Part : 27
Haaaiiii.... saya kaget barusan, "GREY WEDDING" ternyata masuk ke peringkat #691 dalam romance. Jujur gak nyangka. Padahal diluar sana banyak cerita bagus berseliweran. But saya cuma bisa bilang Thank you very much buat semua yang udah baca dan kasih vomentnya. Yang pasti saya senang sekali.
Lanjut yuuukk....Part ini yang paling sulit buat saya. Banyak ide di kepala tapi gak tahu mau direalisasikannya gimana. Semoga kalian semua suka....
Kevin pov
Lama aku terdiam sebelum menjawab pertanyaan Amanda.
"Ketika itu saya takut nda, kalau kamu kembali mengingkari janji kamu. Kita hampir selalu berakhir seperti itu kan? Saya berada dalam dilema dan butuh teman cerita. Walau bukan menceritakan tentang kondisi rumah tangga kita. Tapi minimal menyampaikan kepada seseorang bahwa saya sedang merasa gelisah itu sudah cukup. Ketika hidup membawa saya ke arah yang tidak saya inginkan. Saat itu saya sampai pada titik dimana saya tidak mampu lagi bertahan tapi saya harus bertahan untuk Azka. Waktu kita menikah saya berharap banyak. Salah satunya kita akan bisa melewati semua bersama sama. Tapi akhirnya kenyataan membuat kita terdampar pada situasi ini"
Kali ini dia yang terdiam karena jawabanku. Aku kembali menjalankan mobil dengan perlahan.
"Apa saya gak punya kesempatan lagi?" Tanya Amanda akhirnya
"Kamu tenangin diri kamu dulu, pikirkan baik baik apa yang kamu mau. Jangan mengambil keputusan dengan emosi" balasku
"Tapi sidang putusan sudah mau dilaksanakan. Apa kita masih punya waktu?" Isak kembali terdengar diantara kalimatnya.
"Saya gak bisa jawab pertanyaan kamu. Kemarin saya sudah minta sidang putusan ditunda karena baptis Azka. Sekarang kamu mau ditunda lagi. Saya gak ahli dalam menebak keinginan kamu. Nanti saya minta pembatalan, tapi kemudian kamu minta pisah gimana?"
"Bisa gak mas aku minta tolong, kita kembali untuk Azka" kali ini amanda terlihat benar benar memohon
"Kalau itu terjadi, kamu siap gak terima syarat dari saya?" Tanyaku
"Syaratnya apa?"
"Salah satunya berhentilah bekerja"
Amanda terdiam sejenak mendengar kata kataku.
"Kenapa?"
"Saya ingin kamu fokus ke Azka sampai dia umur lima tahun. Dan itu tidak bisa ditawar"
"Tapi mas tahu kondisi papi kan? Aku masih harus banyak belajar di kantor" Amanda memohon padaku. Dan bertepatan kami sudah sampai di rumah Amanda
"Camkan pertanyaan saya kembali. Lalu tanyakan ke diri kamu, sebenarnya mau balik sama saya untuk Azka atau untuk memenangkan ego kamu yang kalah? Karena kalau kamu mau kita rujuk, maka saya akan memberikan beberapa syarat yang harus kamu penuhi. Kalau salah satu saja tidak bisa kamu penuhi. Sorry, divorce is the best choice" tegasku
Kami sama sama terdiam, sampai akhirnya Amanda turun dari mobil tanpa menjawab sepatah katapun. Karena aku tahu bahwa mertuaku tidak di rumah, aku menawarkan diri untuk menggendong Azka. Amanda hanya mengangguk tanda setuju. Kami saling diam sepanjang perjalanan menuju kamar. Begitu sampai kamar aku meletakkan Azka di tempat tidur. Setelah mengecup keningnya aku pamit pada Amanda. Kali ini ia mengantarku sampai di gerbang.
Aku sudah memutuskan bahwa aku harus menegaskan keinginanku pada Amanda. Bukan karena aku egois tapi untuk sesuatu yang lebih baik ke depannya. Kami tidak mungkin berumah tangga dengan kondisi selama ini. Kami harus sama sama berubah.
Ku akui, akupun turut ambil bagian dalam menciptakan keadaan ini. Selama ini aku tidak tegas. Semua terserah Amanda! Aku takut menyakitinya, tapi sekarang tidak boleh lagi. Ada Azka diantara kami yang mengharuskan kami untuk berubah. Menjadi orang tua memang tidak mudah tapi kami harus tetap menjalaninya. Karena memang inilah takdir kami.
