Part : 18
Amanda pov
Saat ini kehamilanku sudah memasuki minggu ke tiga puluh tujuh. Menurut perkiraan dokter bayiku akan lahir dalam minggu ini. Karena itu aku lebih sering tinggal di rumah. Mempersiapkan segala sesuatu untuk kehadiran si kecil nanti. Aku juga sudah memutuskan tidak membuat kamar bayi. Karena aku ingin bayiku tidur bersama denganku. Hanya tempat tidur yang di geser agar menempel di dinding. Seluruh perlengkapan bayi juga berada di kamar. Untung kamarku memang luas sehingga tidak terlalu masalah jika ada furniture baru yang bertambah.
Mengenai tempat tidur yang waktu itu kulihat dengan kevin tidak jadi dibeli. Aku tidak ingin ada hal tidak penting yang mengganggu pikiranku. Nanti saja kalau kira kira si kecilku sudah membutuhkan tempat tidur sendiri maka akan kubeli.
Soal nama juga belum disiapkan. Pernah kevin mewanti wanti agar ia saja yang kelak memberikan nama. Dan aku juga belum pernah bertanya mengenai nama yang disiapkannya. Tunggu sajalah ketika nanti bayi kami lahir dan ketahuan jenis kelaminnya maka pasti kevin akan memberi tahu.
Hubunganku dengan mami juga masih 'agak dingin'. Kami hanya membicarakan hal yang penting penting saja. Misal keadaanku dan bayiku ketika selesai mengunjungi dokter kandungan. Aku tidak tahu apakah aku yang menjauh atau mami yang yang menjaga jarak. Atau juga mami terlalu letih karena harus berbagi waktu dengan menjaga papi. Yang pasti aku menghindar karena tidak ingin mendengar keluhan atau protes mami tentang kevin dan keluarganya.
Sementara karena mami harus menjaga papi, otomatis kevinlah yang selalu menemaniku ke dokter dan ke tempat lain yang kuingini. Walau tidak memberi tahukan mami dengan siapa aku pergi, kurasa mami pasti sudah mengetahuinya. Secara mata mata mami kan banyak. Tapi beruntung sampai saat ini aku belum mendengar lagi protes mami.
Justru hubunganku dengan kevin lah yang memberikan rasa khawatir terbesar. Entah kenapa aku menangkap ada sedikit yang berbeda dengan suamiku. Tapi aku tidak tahu apa. Dia masih tetap bersedia jika aku minta ditemani. Juga tidak pernah membiarkan aku menunggu lama. Tapi tatapannya padaku berubah. Tidak lagi ada cinta atau apalah namanya. Aku tidak lagi menemukan binar bahagia setiap kali kami bertemu. Hanya sekedar tanggung jawab seorang ayah pada anaknya.
Jujur aku sangat takut, bila pada akhirnya nanti aku harus berpisah dari kevin. Dia laki laki yang baik, keluarganya juga baik. Terlebih kami punya anak yang harus kami besarkan bersama. Aku harap kehadiran seorang anak mampu mempererat kembali hubungan kami.
Aku juga berencana untuk membicarakan ini dengan mami setelah papi lebih sehat. Aku tidak ingin hubunganku dengan kevin berakhir dengan sia sia. Ya sudah lah walau awalnya aku tidak mencintai kevin. Namun lambat laun aku merubah sedikit pandanganku tentangnya. Dia bukan tipe pria pemabuk, penjudi dan suka main perempuan. Lelaki dengan kualitas sebaik kevin layak untuk diperjuangkan bukan? Selama ini aku bisa mendapatkannya dengan mudah. Tapi aku merasa bahwa kali ini akan sulit untuk menundukkan kevin kembali. Aku tidak tahu kenapa bisa punya perasaan seperti ini.
***
Kevin baru saja selesai mengantar amanda memeriksakan kandungan. Lalu ia mengajak istrinya tersebut untuk mampir di salah satu kafe karena merasa lapar.
"Kamu pengen makan sesuatu gak nda?" Tanya kevin setelah mereka duduk
"Enggak, memang kenapa mas?" Tanya amanda heran
"Siapa tahu aja kamu ngidam?" Jawab kevin sambil sedikit tertawa.
"Enggaklah, kan ngidam itu biasanya terjadi diawal kehamilan. Nah ini aku tinggal nunggu melahirkan kok ditanyain soal ngidam, sudah terlambat kali"
"Emang ngidam gak sembilan bulan ya?"
"Enggak lah mas, lagian dari awal aku gak membiasakan diri untuk menuruti semua keinginan. Toh kalau kepingin apa apa kan gak harus langsung dipenuhi. Bisa nanti nanti juga kan? Sekalian mendidik si kecil dari dalam perut. Biar gak manja"
"Kamu yakin? Bukan karena malu kalau minta sesuatu kan? Kata orang nanti takut anaknya ngences lho kalau gak diturutin"
"Ngapain juga malu? Anak kecil ngences karena belum mampu menutup rahangnya secara sempurna mas. Gak ada hubungannya dengan ngidam yang gak keturutan. Lagian seandainya ibunya ngidam durian apa anak yang masih dikandungan kenal sama durian kan enggak"
"Tapi istri ryan manager HRD dulu ngidamnya parah. Sampai minta suaminya pakai daster. Itu kata ryan lho"
"Mungkin istrinya kurang perhatian aja kali mas ah" sanggah amanda
"Terus kamu dah kebanyakan yang merhatiin ya. Makanya gak ngidam?"
