Five
B R E A K D O W N
Bakugou menyadari ada yang aneh dengan gadisnya belakangan ini. Meskipun mereka tidak terlalu banyak berinteraksi selama jam sekolah, tapi Bakugou tetap memperhatikannya tanpa sadar. Matanya selalu memastikan [Name] masih berada dalam jarak pandangnya.
Ada sesuatu yang salah, [Name] tidak terlihat bersemangat ketika mengobrol dengan Deku, juga beberapa kali memergoki [Name] hanya memainkan makanannya saat jam istirahat tanpa memasukkan sesuap pun ke dalam mulut. Ketika mereka belajar bersama malamnya, Bakugou mendapati [Name] tidak seceria biasanya, tidak menceritakan harinya dan Bakugou terganggu dengan perubahan ini.
"Kalian sedang bertengkar?" Kirishima bertanya padanya ketika jam istirahat. Ia melirik [Name] yang sedang menelungkup di meja. "Kuperhatikan [Name] agak murung belakangan ini."
"Tidak. Aku tidak bertengkar dengannya," jawab Bakugou mengikuti arah pandang Kirishima. Ia merengut menyadari posisi [Name]. Dari tempat duduknya sekarang, Bakugou bisa melihat betapa kakunya punggung [Name].
"Mungkin kau melakukan kesalahan? [Name] juga tidak bicara banyak padamu, kan?" Kirishima bertanya lagi hanya untuk memastikan.
"Para gadis memang suka seperti itu, Bakugou," Kaminari menimbrung. "Mereka hanya akan diam dan menjauhkan diri saat laki-laki berbuat salah, memaksa laki-laki untuk mengetahui alasan dari kebungkamannya."
Bakugou melirik Kaminari dengan tatapan datar. "Memangnya apa yang kautahu, Muka Bodoh? Punya pasangan saja tidak."
"Tidak usah sombong hanya karena sudah memiliki kekasih Bakugou!" Kaminari protes tidak terima sementara Kirishima terkekeh pelan. "Setidaknya aku lebih mengerti tentang para gadis dibandingkan dirimu yang hanya bisa marah-marah lalu meledakkan sesuatu."
"Tutup mulutmu, Muka Bodoh."
Kaminari bungkam saat nada bicara Bakugou mulai naik. Ia tidak ingin mengakuinya, tapi apa yang diucapkan oleh Kaminari memang benar. Dalam urusan perasaan dan gadis, Kaminari memang lebih berpengalaman dan lebih bodoh dalam hal lain tentu saja.
"Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan," Kirishima menepuk bahu Kaminari beberapa kali. "Menurutmu, apa yang harus Bakugou lakukan agar [Name] kembali normal?"
"Kalau kulihat dari keadaannya, mungkin saja ia kurang mendapatkan perhatian dari Bakugou. Lebih baik kau memperlihatkan perasaanmu melalui ucapan dan tindakan Bakugou, jangan hanya marah-marah saja padanya," kata Kaminari memberi saran, ia mendudukkan dirinya di sebelah Bakugou. "Atau mungkin juga ia marah padamu karena kau menghajarnya saat latihan bertarung terakhir? Para gadis agak sensitif saat kau bersikap seperti itu."
Bakugou mendengus, setengah mendengarkan ocehan Kaminari yang tidak berbobot. Ia tahu bagaimana memperlakukan gadisnya, ia tidak butuh saran orang lain. Lagipula, [Name] berbeda dengan gadis kebanyakan. Tidak perlu kata-kata manis untuk membuktikan bagaimana perasaannya pada [Name], gadisnya sudah mengerti. Ia juga tidak perlu bersikap romantis yang berlebihan karena itu bukan dirinya dan [Name] sudah tahu itu. Singkat kata, saran asmara Kaminari sama sekali tidak berguna untuknya.
"Aku sudah memberinya saran dan lihat balasannya," Kaminari menyikut Kirishima, lalu mengendikkan bahunya ke arah Bakugou yang masih belum melepaskan pandangannya dari [Name]. "Ia mengabaikanku."
Bakugou sudah tidak mendengarkan apa yang dibicarakan oleh Kirishima dan Kaminari lagi tentangnya. Dahinya mengerut saat [Name] mengangkat kepala lalu mengusap matanya. Memang tidak terlalu terlihat dari tempatnya duduk, tapi Bakugou yakin kalau mata [Name] memerah dan sembap. Sejenak ia memikirkan ucapan Kaminari mengenai latihan beberapa waktu lalu. [Name] yang murung ... apakah ada hubungannya dengan latihan bertarung waktu itu? Apa kepalanya masih terasa sakit? Apa ia tidak terima dengan apa yang Bakugou lakukan padanya?
