Eleven

T A M E  T H E  B E A S T

Sejak dekat dan menjadi sepasang kekasih, perubahan Bakugou yang sangat drastis sempat menyita perhatian teman-teman sekelasnya. Pasalnya, hampir tidak ada yang bisa menenangkan Bakugou, bahkan Kirishima sekalipun. Keberadaan Midoriya terkadang malah menambah percikan amarah Bakugou. Tidak ada seorangpun kecuali [Name].

Beberapa kali seluruh teman sekelas mereka melihat kekuatan [Name] terhadap Bakugou. Menyaksikan dengan mata mereka bagaimana [Name] mampu menenangkan Bakugou yang lebih mirip dengan monster saat ia sudah diselimuti amarah.

[Name] ditarik paksa dari alam mimpinya saat mendengar suara familiar berteriak. Suaranya menggema ke seluruh penjuru ruangan. Ia mengerjapkan mata sejenak, berusaha menghilangkan rasa kantuk yang masih menggelayutinya.

"Kenapa aku harus satu kelompok dengan kutu buku sialan itu!" protes Bakugou. ia menunjuk-nunjuk ke arah Midoriya yang gemetar dengan teriakan teman masa kecilnya.

"Satu kelas sudah sepakat untuk menentukan kelompok dengan cara diundi, Bakugou-kun," sahut Iida. Tangannya bergerak aneh saat berusaha menjelaskan pada Bakugou. "Sudah sepatutnya kau menerima hasil undian dengan lapang dada. Tidak ada yang protes selain dirimu."

"Jangan bertingkah sok berkuasa, Kacamata brengsek!"umpat Bakugou, nada bicaranya semakin tinggi saat Iida menolak keinginannya. "Ganti kelompokku!"

[Name] menghela nafas panjang. Tatapannya beralih ke papan tulis. Kelompok diskusi. Itulah yang tertulis, mungkin untuk pelajaran Cementoss yang baru saja berakhir setengah jam lalu. Ia ingat Cementoss menginginkan ketua kelas membentuk kelompok diskusi untuk membahas topik tertentu dan mempresentasikannya di depan kelas minggu depan.

Namanya berada di barisan kelompok 4 dengan teman sekelompok yang bisa sangat diandalkan, Todoroki, Yaoyorozu dan Jiro. Matanya beralih mencari nama Bakugou dan menemukan nama kekasihnya di barisan kelompok 1 bersama dengan Kaminari, Shoji dan Midoriya.

[Name] terkekeh kecil, tentu saja Bakugou meminta untuk ganti kelompok, karena selain Kaminari, ia tidak dekat dengan anggota kelompoknya. Midoriya, walaupun dianggap sebagai teman kecilnya, sama sekali tidak bisa dikatakan dekat. Shoji juga tipe orang yang pendiam, cenderung dekat dengan Midoriya. Hanya saja ... kalau dipikir-pikir lagi, Bakugou memang tidak pernah dekat dengan siapapun, kecuali dirinya dan Kirishima. Lagipula, Bakugou tidak bisa protes dengan anggota kelompok yang dipilih dengan cara diundi.

"Aku tidak bisa mengganti kelompokmu karena itu tidak adil bagi yang lain. Bagaimana jika yang lain ingin ganti kelompok juga? Undian yang kita tentukan sebelumnya menjadi sia-sia," Iida masih berusaha beralasan dengan Bakugou, [Name] yakin ia sedikit takut berhadapan dengan salah satu murid terganas yang ada di UA.

Biasanya, [Name] akan membiarkan Bakugou melepaskan umpatannya, toh teman-teman sekelas mereka sudah terbiasa mendengar Bakugou mengutuk dan mengumpat. Hanya saja, kepala [Name] berdenyut seiring dengan tingginya nada Bakugou.

"Katsuki."

Suara [Name] memang pelan, tapi ada sirat tegas dalam ucapannya. Tidak hanya Bakugou yang menaruh perhatian padanya, tatapan teman sekelas juga tertuju pada [Name] untuk sementara waktu. Namun [Name] tidak peduli dengan hal itu.

"Apa!?"

"Pelankan suaramu, hm? Kepalaku jadi sakit mendengar teriakanmu," pinta [Name]. Ia memijat pelipisnya pelan, berharap rasa sakit yang mendera kepalanya karena dibangunkan secara paksa berangsur menghilang.

Di luar dugaan, Bakugou tidak mengumpat atau menolak dengan kasar apa yang dipinta. Sebaliknya, ia malah berdecak dan mendengus kecil, diiringi dengan asap yang mengepul di kepalan tangannya lalu berjalan menuju bangkunya, meninggalkan Iida yang masih melongo. Bakugou merogoh sesuatu dari dalam tasnya, ia berdehem pelan saat mendapatkan apa yang ia cari—ponsel dan earphonenya. Tanpa berkata apapun, Bakugou mendekati [Name] yang kebingungan seraya menyeret kasar kursinya. Ia menyumpal telinga [Name] dengan earphonenya, memilih lagu yang sekiranya cukup tenang untuk menidurkan gadisnya tetapi juga bisa menghalangi suara berisik kelas.

