou tidak pernah mengulas senyum. Tentu saja pernah. Bakugou tersenyum mengejek pada lawan yang berhasil ia kalahkan. Ia tersenyum meremehkan pada orang-orang bodoh yang mudah menyerah. Ia tersenyum penuh kemenangan setelah berhasil meringkus villain yang nekat berbuat onar selagi ia berpatroli. Ia tersenyum puas ketika membuktikan bahwa pendapat orang-orang mengenai dirinya yang tidak mampu menjadi hero yang baik adalah salah. Bahkan ia tersenyum penuh percaya diri ketika berhadapan dengan villain yang kuat.

Hanya saja, tidak pernah ada yang menyaksikan Bakugou Katsuki tersenyum penuh perasaan. Bahkan ia sebagai sahabat karibnya pun hampir tidak pernah melihat Bakugou tersenyum lembut. Hampir tidak pernah, kecuali ...

"Sampai jumpa lagi, Kirishima. Kalau ada waktu main ke apartemen kami ya!"

... saat [Name] berada di sekitarnya.

"Tentu saja," Kirishima melambaikan tangan ke arah [Name] dan Bakugou yang berjalan menjauh.

Ia terkekeh pelan saat Bakugou melemparkan tatapan tajam ke arahnya seolah berkata 'tidak perlu mampir walaupun kau memiliki waktu luang' dan detik selanjutnya iris merah itu kembali terfokus pada gadis di sampingnya.

Pemandangan seperti ini sudah bukan hal yang jarang ia lihat. Mengingat bagaimana [Name] dan Bakugou menjalin hubungan sejak masih di Yuuei, semua siswa kelas 1-A sudah terbiasa dengan cara Bakugou yang sangat berbeda saat memperlakukan mereka dan bagaimana sikap Bakugou saat [Name] yang berada di hadapannya.

Walaupun begitu, ia masih tidak bisa mengerti bagaimana [Name] dengan mudahnya membuat Bakugou tersenyum. Ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana kedua sudut bibir Bakugou tertarik membentuk senyum kecil ketika sahabat karibnya mendapat pesan—yang ia duga dari [Name]. Belakangan ia baru tahu kalau [Name] mengirim pesan setuju untuk pulang bersama.

Aku tidak akan membiarkannya pulang sendirian, Rambut Aneh, itulah jawaban Bakugou ketika Kirishima bertanya mengapa ia mau repot-repot menunggu [Name].

Kirishima terkekeh pelan. Bayangan tentang Bakugou yang berkonsentrasi dengan setumpuk dokumen dan memberi tatapan sadis pada siapapun yang berani mengganggunya terlintas di benak Kirishima. Pasti sahabatnya itu sudah bertekad untuk menyelesaikan semua tugasnya hari ini sebelum [Name] datang ke agensinya. Yah ... ia maklum dengan sikap Bakugou, setelah kejadian penculikkan [Name], Kirishima menyadari bahwa Bakugou jauh lebih protektif pada gadisnya.

Senyuman masih bertahan di wajah Kirishima kala mengingat bagaimana Bakugou menyapa [Name] beberapa saat lalu. Bakugou bukanlah sosok yang suka mempertontonkan kemesraannya dengan [Name], tapi sikapnya yang tanpa ragu mencium puncak kepala [Name] lalu mengacak rambut gadisnya ringan seolah hal itu sudah biasa ia lakukan di depan umum masih menjadi kejutan tersendiri untuknya.

"Orang bodoh mana yang tidak mengenakan jaket dimusim dingin, idiot?"

Kirishima tidak bisa menahan tawa saat suara Bakugou yang mengomel masih terdengar. Namun, tatapan Kirishima melembut begitu mendapati Bakugou melepas jaket yang ia kenakan dan menyampirkannya di bahu [Name]. Seketika ia tahu jawaban dari pertanyaannya.

Mengapa Bakugou begitu mudah tersenyum penuh perasaan saat [Name] berada di sekitarnya? Tentu saja karena diakui atau tidak, Bakugou sedang jatuh cinta. Jatuh cinta pada [Name] lebih tepatnya. Bukankah seseorang memang lebih mudah untuk tersenyum saat bersama dengan orang yang mereka cintai?

***

"Kudengar dari Kirishima kau membentak rekanmu lagi ya?"

Bakugou melirik gadis di sampingnya lalu mendengus pelan. "Salah mereka sendiri menggangguku."

[Name] menampar pelan lengan Bakugou. "Kan sudah kubilang kalau kau harus lebih ramah lagi dengan rekan seagensimu. Apa kau lupa saat ini kau masih menjadi sorotan publik karena ucapanmu yang seenaknya melabeliku menjadi tunanganmu saat wawancara beberapa hari lalu?"

Bakugou hanya mendengus pelan tanpa berniat menanggapi [Name]. Percuma saja ia berdebat dengan [Name] di saat gadis itu begitu keras kepala dengan pendiriannya. Memang, ini bukan yang pertama kalinya ia beradu argumen dengan [Name] mengenai sikapnya di agensi, tapi ia tidak melihat ada gunanya bersikap ramah-tamah. Selain memanjakan rekan satu agensinya, ia tidak ingin dikelilingi banyak orang sampai sulit menjalankan pekerjaannya seperti Deku.

Sudut matanya melirik [Name] yang melipat kedua tangan di depan dada. Ia menggeram lemah menyadari bahwa tunangannya menggigil ketika angin berhembus kencang. Gadis ini hanya mengenakan kemeja lengan panjang dan celana jins di bulan Desember.

"Orang bodoh mana yang tidak mengenakan jaket dimusim dingin, idiot?" tegur Bakugou. Ia menggeleng sambil berulang kali menggumamkan kata bodoh.