"Oi Kirishima," panggil Bakugou. "Apa kau mau ke kafetaria?"
"Hah? Tumben sekali kau yang berinisiatif mengajakku. Ada apa?" Kirishima malah bertanya balik.
Bakugou bangkit dari kursinya menuju pintu, tidak berhenti untuk memastikan apakah Kirishima dan Kaminari mengikutinya. Karena ia tahu mereka pasti akan mengikutinya. Terlepas dari apa yang [Name] rasakan, Bakugou tahu gadisnya belum makan apapun sejak pagi dan ia berniat untuk memaksa [Name] menelan apapun yang akan dibelinya di kafetaria nanti.
***
Jarum pendek menunjuk ke angka tujuh. Waktu biasa ia dan [Name] belajar bersama, entah untuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh sensei di sekolah atau hanya untuk mengulang materi dan membahas bab selanjutnya. Biasanya, Bakugou yang akan pergi ke kamar [Name]-- ia tidak sudi membiarkan [Name] berkeliaran di asrama laki-laki saat malam, namun Bakugou terkejut saat mendapati [Name] berada di depan pintu kamarnya.
"[Name]?" Bakugou terkejut mendapati kekasihnya berdiri di depan pintu kamar seraya membawa bantal. "Ada apa?"
[Name] masih belum mengangkat wajah, rambut panjang menutupi wajah. "Katsuki ..."
"Hey, ada apa denganmu?" mendengar suara [Name] yang lirih Bakugou membuka pintunya lebar-lebar. Ia menarik lembut tangan [Name], kemudian menutup pintu.
Masih tidak ada jawaban dari [Name], namun bahu gadisnya bergetar. Bakugou menangkup wajah [Name], khawatir dengan kebungkaman dari seseorang yang biasanya ceria. Saat mata mereka bertemu, Bakugou terkejut air mata mengalir di wajah [Name].
"[Name]? Apa yang terjadi? Sial ... apa karena sesuatu yang kulakukan?" tanya Bakugou bertubi-tubi panik.
Ia tidak pernah berhadapan dengan orang yang tengah menangis, boro-boro berhadapan dengan mereka, ia bahkan tidak akan peduli jika orang lain yang menangis di depannya. Namun, gadis yang tengah menangis ini adalah kekasihnya. Terkutuklah ia jika mengabaikan gadis yang ia sayangi saat menangis.
[Name] menggeleng pelan. "Bukan dirimu."
"Lalu apa? Kenapa kau menangis, sial!"
"Aku hanya merasa tidak baik akhir-akhir ini," [Name] menurut saat Bakugou menuntunnya duduk di kasur. Jika bukan karena apa yang ia rasakan sekarang, mungkin [Name] akan tertawa menyadari betapa paniknya Bakugou. "Setelah kau mengalahkanku di latihan bertarung kemarin, aku merasa bahwa diriku sangat lemah. Orangtuaku mengetahuinya dan terus menekanku, berkata bahwa aku tidak berkembang dan tidak akan bisa menjadi pahlawan bahkan setelah masuk sekolah kepahlawanan paling ternama."
[Name] menarik nafas panjang, berusaha mengatur agar ia tidak tersendat saat berbicara. "Mereka menuntutku untuk menjadi yang nomor satu Katsuki dan aku tidak bisa. Aku tidak bisa sepertimu. Aku tidak sanggup dengan tekanannya, aku tidak sanggup dengan beban yang mereka berikan. Mereka berharap terlalu tinggi padaku. Mereka ... mereka ...sedangkan aku," ketika suara [Name] mulai terbata-bata Bakugou menarik [Name], menyembunyikan wajah gadis itu di dadanya.
Ia tidak pernah baik dalam berkata-kata. Hell, bahkan kata-kata yang biasanya keluar dari mulutnya tidak pernah baik. Namun ia mengerti apa yang [Name] rasakan saat ini. Masalahnya adalah bagaimana meyakinkan [Name] bahwa ia sudah cukup. Segala usahanya untuk berkembang, latihan yang selama ini mereka jalani berdua, malam yang dihabiskan untuk mengulang materi yang diberikan. Semua itu sudah cukup.