"Tidurlah," ucap Bakugou. Wajahnya masih merengut, kedua tangannya terlipat di depan dada, tidak suka perdebatannya diganggu dengan begitu mudah oleh [Name]. "Aku akan membangunkanmu kalau ada sensei nanti."

[Name] tersenyum kecil, mengerti inilah cara Bakugou meminta maaf karena sudah membangunkannya tanpa sengaja. Ia kembali menenggelamkan wajah di lipatan lengan, menyembunyikan senyum hangat karena masih merasakan keberadaan Bakugou di sampingnya. Sesekali ia mendengar Bakugou mengucapkan sesuatu, namun dengan nada berbisik—yang sebenarnya masih terdengar keras. Satu-satunya yang [Name] lewatkan adalah pandangan penuh arti yang dilemparkan teman sekelas mereka, juga wajah Bakugou yang perlahan menghangat.

Sejak saat itu, setiap kali Bakugou akan mengamuk, entah Kirishima, Kaminari atau bahkan Ashido akan mencarinya dan memohon padanya untuk menenangkan Bakugou sebelum perang dunia pecah. Agak berlebihan memang, tapi cukup akurat.

Karena itulah, [Name] sama sekali tidak heran saat Hagakure dan Ashido masuk ke dalam kamarnya tanpa permisi dengan wajah panik, setidaknya itu yang [Name] simpulkan setelah melihat ekspresi Ashido dan nada bicara Hagakure. Hilanglah waktu tenangnya membaca novel yang baru-baru ini ia beli ketika terakhir kali kencan dengan Bakugou.

"Kalian kenapa?" tanya [Name] sembari menutup bukunya. Ia mendudukkan diri di atas kasur, namun tidak bertahan lama karena baik Hagakure maupun Ashido langsung menarik lengannya.

"Bakugou mengamuk!" seru Hagakure panik. "Kau harus bisa menjinakkannya sebelum ia meledakkan asrama kita!"

[Name] menghela nafas panjang. "Apa lagi yang terjadi kali ini?"

"Kaminari dan Sero merusak figurine All Might Bakugou!" kali ini Ashido yang histeris. "Para lelaki itu memutuskan untuk mengadakan kontes, benda kesayangan siapa yang paling berharga. Bakugou dengan congkak merasa figurine terlangka All Might-nya lah yang menang, tapi saat Kaminari dan Sero berusaha untuk melihat dengan lebih jelas apa yang membuat figurine itu sangat langka, mereka mematahkan kepala All Might! Astaga ... [Name], aku tidak tahu bagaimana cara menahan Bakugou! bahkan Kirishima saja dibuat kewalahan olehnya."

Memang sudah bukan rahasia lagi, Bakugou sangat mengidolakan All Might, bahkan setelah melihat koleksinya, [Name] yakin kecintaan Bakugou terhadap All Might bisa menyaingi Midoriya. Karena itu, [Name] tahu Bakugou tidak hanya sekedar kesal sekarang.

Bakugou murka.

Bahkan [Name] tidak sanggup membayangkan apa yang akan terjadi terhadap sasaran kemurkaan kekasihnya. Memang tidak akan ada pembunuhan, lagipula [Name] tahu Bakugou menganggap mereka temannya, tapi ia juga tahu akan ada siksaan untuk mereka. Pasti bukan sesuatu yang enak dilihat.

Sebelum mencapai lantai dua, [Name] sudah mendengar suara Bakugou yang berkoar akan membunuh 'muka rata' dan 'wajah bodoh'. Tidak perlu seseorang yang jenius untuk mengetahui siapa yang Bakugou maksud.

[Name] tiba di ruang tengah bertepatan dengan Bakugou yang hendak meledakkan Kaminari dan Sero. Mengandalkan instingnya, [Name] langsung melempar keduanya ke dinding terdekat, bersamaan dengan Kirishima yang mencoba menghalangi kepalan tangan Bakugou dengan menjadikan dirinya sebagai tameng.

"[Name]! kenapa kau tiba-tiba melempar kami!?" protes Kaminari setengah mengaduh. Ia mengusap bagian belakang kepalanya yang tidak sengaja terantuk dinding.

"Apa kau lebih suka diledakkan oleh Katsuki?" tanya [Name] galak. "Sedikitnya bersyukurlah karena hanya punggung kalian yang terluka, bukan sekujur tubuh kalian yang terbakar."

[Name] tersenyum sinis saat Kaminari dan Sero bergidik. Ia mendekat ke arah Bakugou yang tengah mengumpat pada Kirishima. Merasa sahabat baik kekasihnya itu sudah cukup dihina dan dikutuk, [Name] meraih tangan kekasihnya.

"Katsuki," panggil [Name]. "Tenanglah."