"Aku bukannya tanpa sengaja tidak mengenakan jaket, tahu," balas [Name] tidak mau kalah. "Aku harus memberikan jaketku pada gadis kecil yang baru saja kuselamatkan. Ia hanya mengenakan piyama tipis tanpa alas kaki saat aku menolongnya, karena tidak ingin ia mati kedinginan kuberikan saja jaketku padanya."

"Kalau begini terus malah kau yang akan mati kedinginan, shitty girl."

Bakugou melepas jaket hitam yang ia kenakan lalu menyampirkannya di bahu [Name]. Ia menyuruh [Name] untuk memakainya tanpa suara lalu membungkus tangan [Name] dalam genggamannya. Bakugou menggunakan quirknya untuk menghangatkan tangan [Name] yang hampir membeku, tidak sampai meletup hingga melukai tangan gadisnya namun sedikit berasap hingga cukup untuk menyalurkan rasa hangat.

Ia tersenyum puas mendapati wajah [Name] kini merona akibat gesturnya. "Sudah lebih baik?"

[Name] mengangguk kecil. "Terima kasih, Katsuki."

Tidak ada lagi yang berbicara. Keduanya menikmati momen yang jarang mereka dapatkan di luar nyamannya apartemen mereka. Tidak mereka pedulikan tatapan orang-orang yang terkejut melihat keduanya bersama atau pekikan senang karena bisa berjumpa dengan pro-hero favorit mereka. Dalam pandangan Bakugou, hanya ada dirinya dan [Name] juga salju yang perlahan membasahi bahu dan puncak kepala mereka. Di mata Bakugou sekarang, [Name] adalah pusat dunianya.

"Omong-omong Katsuki?" Bakugou berdehem pelan pertanda ia mendengarkan. "Kau tidak mengenakan cincinmu?"

Bakugou mengangkat tangan kirinya sejenak lalu menggeleng. "Aku tidak bisa memakai cincinnya kalau sedang bekerja, bodoh. Aku tidak ingin cincinnya hilang tanpa sengaja. Jadi kupakai sebagai kalung."

Bakugou menarik rantai yang melingkar di lehernya dan memperlihatkan pada [Name] cincin pertunangan mereka yang menggantung di dadanya. Ia meremas genggaman [Name] yang mengerat pada jemarinya. Untuk sesaat, ia merasa begitu tenang. Diakui atau tidak, keberadaan [Name] memang memengaruhi moodnya.

"Jadi, kau tidak ingin kehilangan cincin pertunangan kita, eh tuan-aku-yang-nomor-satu?" senyum jahil terulas di bibir [Name], membuat Bakugou mendengus pelan. Ia tahu [Name] tidak akan melewatkan kesempatan untuk mengejeknya.

"Tentu saja bodoh," Bakugou menyentil dahi [Name] hingga gadis itu mengaduh. "Aku tidak mungkin menghilangkan sesuatu yang begitu berharga."

[Name] menyembunyikan tawanya dengan kepalan tangan. "Ahh ... jadi cincin kita begitu berharga sampai kau tidak ingin menghilangkannya. Aku tidak tahu kalau aku begitu berharga untukmu Katsuki."

Dahi Bakugou berkedut kesal mendengar ucapan [Name]. "Kalau kau bicara omong kosong lagi, kuledakkan kau!"

"Tidak mungkin kau meledakkanku Katsuki," [Name] menggerakkan telunjuknya ke kanan dan kiri. "Kau terlalu mencintaiku dan akan sangat kehilanganku kalau aku tidak ada, kan?"

Bakugou mendengus. "Heh, kau tidak salah."

Iris merahnya memandangi [Name] yang tengah tertawa mendengar balasannya. Tawanya begitu menular hingga Bakugou tidak bisa menahan senyum tipis di wajahnya. Sedetik kemudian, [Name] terdiam. Pandangannya terpaku pada Bakugou seolah baru pertama kali melihatnya.

"Apa yang kaulihat?"

"Senyummu," balas [Name]. "Kautahu, kalau kau tersenyum seperti itu kau terlihat tampan. Jika kau terus tersenyum seperti itu, aku yakin penggemarmu akan bertambah dan pendapat negatif tentangmu akan berkurang."

Bakugou membuang muka ke arah lain. "Aku tidak tersenyum, idiot. Matamu yang bermasalah."

"Mataku tidak bermasalah Katsuki. Dan aku tahu kalau kau baru saja tersenyum," ujar [Name] keras kepala. "Kenapa kau tersenyum? Katakan padaku. Aku ingin melihat senyummu lagi."

Bakugou mendecih. Ia meraih bahu [Name], membawa gadis itu mendekat dan memaksa [Name] untuk menyembunyikan wajah di dadanya. Ia tidak ingin [Name] melihat wajahnya yang perlahan menghangat.

"Katsuki, katakan padaku, kenapa kau tersenyum?" suara [Name] teredam karena bibirnya bersentuhan langsung dengan sweater Bakugou, namun pria itu masih mendengar ucapannya dengan jelas.

Si bodoh ini masih tidak sadar juga kalau aku tersenyum karena dirinya?

Bakugou hanya menyuruh [Name] untuk diam. Sampai mati pun ia tidak akan mengakui bahwa gadis dalam pelukannya inilah yang membuatnya tersenyum. Gadis yang beberapa waktu lalu menjadi tunangannya inilah yang merobohkan seluruh pertahanannya hingga ia tidak keberatan menampakkan sosok lemahnya. Gadis yang kini protes karena ia memeluknya terlalu erat.

Karena melihatmu begitu mudah tertawa dan bahagia, aku juga bahagia, dasar gadis idiot.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top