Eighteen

A N N O U N C E M E N T

"Aku pulang ..."

[Name] mengabaikan fakta tidak ada yang menyahut salamnya. Langkah kakinya terdengar menggema di apartemen yang tidak terlalu sempit itu. Ia langsung membaringkan tubuhnya di sofa, lelah dengan aktifitasnya seharian ini sebagai pro-hero. [Name] mengakui menjadi pro-hero memang impiannya sejak kecil, namun menjalani kehidupan layaknya pro-hero benar-benar menguras hampir seluruh energinya. Dalam hati, ia bertanya-tanya mengapa makin hari kejahatan makin bertambah?

Beberapa tahun sudah berlalu sejak kelulusan mereka dari UA. Tidak ingin berpisah, Bakugou mengusulkan agar mereka tinggal bersama. Sejujurnya, [Name] ragu ketika Bakugou melontarkan gagasan itu, namun dengan banyak pertimbangan dan keuntungan yang akan ia dapatkan jika tinggal bersama kekasihnya, juga sedikit dorongan dari Mitsuki, [Name] mengiyakan tawaran Bakugou. Kini, mereka menempati apartemen kecil di pinggir kota. Bakugou yang memilihnya dengan alasan ia tidak harus bersosialisasi dengan tetangga dan jauh dari hingar-bingar kota.

Seperti yang sudah banyak orang duga, setelah kelulusannya, Bakugou menjadi incaran banyak agensi terlepas dari sifat temperamentalnya. Karir Bakugou semakin menanjak setiap harinya, hampir setiap misi yang diberikan padanya mampu diselesaikan dengan mudah. Yah ... walaupun pada beberapa misi penyelamatan Bakugou mendapat teguran karena pilihan katanya yang kasar.

Alih-alih menjadi salah satu pro-hero dengan karir meroket seperti kekasihnya, statistik karir [Name] jauh lebih landai. Ia lebih sering berada di misi penyelamatan mengingat kemampuan dan ketahanan tubuhnya, juga prinsipnya sebagai seorang hero. Menurutnya, seorang pahlawan adalah sosok yang mampu menolong orang banyak, agak berkebalikan dengan Bakugou yang berpendapat bahwa seorang hero adalah sosok yang cenderung suka menghabisi setiap villain. Tidak heran, rutinitias [Name] mengijinkannya untuk pulang lebih awal dibanding kekasihnya.

[Name] membuka mata mendengar suara dering ponselnya memenuhi penjuru ruangan, ia bahkan tidak sadar matanya terpejam. Sebelah alisnya terangkat melihat ID penelpon.

"Ada apa Mina?"

"[Name]! Astaga [Name]! Apa kau sudah lihat beritanya?" suara histeris Ashido memenuhi indra pendengaran [Name] sampai ia harus menjauhkan ponsel dari telinga.

[Name] menghela napas panjang. "Pelan-pelan saja. Aku tidak tuli. Berita apa yang kaumaksud?"

"Nyalakan televisimu sekarang!" suruh Ashido masih dengan nada tingginya. "Ayo cepat. Bakugou sedang di wawancara oleh media dan kau harus menontonnya."

Kening [Name] mengernyit, namun tetap menuruti keinginan Ashido. Sebelah tangannya terjulur ke arah meja, mengambil remote control televisinya. Sesaat setelah layar menampilkan wajah Bakugou, [Name] kembali mendengar suara Ashido.

"Sudah dinyalakan?" [Name] hanya berdehem pelan sebagai respon. "Sebenarnya yang kautonton sekarang adalah siaran ulang. Wawancara itu berlangsung tadi pagi setelah Bakugou menyelamatkan sandera di perampokan bank bersama dengan Uraraka dan Kirishima."