***
Amanda pov
Aku masih berada di pintu gerbang sampai mobil Kevin menghilang dari pandangan. Setelah meminta satpam menutup pintu, kemudian aku kembali masuk kerumah. Suasana sangat sepi kulihat jam menunjukkan hampir pukul sebelas malam. Aku melangkah gontai menuju kamarku. Rasanya tenagaku hilang entah kemana. Sesampai dikamar aku membersihkan riasan dan membasuh tubuhku. Mengganti gaunku dengan gaun tidur dan akhirnya aku berbaring disamping Azka. Aku kembali merenungkan semua, dan merasa berada dipersimpangan yang tak tahu mana arah yang akan kujalani.
Kalimat kalimat yang disampaikan Kevin dengan tenang ternyata mampu menusuk jantungku. Aku kembali mempertanyakan diriku apakah aku akan mampu mengikuti syarat yang diajukan. Untuk yang satu itu saja rasanya sangat berat. Apalagi untuk syarat lain yang belum ku ketahui. Benarkah semua permintaanku demi Azka? Atau Kevin memang benar, bahwa aku hanya ingin memenangkan egoku.
Tapi ketika aku memandang Azka dan kembali mengingat interaksinya dengan ayahnya. Dilema itu kembali menghampiriku. Apa yang akan terjadi ke depan. Bayangan mami dan papi kembali datang. Mampukah aku melihat kekecewaan mereka kali ini. Aku tahu bahwa Azka adalah masa depanku. Tapi orang tuaku adalah masa kini yang tidak dapat aku abaikan.
Apakah berpisah memang yang terbaik untuk kami? Tapi sanggupkah aku melihat kalau Kevin akan menemukan perempuan lain kelak? Aku tahu kalau aku mulai mencintainya. Sanggupkah aku melihat Azka yang akan bolak balik dari rumah ayahnya dan ke rumahku? Tidak bisa menghabiskan waktu dengan kedua orangtuanya? Bagaimana bila kelak ia sedang bersama ayahnya tiba tiba membutuhkan aku? Atau malah sebaliknya? Itu pasti tidak baik untuk pertumbuhan mentalnya? Namun itulah yang akan terjadi kalau kami berpisah. Anak tetaplah menjadi korban.
Aku seperti makan buah simalakama. Aku tahu Kevin adalah pria yang baik. Jauh berbeda dengan pria pria eksmud lain. Aku tidak pernah melihat dia mengunjungi club. Atau mabuk mabukkan dengan teman temannya. Tidak punya sejarah sebagai playboy. Juga tidak pernah melakukan kekerasan terhadapku. Tidak pernah memprotes rasa masakanku. Ia yang selalu mengerti dengan seluruh kekuranganku. Mau cari dimana lagi pria seperti dia? Ribuan perempuan diluar sana akan bersiap siap mendekat kalau perpisahan kami terjadi.
Apakah memang kali ini aku yang harus merubah diriku? Menjadi perempuan yang sesuai dengan keinginan Kevin. Menjadi ibu yang baik bagi Azka. Memberikan seluruh waktu dan kasih sayang kepada anakku, seperti yang pernah diberikan oleh orang tuaku kepadaku. Aku kembali membayangkan semua kejadian ketika pernikahan kami baik baik saja. Menjadi ibu rumah tangga sekaligus perempuan yang berkarier. Berbagi tugas rumah tangga dengan Kevin. Menghabiskan sepertiga hari bersama. Apakah semua bisa seperti waktu itu?
Akhirnya aku memilih untuk menautkan kedua tangan dan berdoa. Hal yang sebenarnya sudah lama tidak ia lakukan. Saat ini aku merasa tidak membutuhkan siapa siapa untuk berbagi. karena aku tidak mau salah langkah lagi. Tuhan satu satunya tempatku mengadu sekarang.
Jakarta International Hospital
Papi amanda sudah sadar dari kemarin. Sang istri terus mendampingi dengan setia. Pagi ini pak sudargo sudah mampu berbicara. Walau masih sedikit sulit.
"Mi, Amanda belum datang?" Tanyanya pada istri yang sedang duduk disampingnya.
"Belum pi, mungkin sebentar lagi"
"Papi kangen Azka"
"Mami juga, papi harus segera sembuh biar bisa main sama Azka lagi"
"Amanda gimana ya mi sekarang?"
"Baik, kok papi tiba tiba nanya gitu?"