"Kau adalah gadis yang luar biasa [Name]," bisik Bakugou di telinga [Name]. Bibirnya membelai puncak kepala [Name] sebelum kembali mengeratkan pelukan. "Apa yang orangtuamu katakan ... mereka tidak tahu seberapa kerasnya usahamu, tidak ada yang lebih mengetahuinya dibandingkan aku. Waktu yang kau habiskan untuk berlatih dan belajar, semuanya sudah cukup."
"Mereka ingin aku menjadi yang terbaik, Katsuki. Yang terhebat. Yang nomor satu," isak [Name]. Sebelah tangannya mencengkeram kaus Bakugou, seakan ia akan kehilangan pilar kokohnya jika mengendur sedikit saja. "Quirkku tidak sehebat milikmu, untuk berada di peringkatku sekarang aku harus berjuang setiap malam, tubuhku juga tidak sekuat dirimu. Aku tidak pantas untuk menjadi yang nomor satu."
"Dengarkan aku, [Name]!" Bakugou menangkup wajah [Name] dengan kedua tangannya. "Go to hell with them. Tidak seorang pun bisa membuatmu rendah tanpa seizinmu. Kau adalah salah satu gadis paling hebat yang pernah kutemui. Latihan bersamaku memperkuat tubuh dan staminamu. Kalau dengan semua usahamu kau merasa masih belum cukup, aku akan membantumu mencari cara untuk memperkuat quirkmu. Kita bisa menanyakannya pada Aizawa-sensei, quirkmu satu tipe dengannya."
[Name] membalas tatapan Bakugou yang penuh determinasi lalu menggeleng pelan. "Aku tidak bisa melakukan hal itu padamu, Katsuki. Kau hanya akan menghabiskan waktu yang seharusnya bisa kaugunakan untuk berlatih menjadi yang nomor satu."
"Aku akan menjadi Pahlawan nomor satu yang mutlak. Latihan denganmu malah akan memperkuatku," Bakugou menyeringai. Ibu jarinya membelai pipi [Name] lembut. "Lagipula, tidak ada salahnya membantumu untuk menjadi yang kedua terhebat setelahku."
[Name] terkekeh kecil dengan kepercayaan diri Bakugou yang tidak pernah luntur. "Ya, karena tugas utamamu sebagai seorang pahlawan adalah membantu mereka yang kesusahan."
"Bukan, idiot," Bakugou menyentil dahi [Name]. "Karena aku membutuhkan gadis hebat untuk bersanding denganku dan kau adalah gadis yang tepat untuk posisi itu. Bahkan Pahlawan nomor satu juga harus memiliki partner yang hebat."
"Hanya sebagai seorang partner?" tanya [Name] dengan sudut bibir tertarik samar.
Bakugou menghela nafas, berpura-pura jengkel. "Astaga ... serakah sekali kau. Baiklah, tidak hanya sebagai partner tapi kau juga bisa menjadi pasanganku, puas gadis bodoh?"
Sudut bibirnya tertarik samar saat [Name] tertawa kecil mendengar penuturannya. Ini adalah senyum terlebar [Name] setelah beberapa hari murung karena tekanan dari orangtuanya. Terkadang, ia merasa bersyukur dengan keadaan keluarganya yang memang tidak sempurna, namun juga tidak mengekangnya dengan ekspektasi apapun.
"Terima kasih Katsuki," kedua lengan [Name] melingkari tubuhnya, kali ini pelukannya lebih rileks dibanding sebelumnya. Ia merasakan [Name] tersenyum di dadanya "Karena sudah membuatku merasa lebih baik."
"Aku akan gagal menjadi seorang kekasih jika membiarkanmu sedih terus-menerus," gumam Bakugou. Aku juga tidak akan bisa melihatmu bersedih terlalu lama, tambah Bakugou dalam hati.
Bakugou sudah tidak bisa menahan senyumnya kala ia menyadari [Name] tertidur masih dalam pelukannya. Sebelah tangannya terangkat, mengusap wajah setengah frustasi. Sial aku benar-benar terperangkap dalam pesona gadis bodoh ini.
Hai haiiiii!!!
Apa kabar semuanyaaa? Ada yang sudah ambil rapotkah? gimana nih nilainya? Semoga memuaskan ya...
Sooo.. what do you think with this new story?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top