Part : 28

Cinta itu......

kadang........ menyakitkan

Kadang..... butuh pengorbanan

Kadang.....butuh airmata

Kadang.....butuh dipahami

Tapi percayalah cinta akan selalu,

Menguatkan yang lemah

Memperbaiki yang salah

Menerangi yang gelap

Dan membawamu pada kebahagiaan

***


Siang itu Amanda mengantar Azka ke kantor Kevin sebelum mengunjungi papinya di rumah sakit. Ketika sampai di lobby beberapa karyawan yang mengenalnya langsung menghampiri sekaligus menggoda Azka. Azka yang pada dasarnya adalah anak yang ramah terlihat senang dan tak henti hentinya tertawa ketika ada yang menggodanya. Amanda akhirnya harus meminta izin setelah beberapa saat. Karena takut kehadiran Azka mengganggu kinerja karyawan suaminya. Ia lalu melangkah menuju lift yang sudah di jaga oleh secutrity.

Sesampai di ruangan, Kevin yang sedang sibuk dengan kertas diatas meja langsung  menyambut mereka.

"Hallo anak ayah" Kevin langsung menyapa Azka, dan putranya pun langsung mengangkat tangan minta di gendong. Begitu tiba digendongan Kevin Azka langsung meraih wajah sang ayah dan memainkan kacamatanya. Segera Kevin melepas kacamatanya dan menaruh di meja. Lalu membawa Azka ke kamar tempatnya biasa beristirahat. Sementara Amanda mengikuti dari belakang.

"Mas, aku gak lama ya disini. Mau besuk papi"

"Kamu bawa Azka?"

"Enggak lah, nanti aku tinggal di mobil sama Ati"

"Kalau ditinggal di mobil, mending Azka disini sama saya. Kamu bawa Asinya?"

"Ada. Biskuit dan makan siangnya juga ada mas. Tapi takut mas repot, kerjaannya banyak gitu" ucap Amanda karena mengingat penuhnya meja kerja suaminya dengan kertas.

"Enggak lah, ya kan ka?" Jawab Kevin sambil bertanya pada putranya yang sedang sibuk memperhatikan mainannya. Dan Azka hanya membalas pertanyaan ayahnya dengan senyuman

"Mas gak ada rapat?"

"Enggak, cuma meneliti berkas. Itu nanti bisa disambung di rumah kan? Lebih enak godain Azka" jawab Kevin lalu mengambil mainan yang sedang digenggam putranya itu. Langsung Azka berusaha merebut kembali mainannya dari tangan sang ayah. Kedua orang tuanya hanya tertawa melihat tingkah Azka.

"Kamu lama gak di rumah sakit?" Tanya Kevin lagi.

"Belum tahu sih mas, kemarin aku gak besuk. Sibuk di kantor"

Kevin hanya mengangguk, mendengar jawaban istrinya. "Kamu, jadi bicara tentang pembicaraan yang kemarin ke papi?" Lanjutnya

"Rencana hari ini mas. Lihat kondisi papi. Tapi tadi pagi aku telfon suara papi udah baikan kok"

"Ya sudah, syukur kalau papi kamu dah baikan. Makin cepat kamu bicara makin baik. Berangkat sekarang aja nanti keburu siang"

"Oh iya, mas udah bicara dengan pak Regan?"

"Sudah, berkasnya mungkin hari ini ditarik dari pengadilan. Kenapa?"

"Enggak cuma nanya" jawab Amanda sambil tersenyum

Kevin segera meraih bahu istrinya lalu mengecup keningnya. "Terima kasih sudah mau mendengarkan aku" ucapnya di telinga sang istri

"Aku juga mau bilang terima kasih,  mas kasih aku kesempatan sekali lagi"

"Bukan cuma buat kamu, tapi juga buat aku. Kita perbaiki sama sama" sambut Kevin dan dibalas anggukan oleh istrinya

"Ati aku suruh naik aja ya mas?"

"Gak usah deh, biar aku sendiri aja. Aku dah bisa kok urus anakku" jawab Kevin dengan pede

"Tar kalau dia poop?" Tanya amanda sambil tersenyum menggoda

Kevin terdiam mendengar pertanyaan istrinya. Kalau Azka pee masih bisa lah diatasinya. Paling ganti diapers. Tapi kalau membersihkan poop, ia menyerah. Setelah berpikir  akhirnya dia mengangguk dan mengijinkan Ati untuk membantunya.

Akhirnya Amanda pergi, sementara Kevin terus bermain dengan Azka dan membiarkan Ati menunggu di ruang tamu. Setelah lelah bermain Azka akhirnya mengantuk. Segera Kevin memberinya susu dan menepuk nepuk bokong putranya sambil tiduran. Ia tidak peduli dengan kemejanya yang kusut. Sebagai ayah, sekarang ini ia mengerti bahwa bisa bermain dengan putranya mengalahkan kekhawatiran tentang baju yang kusut.

