Four

S P A R R I N G

Latihan bertarung.

Mendengar Aizawa-sensei mengatakan hal itu, [Name] sudah tahu Bakugou tengah menyeringai lebar, bahkan tanpa melihat. Sudah menjadi rahasia umum jika Bakugou sangat senang bisa melepaskan kekuatannya sebesar mungkin, ditambah dengan beberapa kejadian yang menimpanya belakangan ini, Bakugou pasti sudah sangat menunggu kesempatan untuk meluapkan emosinya.

[Name] tidak bisa menahan senyum melihat betapa bersemangatnya Bakugou saat mengambil koper berisi baju pahlawannya, kemudian buru-buru meninggalkan kelas. Aizawa-sensei meminta mereka untuk berkumpul di Ground Beta sesegera mungkin.

"Aku sangat bersemangat sekarang!" seru Ashido sesaat setelah mereka masuk ke ruang ganti. "Rasanya sudah lama sejak kita tidak latihan bertarung. Beberapa hari terakhir yang kulakukan hanyalah belajar, belajar dan belajar saja."

"Benar sekali. Beberapa waktu lalu, kita hanya melakukan misi penyelamatan saja," sahut Hagakure. "Sama sekali tidak menarik."

"Tapi, belajar akademik juga sangat penting untuk menjadi hero," tukas Yaoyorozu seraya berganti pakaian.

[Name] hanya menganggukkan kepala setuju dengan ucapan Yaoyorozu. Ia sudah mendengar ucapan seperti itu berulang kali dari Bakugou ketika ia merasa malas untuk belajar. Hanya kekasihnyalah yang bersikap perfeksionis dengan mengulang hampir semua materi yang sudah diajarkan saat malam hari.

"Bagaimana denganmu, [Name]-chan? Apa kau juga merasa bersemangat dengan latihan bertarung hari ini?" suara Uraraka memaksa [Name] berhenti sejenak memakai kostumnya.

"Tentu saja!" balas [Name]. "Aku penasaran, siapa yang akan menjadi lawanku nanti."

"Bagaimana jika lawanmu nanti adalah Bakugou, [Name]?" tanya Ashido menghampirinya dengan sedikit melompat. "Apa mungkin ia akan mengalah demi dirimu? Aaahh ... pasti sangat romantis kalau hal itu sampai terjadi."

[Name] terbahak mendengar ucapan Ashido lalu mengibaskan tangannya. "Tidak mungkin ia melakukan itu. Sebaliknya, mungkin ia malah akan menghajarku habis-habisan apalagi kalau melihatku ragu-ragu hanya karena ia yang menjadi lawanku."

"Bakugou-chan benar-benar tidak akan menahan diri, ya?" gumam Asui. "Bahkan saat melawan kekasihnya sendiri."

"Entah apa yang membuatmu menyukai Bakugou, [Name]-chan," sahut Uraraka.

Apa yang [Name] katakan adalah kebenaran. Sebelumnya, ia dan Bakugou pernah berlatih bersama. Bakugou mengomentari gerakannya yang tidak luwes dan terlalu mudah lelah. Hasilnya? Hampir setiap pagi sebelum kelas dimulai, Bakugou memaksanya untuk lari pagi bersama, kemudian beberapa kali seminggu berlatih dengannya tanpa menggunakan quirk. Selama latihan, Bakugou tidak memperlihatkan belas kasihan. Sama sekali. Tidak jarang, ia babak belur karena terus-menerus menahan serangan Bakugou.  Recovery Girl sering menceramahinya karena bersikap teledor saat berlatih.

"Baiklah, karena kalian sudah berkumpul, kita mulai saja," suara All Might menarik perhatian semua murid. "Aku sudah mengatakannya, hari ini kita akan melakukan latihan bertarung, namun secara individu. Siapa melawan siapa akan ditentukan dengan cara diundi. Mereka dengan nomor yang sama akan menjadi lawan bertarung. Nomor itu juga akan menjadi nomor urut kalian. Waktunya hanya lima belas menit, jika lawanmu berkata menyerah atau tumbang kau baru bisa dinyatakan menang, mengerti?"

"Mengerti, sensei!"

[Name] menghela nafas panjang melihat angka satu di kertas putih yang ia ambil. Bertarung pertama artinya akan lebih banyak waktu untuk istirahat. Siapa yang akan menjadi lawannya?

"Nomor urut pertama tetap tinggal sementara yang lain akan ikut denganku ke ruang monitor," ucap All Might setelah melihat semua muridnya sudah memegang secarik kertas.

Hanya satu orang yang tinggal setelah All Might memberi aba-aba. Berdiri di hadapannya adalah kekasihnya sendiri, Bakugou Katsuki. Bakugou tidak terkejut, juga tidak terlihat gentar mengetahui [Name] yang akan menjadi lawan bertarungnya hari ini. Apa keinginan Ashido untuk melihatnya bertarung dengan Bakugou begitu kuat hingga menjadi kenyataan hanya dalam hitungan menit?