"Bukan gitu juga sih, abis aku juga memang gak pernah kepengen yang aneh aneh. Paling buah gitu. Nah kalau buah gak hamil juga kan aku suka. Gak bisa dikategorikan ngidam kan? Trus kalau aku ngidam pengen dipeluk kamu tujuh hari tujuh malam emang kamu bisa mengabulkan?"
"Kan bisa dikondisikan sayang" jawab kevin jahil yang disambut pelototan dari amanda.
Akhirnya makanan ringan pesanan mereka datang. Kevin langsung menyantap pesanannya. Sementara amanda hanya bisa menggeleng geleng kepala. Karena akhirnya pesanan amandapun kevin yang menghabiskan.
"Pulang aja yuk mas, sesak lama lama duduk" ajak amanda setelah melihat kevin selesai makan
"Ya udah ayuk, kamu gak mau diantar kemana mana lagi abis ini?"
"Langsung pulang aja mas, capek aku"
Kevin hanya mengangguk dan setelah membayar mereka langsung keluar dari kafe. Kevin berjalan didepan sambil terus menggenggam tangan amanda.
***
"Masih bukaan dua bu. Sabar ya. Jalan jalan aja dulu di sekitar rumah sakit" kata bidan yang memeriksaku begitu aku sampai di rumah sakit.
Aku hanya bisa mengangguk. Walau ini pertama kali melahirkan namun informasi dari kelas senam hamil ternyata sangat berguna. Aku jadi tahu detail proses yang akan aku jalani. Aku kembali menghubungi kevin dan beruntung kali ini diangkat.
"Mas, aku sudah di rumah sakit"
"Ngapain?" Tanya kevin heran
"Ya mau melahirkan lah mas, masak mau nonton?" Jawab amanda kesal
"Oh sudah waktunya ya, aku langsung kesana" terdengar suara suamiku panik.
"Gak usah kasih tahu mommy dulu. Mami juga belum aku kasih tahu. Aku cuma pengen mas yang nemenin" kataku sambil menahan air mata.
Saat ini aku memang hanya ingin berdua dengan kevin. Aku tidak ingin ada orang lain. Aku begitu kecewa ketika tadi pagi aku ribut lagi dengan mami.
Flashback
"Kapan kamu akan melahirkan kata dokter nda?" Tanya mami ketika aku menyuapkan roti ke mulutku
"Minggu minggu ini mi, kenapa?"
"Kamu sehat kan?"
"Sehat mi, emang kenapa?"
"Mami boleh bilang sesuatu? Itu juga kalau kamu mau dengerin"
"Memangnya kenapa lagi?"
"Bisa gak, kamu gak usah keluar dengan kevin terus. Apa kamu kira mami gak tahu dengan siapa kamu selalu keluar akhir akhir ini?"
"Mi, kevin masih suami manda. Dan sebentar lagi kami jadi orang tua. Apa gak bisa sih mami gak usah mengingat yang dulu dulu. Manda capek lho kalau mami ngomongin itu terus" keluh ku
"Mami cuma mau yang terbaik buat kamu terlebih untuk cucu mami"
"Terus manda mau tanya, kalau mami dulu tahu bahwa kevin bukan yang terbaik kenapa mami setuju menjodohkan kami?"
"Karena dulu mami belum tahu siapa dia sebenarnya"
"Memangnya siapa kevin sebenarnya, kalau mami gak mau kasih tahu alasannya bagaimana manda bisa ambil keputusan?"
"Mami gak mau kamu kepikiran dan menggangu kandungan kamu. Mami gak mau terjadi sesuatu yang buruk pada cucu mami" suara mami terdengar mulai emosi
"Memang ini cucu mami. Tapi jangan lupa ayahnya kevin" aku berusaha memelankan suaraku.
"Kamu diapain sih sama kevin sampai gak bisa ngelupain dia? Jangan lupa surga ada di telapak kaki ibu. Bisa bisa gak selamat kamu melahirkan tanpa restu mami"
Aku hanya mampu memandang mami tanpa mampu berkata apa apa. Aku tidak percaya kalau mamiku sendiri mengatakan itu dari mulutnya. Apakah itu berarti kalau aku tidak akan selamat saat melahirkan anakku? Aku hanya mampu menangis lalu meninggalkan mami di ruang makan.
***
Author pov
Kevin mengelus elus punggung amanda yang sedang meringkuk di atas kasur. Sementara tangannya sudah terpasang jarum infus. Sesekali ia bertanya apakah terasa sakit. Dan amanda hanya membalas dengan anggukan. Setiap kali amanda meringis kevin selalu memberikan tangannya untuk menjadi pegangan bagi amanda.