Flashback

Kevin pov

Siang ini aku berjanji untuk bertemu dengan Amanda. Di sebuah restoran yang terletak di bogor. Tempatnya lumayan jauh walau terletak dipinggir jalan besar. Kami berada di tengah sawah. Pemandangannya bagus, gunung salak terlihat di kejauhan. Restoran yang menawarkan  makanan sunda dan memiliki saung yang agak berjauhan tampaknya cukup lumayan untuk membicarakan hal yang serius dengan Amanda. Walau jujur ialah yang memilihkan tempat ini.

Amanda datang setelah aku sampai lebih dahulu selama sepuluh menit. Ia datang sendiri sesuai dengan janji kami. Kami langsung menuju saung yang sudah disiapkan dan langsung memesan makanan. Setelah makan akhirnya kami mulai bicara.

"Jadi gimana nda?" Tanyaku

"Gimana apanya?"

"Kamu siap berhenti bekerja?"

Lama ia terdiam sampai akhirnya mengangguk. Kemudian ia berkata

"Apa syarat yang lain mas?"

"Yang pertama adalah yang kemarin, aku ingin kamu berhenti bekerja.  Itu mutlak karena aku tidak ingin anakku dibesarkan oleh baby sitter. Azka anak kita, aku akan membantumu jika kamu kerepotan mengurusnya. Ati akan tetap bekerja pada kita tapi ia pun hanya membantu. Kendali tetap ada ditangan kamu. Bagaimana?"

"Aku mengerti mas"

"Yang kedua, aku ingin kamu pindah dari rumah orang tuamu secepatnya. Kita akan pindah ke rumah yang sudah aku sediakan. Aku tetap mengijinkan kamu mengunjungi orang tua kamu. Tanpa batas waktu. Namun kamu hanya boleh menginap dengan seijinku pada hari hari kerja. Karena aku juga ingin menghabiskan hari liburku bersama kamu dan anak kita di weekend"

"Ya mas" Amanda kembali mengiyakan dan mengangguk tanda setuju.

"Ketiga, aku yang akan menafkahi kamu. Uang yang berasal dari papa kamu tidak boleh dipergunakan dalam pengeluaran rumah tangga kità. Uang itu milik kamu dan aku gak akan mengganggu gugat. Aku juga tidak bersedia ikut campur dalam perusahaan keluarga kamu. Aku tidak ingin ada perselisihan yang lain. Cukup, ketika kita ribut kemarin papi kamu langsung menarik seluruh sahamnya"

"Aku ngerti mas, tapi kamu mau kan memperbaiki hubungan dengan papi dan mami?" Tanya Amanda hati hati

"Ya, aku akan memperbaikinya tapi pelan, semua tidak akan semudah pada awalnya. Ini juga pelajaran untuk kita. Jangan pernah melibatkan orang tua dalam perselisihan rumah tangga. Kita mungkin akan baik baik saja. Tapi hubungan dengan orang tua, bisa sangat sulit untuk memperbaikinya"

Aku melihat Amanda mengangguk tanda mengerti. Mudah mudahan ia benar benar mengerti. Ia tidak berbicara banyak tapi aku tahu banyak hal yang menjadi beban pikirannya saat ini. Rasanya sulit bagiku untuk membantunya keluar dari pola pikirnya selama ini. Tapi kalau aku mengikuti keinginannya maka semua akan berantakan kembali. Dan aku tidak mau itu. Aku tahu berat buat Amanda untuk berbicara dengan orang tuanya tentang masalah ini. Tapi aku berjanji dalam hati bahwa aku akan selalu mendukungnya.

Ia tidak akan sendirian melewati hal ini. Aku akan mendampinginya. Mudah mudahan aku tidak terlalu keras padanya. Sehingga menyebabkan ia terluka. Aku hanya ingin yang terbaik untuk keluargaku. Sehingga apa yang aku perjuangkan bisa menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Amanda Pov

Aku melangkah pelan menuju ruang inap papi dengan  perasaan yang tidak menentu. Antara takut, cemas dan rasa optimis. Kali ini aku harus mampu menyelesaikan masalahku, tanpa menunda nunda lagi. Aku tiba di depan pintu kamar papi, dengan menyebut nama Tuhan dan menghirup nafas dalam dalam aku membuka pintu. Tampak papi dan mami sedang mengobrol berdua.

"Hai pi" sapaku sambil.mencium kedua pipi papi.

"Hai sayang, Azka mana?"