"Papi lihat perubahan dia, semenjak proses perceraian dengan Kevin. Lebih pendiam dan tertutup. Gak pernah lagi dia tertawa lepas seperti dulu" mata lelaki tua itu tampak menerawang
"Ya, mami juga berpikir gitu. Dia berubah, seperti ada yang mengganjal pikirannya. Tapi dia gak mau ngomong sama kita. Padahal biasanya ada apa apa dia langsung cerita kalau ada masalah. Selama ini ia selalu menjadi anak yang penurut. Tidak pernah melawan keinginan kita. Tapi sekarang kok rasanya mami kehilangan dia" jawab istrinya sedih
"Papi bisa lihat dia tertekan mi, beberapa kali papi pergokin dia menangis di kamar. Keluar bersama teman temannya juga tidak pernah lagi. Kegiatannya sehari haripun cuma mengurusi Azka. Belanjapun tidak pernah keluar. Semua dibeli lewat internet. Dengan kitapun dia menjaga jarak"
Istrinya hanya mengangguk dan merebahkan kepalanya ke sisi tempat tidur suaminya.
"Mami takut kehilangan Amanda pi"
"Suatu saat nanti, dia pun akan kehilangan kita mi. Kita akan meninggal, lalu setelah itu Amanda akan sama siapa? Siapa yang akan melindunginya? Papi pun merasa berat, tapi kita harus mulai mi"
"Apa kita harus membiarkan dia kembali pada Kevin pi?"
"Rasanya tidak mungkin kalau kita mencari pendamping yang lain kan? Kalaupun itu terjadi harus karena keinginan Amanda mi, bukan keinginan kita. Mereka yang akan menjalani dan kita akan tinggal berdua saja"
Kedua orang tua itu kembali terdiam.
***
Kevin tiba di rumah sudah hampir jam dua belas malam. Ia memasuki rumah lalu menutup pintu dengan pelan lalu menguncinya. Ketika ia menaiki tangga terdengar suara mommy menegurnya
"Baru pulang vin?"
Kevin menghentikan langkahnya dan memutar tubuhnya menghampiri sang ibu lalu berkata
"Iya mom, kok belum tidur?"
"Nunggu kamu"
"Kok ditungguin, mau bicara sesuatu yang penting?" Pertanyaan kevin dibalas dengan anggukan oleh ibunya.
"Mau mommy buatkan teh?"
"Boleh" jawab Kevin lalu mengikuti sang ibu ke dapur.
Setelah menyeduhkan teh dan memberikannya kepada sang putra mommy lalu duduk dihadapan Kevin.
"Kok malam sekali?"
"Sekalian ngobrol sama Amanda tadi dijalan" jawab kevin sambil mengaduk tehnya
"Mau cerita?" Tanya mommy
Kevin menatap mommy kemudian akhirnya mengangguk. Lalu ia menceritakan pembicaraanya dengan Amanda. Tanpa ada yang ditutupi lagi. Ia sadar bahwa ia memang butuh teman bicara saat ini. Mencoba mencari jalan keluar terbaik tanpa harus menyakiti. Dan orang yang paling tepat untuk diajak bicara adalah keluarga.
"Menurut mommy apa yang kevin putuskan itu sudah benar?"
"Apa yang kamu anggap baik, pasti sudah kamu pikirkan. Memberikan syarat pada Amanda juga menurut mommy sudah baik. Supaya dia berubah kan. Selama ini mommy memang sedikit terganggu dengan sikapnya. Tapi ya sudahlah, tidak ada manusia yang sempurna. Apalagi dia anak tunggal, mungkin dia butuh waktu untuk beradaptasi dengan kita"
"Sikap yang mana?"
Lama ibunya menatap Kevin seakan enggan untuk bicara. Namun melihat putranya hanya diam menatapnya dan menunggu akhirnya perempuan itu berkata
"Sikapnya yang kurang menghargai kami sebagai orang tua kamu. Mommy dan daddy tidak minta banyak. Perlakukanlah kami sebagaimana ia selalu memperlakukan orang tuanya. Jujur mommy kecewa dengan sikapnya yang sama sekali tidak bijaksana. Hanya mementingkan keluarganya saja. Ia tidak mampu menyeimbangkan kehidupannya dengan kamu dan kami semua sebagai keluarga barunya. Dia juga tidak mengerti tugasnya sebagai istri kamu. Mommy bingung dia bisa meninggalkan kamu setiap saat keluarganya membutuhkan. Kamu pikirkan baik baik kalau mau kembali dengan Amanda. Apapun keputusan kamu mommy dan daddy akan mendukung"
"Saya sedang memikirkannya mom. Semua tergantung Amanda nanti bisa gak dia menerima syarat syarat dari saya. Kalau bisa kami lanjut tapi kalau tidak ya berpisah"
"Jadikan Azka sebagai pertimbangan utama ya"
Kevin kembali mengangguk dan menggenggam kedua tangan mommynya.
21017
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top