Sebenarnya, [Name] sudah tidak memperhatikan apa yang diucapkan oleh Ashido, bahkan ia tidak peduli saat temannya memutuskan sambungan. Fokusnya terpusat pada Bakugou yang tidak nyaman diserang dengan pertanyaan-pertanyaan dari wartawan. Kekasihnya itu memang agak sensitif dengan media, selain ia harus benar-benar menjaga sikap di depan media, terkadang Bakugou mengaku ia gerah dengan sikap kepo para wartawan itu.

"Bagaimana tanggapanmu mengenai rumor bahwa kau sedang menjalin hubungan dengan sesama hero?"

Pertanyaan yang dilemparkan oleh salah satu wartawan membuat Bakugou meliriknya sadis. Inilah salah satu alasan mengapa Bakugou menjauhi media. Wajahnya yang memberengut meyakinkan [Name] kekasihnya tidak senang dengan pertanyaan yang terlontar.

"Apa kaubilang?" geraman Bakugou membuat beberapa wartawan memilih untuk menjaga jarak. [Name] terkekeh pelan melihat gestur agresif kekasihnya.

"Y-yah ... banyak orang yang menyadari jika akhir-akhir ini Ground Zero-san lebih sering terlihat dan satu misi bersama dengan Uravity-san. Sehingga tidak sedikit orang yang berspekulasi kalau kau menjalin hubungan dengan Uravity-san."

Hati [Name] mencelos mendengar penjelasan si wartawan atas hubungan romansa Bakugou. Tentu saja karena walau garis besar rumor itu benar, tetapi tetap saja para wartawan itu salah menduga siapa pasangan Bakugou.

Tidak mengherankan juga sih. [Name] dan Bakugou memang jarang terlihat bersama di hadapan publik. Mereka hanya sesekali menjalankan misi bersama mengingat [Name] lebih suka menyelamatkan orang lain sedangkan Bakugou memilih untuk berhadapan dengan villain. Ditambah lagi dengan fakta bawah agensi mereka tidak berdekatan. Namun mengira Bakugou menjalin hubungan dengan Uraraka, entah kenapa [Name] merasa sangat sedih mendengarnya.

Bakugou menatap tajam si wartawan. Rahangnya mengeras dengan dahi mengernyit. Kemudian ia menghela napas, berusaha untuk mengontrol amarahnya yang sudah di ubun-ubun. Samar tapi pasti, [Name] menyadari bahwa kepalan tangan Bakugou mulai berasap

"Kalau mau menuduh sembarangan, lakukan dengan benar, bodoh! Kaupikir aku tukang selingkuh apa!?" Bakugou mendengus kasar. "Dengarkan aku baik-baik. Satu-satunya gadis yang menjalin hubungan denganku saat ini hanyalah tunanganku. [Name] tidak akan senang mendengar rumor ini."

[Name] terkesiap. Apa yang baru dikatakan Katsuki? Tu-tunangan!?

Tidak hanya dirinya, para wartawan yang hadir juga syok dan tercengang mendengar pernyataan Bakugou. Kekasihnya—atau tunangannya, mengingat Bakugou merubah titelnya secara sepihak, seolah memanfaatkan keterkejutan media untuk segera melarikan diri.

[Name] tidak sempat tahu apa yang terjadi selanjutnya pada Bakugou selanjutnya. Tiba-tiba saja layar televisi menghitam.

"Kau juga percaya pada rumor bodoh itu?" suara Bakugou menyapa telinga [Name].

[Name] menoleh setengah terkejut. "Katsuki!? Kapan kau pulang?"

Bakugou mendengus kecil. "Sejak kau asyik menonton berita bodoh tak berdasar itu. Apa kau juga percaya pada rumor itu?"

Bakugou mengusak lembut kepala [Name] lalu duduk di samping gadisnya. Perasaan bersalah dan menyesal menyelimuti benaknya sejak wawancara tadi pagi. Ia tahu [Name] merasa sedih atau kecewa, entahlah. Satu-satunya hal yang Bakugou tahu adalah mendengar rumor hubungan romantisnnya dengan orang lain membuat gadisnya menderita. Hell, membayangkan [Name] dirumorkan oleh pria lain pun ia tak sudi. Kalau hal itu sampai terjadi, yang pertama kali ia lakukan adalah mencari pria itu kemudian meledakkan wajahnya.