"Aku harap kau tidak akan mengalah padaku, Katsuki," senyum [Name] merekah ketika raut wajah Bakugou mengeras.

"Aku akan mengalahkanmu. Tidak peduli kalau kau adalah kekasihku," sahut Bakugou. Ia mengepalkan tangan lalu melepaskannya seraya menarik nafas dalam-dalam. Tubuhnya bersiap untuk menyerang, hanya tinggal menunggu aba-aba.

Tidak hanya Bakugou, [Name] juga bersiap dengan posisi menyerangnya. Dilihat dari segi kekuatan tempur maupun refleks, [Name] kalah telak dari Bakugou. Namun, setelah berulang kali latihan bersama, [Name] sudah mulai hafal dengan kebiasaan Bakugou menyerang.

Segera setelah tanda berbunyi, [Name] melempar benda terdekatnya ke arah Bakugou, tentu saja langsung diledakkan tanpa basa-basi. [Name] berusaha menghindar saat Bakugou mendekatinya, menyerangnya dengan ledakan kecil beruntun. Ia sangat berhati-hati dengan benda yang ia gerakkan, semakin besar bendanya maka semakin besar juga energi yang ia butuhkan, ia juga membutuhkan energi ekstra untuk menggerakkan benda yang hidup. Sedangkan ia perlu menghemat energi sebanyak mungkin, setiap serangannya harus efisien. Terlebih lawannya adalah Bakugou.

[Name] menunduk saat Bakugou mengincar kepalanya. Ia berusaha sekuat mungkin untuk menghentikan Bakugou agar tidak menggunakan ledakannya, dengan begitu [Name] bisa mengalahkan dalam pertarungan tangan kosong. Merasa Bakugou sudah terlalu dekat, [Name] melempar Bakugou sejauh mungkin menghantam gedung di sampingnya, tidak cukup sampai di situ, ia melempar puing bangunan, pagar, apapun yang berada dalam jangkauannya ke arah Bakugou, berharap kekasihnya akan lumpuh sementara.

Keinginannya tidak terpenuhi. Bakugou membuat ledakkan besar, menghancurkan barang yang dilemparkan ke arahnya juga membuat [Name] terpental hingga menabrak pagar. Suara keras saat punggungnya beradu dengan besi tidak menggentarkan Bakugou untuk melancarkan serangan berikutnya. [Name] menarik nafas dalam seraya menyembunyikan ringisannya, bahkan untuk menarik nafas rasanya sulit.

Ia kembali melemparkan batu besar ke arah Bakugou hanya untuk memperlambat gerakannya, namun triknya sudah terbaca. Bakugou meledakkan batu dengan satu tangan dan membuat ledakan dengan tangan lainnya untuk mempercepat lajunya. [Name] berdiri, tahu Bakugou akan berusaha menyerangnya langsung dan ia sudah memprediksinya. Tepat sebelum kepalan tangan Bakugou mengenainya, [Name] kembali melempar Bakugou ke seberang. Kali ini Bakugou tidak langsung bereaksi, [Name] memanfaatkan kesempatan ini untuk melancarkan rencana nekatnya.

[Name] menahan pergerakan Bakugou dengan batu besar, lalu berusaha meruntuhkan bangunan di belakang Bakugou dengan segenap kekuatannya. Dada dan rusuknya terasa sakit saat mengambil nafas, kepalanya berdenyut nyeri, punggungnya ngilu, telinganya berdenging karena memaksa untuk menggunakan kekuatannya hingga lewat batas, tetapi jika melawan Bakugou yang sedang serius dengan setengah kekuatan, [Name] sama saja dengan menghinanya.

Sesaat setelah gedung runtuh, [Name] tidak sanggup berdiri. Ia jatuh terduduk seraya berusaha mengatur nafas, matanya masih belum lepas dari lawan. Namun sekali lagi, Bakugou membuat ledakan besar, sangat besar hingga mampu menerbangkan reruntuhan gedung yang akan menimpanya. [Name] tersenyum kecil, ia tidak mengharapkan kurang dari Bakugou.

Bakugou muncul dari tengah asap yang mengepul karena puing-puing gedung. Ia mencengkeram lengan kirinya seraya menyeringai lebar penuh kepuasan.

"Aku tahu tidak seharusnya meremehkanmu, [Name]," kata Bakugou berjalan mendekatinya. Tangan kanannya terbuka, siap untuk menampik serangan yang akan menghantamnya.

[Name] terkekeh pelan. "Aku tidak pernah main-main saat bertarung Katsuki."