"Sama.... ayahnya pi" jawabku terbata. Sambil terus berusaha menetralisir debaran jantungku. Dan berusaha terlihat tidak gugup.

"Sini duduk dekat papi"  papi melambaikan tangannya sementara mami langsung menjauh.

"Gimana kabar kamu?"

"Baik, papi gimana?"

"Udah baikan, mudah mudahan membaik terus ya"

"Amin pi" jawabku sambil tersenyum. Setelah berpikir sejenak akhirnya ia bertanya kembali "Pi, Manda boleh ngomong sesuatu?"

"Kamu mau ngomong apa?"

Aku menarik nafas dalam dalam sebelum akhirnya berkata

"Manda mau kembali sama Kevin"Jawabanku serta merta membuat mami langsung berdiri. Sementara kulihat papi mengangkat tangannya melarang mami bicara. Papi memandangku dalam dalam namun aku segera menundukkan kepalaku. Tidak berani menatap papi.

"Jelaskan sama papi apa alasan kamu" tanya papi dengan lembut. Jujur intonasi suara papi jauh diluar dugaanku. Karena pada awalnya kukira papi akan marah.

"Azka pi" jawabku jujur

"Hanya Azka? Tidak melibatkan perasaan kamu?" Tanya papi menyelidik

"Perasaan manda juga"

"Kamu mencintai Kevin?"

Aku hanya mampu mengangguk pelan.

"Kamu yakin dengan perasaan kamu?"

Aku kembali mengangguk. Sementara kulihat papi menghela nafasnya. Jujur aku sangat takut kalau papi tiba tiba pingsan. Tapi tampaknya papi memang sudah lebih sehat.

"Maafkan papi, mestinya pertanyaan ini papi ajukan sebelum kamu menikah" suara papi terdengar menyesal.

"Gak apa apa pi, manda juga salah selama ini manda terlalu melibatkan papi dalam masalah rumah tangga Amanda"

"Kamu gak salah, kami yang selama ini terlalu takut kehilangan kamu"

"Papi gak akan kehilangan Amanda sampai kapanpun, jangan takut ya pi"

"Ya" jawab papi. Kulihat mata papi menerawang  tidak berani memandangku. Aku tahu ada air mata yang mulai menumpuk disana. Dan papi takut aku tahu kalau ia menangis. Aku menguatkan hatiku untuk melamjutkan percakapan kami.

"Amanda juga akan pindah ke rumah Kevin, rencananya nunggu papi keluar dari rumah sakit" kulihat papi terdiam dan kali ini air matanya benar benar menetes.

"Kamu akan sering main ke rumah kan sayang?"

Aku segera mendekap papi dan menumpahkan air mata yang juga sedari tadi kutahan. Papi menciumi ubun ubunku dan memelukku dengan erat.  Meluapkan tangisnya yang juga semakin keras. Sampai akhirnya aku berkata

"Udah pi, nanti sakit lagi"

Papi hanya menggeleng. Setelah sekian menit berlalu akhirnya tangis papi reda. Dan ia kembali bertanya

"Apa Suamimu mengijinkan kamu mengunjungi kami?"

"Ya, mas Kevin setuju pi. Kecuali weekend karena ia ingin menghabiskan akhir pekan dengan kami. Kami juga masih boleh menginap di rumah papi" jawabku sambil menghapus air mata papi,

"Mi, sudah dengar anakmu?" Tanya papi ke mami yang juga kulihat menangis. Aku segera menghampiri mami. Awalnya mami menolak, tapi tak lama ia juga memelukku dan berbisik "mami takut kehilangan kamu"

"Mami gak akan kehilangan manda, kita tinggal di kota yang sama. Manda janji akan sering mengunjungi papi dan mami, bawa Azka juga"

"Apa Kevin menetapkan syarat lain nda?"

Aku mengagguk dan akhirnya menceritakan semua. Lebih baik aku jujur sekarang. Aku tahu ini pil pahit bagi orang tuaku. Pada satu sisi aku merasa sebagai anak durhaka. Tapi aku sudah memutuskan untuk menata kembali rumah tanggaku. Sekarang atau tidak sama sekali! Papi hanya terdiam dan tidak mengucapkan sepatah katapun. Sementara aku juga memilih tetap berada dalam dekapan mami.

Ini adalah saat pertama aku mengambil keputusan besar dalam hidupku. Selama ini orang tuakulah yang melakukannya untukku. Menyakitkan memang melihat wajah sedih papi dan mami. Tapi mengingat kembali wajah Azka dan kesempatan kedua yang telah diberikan Kevin. Aku tahu bahwa aku tidak boleh mundur. Semoga keputusanku kali ini tidak salah, dan Kevin menepati janjinya.

091017

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top