[Name] itu miliknya dan ia, dengan senang hati mengakui bahwa ia juga milik [Name].

"Tentu saja tidak," [Name] melipat kedua tangannya di depan dada, pura-pura kesal. "Tapi katakan padaku, Ground Zero-san, sejak kapan aku menjadi tunanganmu? Kenapa aku tidak pernah mendengar lamaran atau ajakan menikah darimu?"

Wajah Bakugou memerah. Berada di bawah tatapan [Name] yang terkesan mengintimidasi, Bakugou memalingkan wajah. Sejujurnya, ia tidak tahu apa yang membuatnya mengucapkan kata 'tunangan' sebagai titel [Name] di hidupnya. Mungkin kesal karena tekanan dari media, mungkin geram dengan rumor itu, mungkin juga .... karena Bakugou merasa [Name] pantas mendapatkan titel itu.

"Diamlah, bawel," Bakugou tidak bisa berkata lagi.

Menyadari sikap Bakugou, [Name] berhenti berpura-pura dan menghambur padanya. "Aww ... Katsuki, kau manis sekali. Andai kau bertanya dulu padaku, aku pasti akan menjawab iya untukmu. Beribu kali 'ya' untuk menjadi tunanganmu, tahu."

Bakugou tidak membalas. [Name] memilih untuk membenamkan wajah di dada Bakugou, tidak peduli dengan bau asap dan keringat yang menyatu dengan aroma tubuhnya. Hatinya membuncah. Begitu bahagia dengan fakta Bakugou mengumumkan hubungan mereka di hadapan massa. Kini, tidak akan ada lagi kesalah pahaman mengenai siapa pendamping Ground Zero. Yang diketahui oleh dunia saat ini pro hero Ground Zero sudah melabuhkan hatinya pada satu gadis, yaitu dirinya.

"Para keparat itu pasti sangat bodoh sampai salah mengira si Muka Bulat adalah kekasihku," bisik Bakugou. "Maafkan aku karena membiarkan hal itu terjadi."

[Name] menjauhkan diri dari Bakugou. "Untuk apa minta maaf? Kau baru saja mengumumkan pada semua orang kalau aku adalah tunanganmu. Dan aku sangat senang mendengarnya. Tidak perlu meminta maaf karena sudah membuatku merasa menjadi gadis paling bahagia di dunia Katsuki."

Senyum [Name] melebar. Senyuman yang menular hingga Bakugou tidak bisa menahan diri untuk ikut menyunggingkan senyum kecil. Bakugou membelai pipi [Name] dengan ibu jarinya lalu menarik leher [Name] mendekat dan mencium kening gadisnya.

"Aku sangat amat menyayangimu Katsuki."

Bakugou hanya menyeringai kecil seraya menggumam setuju.

Sayang sekali momen mereka terganggu karena dering notifikasi beruntun dari ponsel Bakugou. Pria itu mengambil ponselnya dongkol. Ekspresinya menjadi masam setelah melihat siapa yang mengirim pesan dan apa pesannya.

"Oh sial."

"Kenapa? Siapa yang mengirim pesan?"

"Nenek tua itu yang mengirim pesan. Ia mengamuk, memintaku pulang dan memberi penjelasan tentang rumor brengsek itu."

Memperhatikan perubahan raut wajah Bakugou dan mendengarnya mengumpat, [Name] tergelak. "Sepertinya kita harus segera memberitahukan Ibumu sebelum ia kemari."

Wajah Bakugou berubah horror membayangkan sang Ibu ke apartemen mereka dan mengamuk di sana hanya karena rumor bodoh. Kali ini, [Name] tertawa terbahak-bahak sementara Bakugou langsung menelpon sang Ibu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top