"Mau mas ambilkan minum sayang?" Tanya kevin pelan. Namun amanda hanya menggeleng.
Sesekali juga kevin menyeka keringat amanda dengan tissue. Sambil berbisik di telinga istrinya untuk tetap bersabar. Kevin juga kembali mengucapkan beberapa doa yang ia hafal untuk menguatkan amanda. Walau tidak mengikuti, namun dalam hati amanda tetap mengamini setiap untaian doa yang diucapkan kevin. Rasanya lama sekali waktu berlalu. Amanda kembali menggigit bibirnya dan terdengar erangan kesakitan. Tepat ketika itu masuklah seorang perawat dan bidan senior.
"Kita periksa lagi ya bu amanda" sapa sang perawat sambil tersenyum.
Amanda hanya mengangguk sambil merubah posisi tidurnya. Rasa sakit yang semakin sering membuatnya seperti kehabisan tenaga. Setelah memeriksa akhirnya sang bidan berkata
"Ok, bawa ke ruang bersalin. Sudah waktunya. Bapak mau menemani?" Tanya nya kembali
Kevin hanya mengangguk
"Yakin ya pak kuat?" Kembali perawat itu bertanya
"Kuat suster" jawab kevin tegas.
Akhirnya para perawat mendorong amanda menuju ruang bersalin. Beberapa perawat lain tampak berjalan mengiringi.
Mereka segera memasuki ruang bersalin. Disana sudah ada dokter hadi yang menunggu. Amanda semakin kesakitan dan tidak peduli lagi dengan keadaan sekitar. Ia mencengkeram tangan kevin kuat kuat. Sementara suaminya membiarkan lengannya menjadi pelampiasan amanda. Dia tahu saat ini ia tidak mungkin bisa menggantikan rasa sakit istrinya. Karena itu ia membiarkan amanda mencakar lengannya sesuka hati. Setelah berada pada posisi melahirkan yang seharusnya bidan yang mendampingi dokter hadi mulai memberi aba aba.
"Ia, ambil nafas dulu ya bu, pelan pelan dorong"
"Aaaaaaaa huffh huffh hufhh" terdengar suara amanda berteriak diakhiri dengan lenguhannya.
"Tahan dulu ya bu sebentar, tunggu kontraksi selanjutnya" terdengar suara dokter kembali. Amanda hanya mengangguk sambil menahan rasa sakitnya.
Tak berapa lama berselang kembali amanda merasa kontraksi kembali. Serta merta bidan meminta amanda untuk mengejan.
"Ayo bu dorong kembali, kekuatan penuh ya" bidan itu kembali memberikan perintah. Amanda segera mencoba kembali namun kali ini ia gagal juga. Kemudian ia menangis mengingat kalimat kalimat mami tadi pagi. Apakah memang ia harus menyerah kali ini?
"Ayo bu, jangan menangis, saat ini kehidupan si kecil bergantung pada ibu. Semangat ibu pasti membuat semua lebih mudah. Jangan menyerah ayo dicoba lagi"
"Aaaaaa, suster saya gak kuat lagi" terdengar suara amanda terputus putus.
"Ibu pasti kuat, percayalah. Ingat saja sebentar lagi akan bertemu dengan si kecil. Kita akan lihat seberapa tampan atau cantiknya dia. Ayo ambil nafas lagi bu. Kepalanya sudah kelihatan nih" jawab bidan itu memotivasi.
Amanda kembali mengatur nafasnya. Sesuai dengan yang pernah diajarkan dikelas senam hamil. Sementara kevin tetap berada disampingnya juga terus membisikkan kata yang juga memotivasinya.
"Ya ok, dorong kuat kali ini" terdengar perintah bidan kembali
"Aaaaaaaaa....hhmmmppfff" terdengar suara amanda kuat sekali. Dan akhirnya tangis bayipun menggema di seluruh ruangan bersalin
"Selamat ibu, bayinya laki laki" ucap sang bidan.
Amanda yang merasa sangat lemas menoleh pada kevin sambil menangis. Kevin langsung menciumi wajah istrinya yang penuh dengan keringat. Tanpa mempedulikan paramedis yang mengelilingi mereka.
"Terima kasih sayang"ucapnya.
Segera seorang suster meletakkan bayinya di dada amanda
"Ini bu, dicium dulu ya, untuk bounding ibu dan putranya"
Suster itu meletakkan sang bayi di dada ibunya. Amanda mengelus kepala mungil yang sedang membuka mulutnya mencari puting ibunya.
"Waaaah, pangerannya langsung kelaparan ni" seru dokter hadi.
Kevin pun langsung mengecup kening putranya.
"Selamat datang Azka Wiratama"
"Nama yang bagus ayah" balas amanda sambil tersenyum.
"Nama tengahnya tugas kamu sayang. Biar ibunya ikut ambil bagian"
Tak lama suster meminta Azka kembali untuk dibersihkan. Sementara amanda masih di ruangan untuk menerima jahitan pasca melahirkan. Ditengah rasa sakitnya amanda bahagia. Tak sekalipun kevin melepaskan genggaman tangannya.
30/08/17
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top