Suara [Name] bekerja bagai mantra. Dalam sekejap Bakugou terdiam. Napasnya masih terengah karena amarah, rahangnya mengeras, kepalan tangannya juga masih belum mengendur. Namun, sesaat setelah ia merasakan keberadaan [Name], bahunya sedikit lebih rileks.

"Jangan memerintahku, sial!" amuk Bakugou. "Aku harus memberi bajingan itu pelajaran karena sudah merusak benda kesayanganku! Brengsek, itu barang langka, tahu!"

Kepalan tangan Bakugou semakin mengerat. Matanya berkilat murka. Ia tidak akan mengampuni korbannya saat ini. Jika [Name] harus memilih, ia lebih suka melaporkan pada Aizawa-sensei kalau ia akan kehilangan dua siswanya daripada harus berhadapan dengan Bakugou yang sekarang. Namun, ia tidak bisa memilih pilihan yang awal. Satu-satunya jalan adalah mencoba meredakan amarah kekasihnya, setidaknya sampai Kaminari dan Sero melarikan diri dan menemukan tempat persembunyian.

"Dengarkan aku sebentar, Katsuki," suruh [Name] tegas. Ia mengusap punggung tangan Bakugou dengan ibu jarinya. Senyuman menghiasi wajahnya saat semakin lama kepalannya mengendur. Setidaknya perhatian Bakugou saat ini terfokus padanya. "Mereka memang bersalah, tapi kau tidak harus menghancurkan asrama karena kesalahan mereka, kan?"

Bakugou menggeram, setuju dengan ucapan [Name] namun tidak ingin mengakuinya.

Sebelah tangan [Name] yang bebas menangkup wajah Bakugou, berhati-hati agar tidak melewati zona privasi kekasihnya di saat banyak pasang mata mengawasi gerak-gerik mereka. Sudut matanya menangkap Ashido dan Hagakure membantu pelarian Kaminari dan Sero, berusaha agar tidak terlihat oleh Bakugou. Di sudut ruangan lain, Kirishima dengan senyum lebar pergi seraya berucap 'kuserahkan padamu' tanpa suara.

"Kau ingin menghajar mereka berdua, kan?" pancing [Name]. Senyum penuh arti dari [Name] mampu menarik perhatian kekasihnya.

Seringai sadis terukir di wajah Bakugou yang merengut. "Tentu saja. Para sampah itu tidak akan lolos dengan mudah dariku."

"Aku bisa memberimu kesempatan untuk menghajar mereka di latihan bertarung berikutnya," senyum [Name] penuh arti. "Dengan catatan, kau berhenti mengejar mereka saat ini dan luangkan waktu untukku, hm?"

Sebelah alis Bakugou terangkat curiga. Terlebih saat jemari [Name] menyusup di antara helaian rambut dan tengkuknya, gestur yang sering ia lakukan untuk menenangkannya atau membujuknya untuk melakukan hal yang [Name] pinta.

"Dan bagaimana caramu melakukannya, bodoh? Apa kau akan mempengaruhi Aizawa-sensei? Atau membujuk All Might untuk mengganti pasangan latihan?"

"Tepat sekali," [Name] mengusak rambut Bakugou gemas. "Aku bisa mengaturnya untukmu kalau kau berjanji untuk menenangkan diri dan menemaniku siang ini, bagaimana?"

Bakugou menarik nafas dalam-dalam. Ia memejamkan mata sejenak, berusaha untuk meredam emosi sekaligus membayangkan apa yang akan ia lakukan pada sampah yang mengaku sebagai temannya. Belaian pada helai rambutnya ikut membantunya jauh lebih tenang. Tanpa membuka mata, ia mengadukan dahi dengan dahi [Name].

"Aku tidak mau menemanimu bermalas-malasan, bodoh," gumam Bakugou.

[Name] terkekeh kecil. "Aku akan mengajakmu membongkar isi kardusku. Sepertinya aku mempunyai figurine All Might yang langka pemberian orangtuaku dulu. Kalau kau berhasil menemukannya, figurine itu menjadi milikmu."

Bertolak belakang dengan beberapa saat lalu. Kali ini seringai Bakugou memiliki makna ia menjawab tantangan yang [Name] berikan. Amarah tergantikan oleh keinginan untuk menang. Wajah merengutnya kini berseri membayangkan ia mampu menjawab tantangan [Name] juga mendapatkan ganti dari figurine lamanya yang rusak. Tanpa membuang waktu, dengan jemari masih bertaut, Bakugou menyeret [Name] menuju kamarnya tidak sabar.

Keduanya tidak menyadari, beberapa pasang mata yang mengawasi mereka tidak sepenuh pergi. Dua dari mereka merasa takut dengan bayangan apa yang akan terjadi di latihan berikutnya, dua lainnya memekik senang dengan adegan setengah romantis yang baru saja disaksikan, sisanya tersenyum lebar. Kelimanya sepakat mengambil kesimpulan.

Tidak ada yang mampu meredam amarah dan menenangkan Bakugou Katsuki selain [Name].

Haloooo... apa kabarnya nih kalian?

Happy reading yaaa..

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top