Menahan ringisan agar tidak terdengar oleh Bakugou, [Name] berusaha untuk berdiri dengan kaki gemetar. Ia tidak ingin terlihat lemah di depan Bakugou, tidak saat kekasihnya berdiri dengan kepercayaan diri yang luar biasa walaupun tangan kirinya sudah berdenyut. [Name] tidak akan kalah dengan batasannya. Walaupun begitu, tubuhnya menolak keinginannya.

Di hadapan Bakugou yang berjarak beberapa kaki, [Name] tak sadarkan diri.

Bakugou terkesiap dan menghentikan langkah. Ia masih belum menurunkan kewaspadaannya, takut jika ini adalah salah satu cara [Name] untuk melancarkan serangan berikutnya. Namun, ketika suara All Might bergema memberitahukan bahwa ia pemenangnya, Bakugou tidak membuang waktu untuk menggendong [Name] dan berlari keluar arena. Ia tidak mempedulikan kedua lengannya yang berdenyut nyeri, napasnya tercekat menyadari [Name] sepenuhnya tak sadarkan diri.

"Nak Bakugou, apa yang kaulakukan?" suara All Might tidak menghentikan langkah Bakugou.

"Membawanya ke Recovery Girl tentu saja," Bakugou mendengus kecil begitu mendengar banyak suara yang bergema. Mungkin All Might masih belum mematikan mikrofon sehingga komentar teman-teman sekelasnya masih terdengar.

"Jantan sekali! Aku mendukungmu, Bakugou!"

"Wahh ... aku tidak menyangka Bakugou sangat romantis!"

"Beruntung sekali bisa menggendong gadis cantik seperti [Name]. Aku juga ingin."

"Apa tidak ada yang mengabadikan momen ini? Mungkin kita bisa menggunakannya suatu hari nanti."

Mendengar ucapan teman-temannya, Bakugou mengingatkan dirinya untuk menghajar si Mesum dan Muka Rata nanti karena alasan yang berbeda saat mendengar dua komentar terakhir. Saat ini, [Name] yang menjadi prioritas utamanya. Ia merebahkan kepala [Name] dibahunya, juga mengalungkan salah satu lengannya di leher Bakugou. Sesekali berhenti untuk menyesuaikan posisi [Name] agar tidak terjatuh atau membuat [Name] tidak nyaman.

Ia merebahkan [Name] dengan hati-hati ketika Recovery Girl menyuruhnya untuk merebahkan [Name] di atas kasur, tidak terkejut dengan kehadirannya yang menggendong [Name]. Bakugou tidak melepaskan genggaman tangannya ketika Recovery Girl memeriksa keadaan [Name].

"[Name] tidak terluka serius. Ia hanya kelelahan karena menggunakan kekuatannya secara berlebihan. Aku juga sudah menyembuhkan luka punggungnya," kata Recovery Girl setelah mencium punggung [Name]. "Biarkan ia di sini dulu sampai sadarkan diri."

"Terima kasih," gumam Bakugou pelan.

Recovery girl hanya tersenyum lalu meninggalkan mereka. Bakugou mengambil kursi lalu mendudukkan dirinya di sebelah [Name]. Sudut bibirnya sedikit tertarik, pandangannya tidak meninggalkan wajah [Name]. Ia terkesima dengan perkembangan [Name]. Gadisnya sudah bisa meruntuhkan sebuah bangunan dan masih sadar setelahnya, walaupun hanya beberapa menit.

"Kau hebat, [Name]," Bakugou mengangkat telapak tangannya, menempelkan bibirnya sejenak di punggung tangannya. "Terus berkembang seperti ini dan kau bisa mengancam posisiku untuk menjadi yang nomor satu."

Hanya butuh waktu setengah hari bagi [Name] untuk memulihkan kesadarannya. Ia mengerjapkan mata lalu mengerang lemah. Pandangannya menyapu ruangan lalu bersirobok dengan iris merah Bakugou.

[Name] tersenyum kecil, seperti sudah mengetahui apa yang terjadi. "Aku kalah ya?"

"Sudah jelas kan, gadis bodoh?" dengus Bakugou, masih belum juga melepaskan genggaman tangannya. "Tidak mungkin aku kalah darimu."

Sebelah alis [Name] terangkat. "Kauyakin aku tidak akan pernah mengalahkanmu?"

"Tentu saja," Bakugou mendecih. "Kalau aku kalah darimu, bagaimana bisa aku melindungimu?"

Bakugou menyeringai penuh kemenangan saat wajah [Name] memerah malu seraya berusaha menyembunyikan wajahnya di balik selimut.

Hellooooo....

Aku penasaran kepada kalian yang baca cerita ini, kalian suka gak sama ceritanya? sebagus ceritaku yang lain atau gak? atau aku harus unpublish cerita ini karena gak menarik?

Please Answer...

By the way, enjoy the story! Happy reading!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top