Part : 14

Kevin pov

Pagi ini diawali dengan gerimis. Musim hujan sudah mulai menampakkan kehadirannya. Aku memandang ke pintu ruang inap amanda yang masih tertutup rapat. Aku tahu ayah dan ibu mertuaku menungguinya. Mereka belum keluar dari ruangan itu semalaman. Sementara aku berada diluar ruangan sebagai seorang pecundang.

Bukan aku tidak berani memaksa masuk kedalam. Tetapi aku tidak  menginginkan keributan lagi. Aku malu pada pekerja di rumah sakit ini. Kejadian tadi malam saja sudah membuat aku kehilangan muka. Ketika keluarga amanda mengusirku dari sini. Entah apa yang dipikirkan oleh para perawat yang sejak semalam berlalu lalang, ketika melihatku hanya duduk di luar ruangan. Aku tidak lagi peduli untuk kali ini.

Sebenarnya aku yang bersalah. Seharusnya aku mampu menjaga emosiku tadi malam untuk menjaga kesehatan amanda. Tapi kalimat kalimat yang keluar dari bibir mertuaku membuat aku menjadi tidak sabar. Kalau masih aku yang disinggungnya mungkin aku masih bisa terima. Tapi ia sudah mengusik ibuku yang tidak tahu apa apa.

Boleh lah mereka curiga pada keluarga kami, terutama aku. Karena takut kami akan 'merebut' putri tunggal mereka. Tapi tidakkah mereka mengingat kebelakang. Dimana aku selalu mengalah terhadap kehendak mereka? Bahwa aku tidak pernah mempermasalahkan waktu yang diberikan oleh istriku untuk mereka? Berkali kali aku harus ke pesta sendirian, padahal seharusnya aku butuh didampingi oleh istriku. Berkali kali juga aku harus membatalkan rencanaku untuk pergi berdua saja dengan istriku, hanya karena mertuaku meminta istriku ikut acara keluarga mereka? Baru masalah nujuh bulan itu aku menolak. Itupun karena aku tahu bahwa ibuku sudah melakukan persiapan yang panjang. Dan hal itu  menjadi masalah besar bagi keluarga mertuaku. Tidakkah mereka berpikir bagaimana kecewanya ibu dan keluargaku terhadap pembatalan acara tersebut?

Aku tidak ingin lagi mencari siapa yang salah diantara kami. Kalau memang jodoh kami hanya sepanjang ini. Aku terima! Yang penting amanda dan keluarganya bahagia. Dan anakku juga bisa tetap tumbuh dengan kasih sayang kami sebagai orang tua. Seandainya kami memang berpisah nantinya, aku tidak ingin anakku kehilangan kasih sayang. Aku juga lelah menjadi pihak yang selalu dicurigai. Seolah olah aku merebut perhatian dan kasih sayang putri mereka. Padahal
Pernikahanku dan amanda berdasarkan  kesepakatan mereka dan orang tuaku.

Tiba tiba pintu kamar amanda terbuka. Ayah mertuaku keluar dengan mata sembab. Aku memalingkan wajah untuk menghindari bertemunya pandangan kami. Ia berlalu melewatiku begitu saja, dan itu tidak menjadi masalah lagi bagiku. Biarlah semua berjalan sesuai keinginan mereka. Saat ini aku hanya ingin tahu kondisi istri dan anakku.  Beruntung tak lama dokter hadi dan seorang perawat masuk. Sebelum masuk ia sempat tersenyum padaku. Aku yakin pihak rumah sakit sudah memberi tahukan mengenai kejadian tadi malam yang membuat istriku sampai pingsan. Dimana mana berita buruk akan lebih mudah tersebar bukan?

Dokter hadi kembali keluar setelah lama berada di dalam, dengan wajah yang sulit ku tebak. Segera aku mendekatinya dan bertanya

"Bagaimana keadaan istri saya dok?"

"Kita bicara di ruangan saja ya, mari ikut saya" jawabnya, lalu terus berjalan. Aku mengikutinya dari belakang. Sampai kemudian kami berada di depan ruang prakteknya.  Lalu ia mempersilahkan aku masuk dan duduk.

Tak lama ia menarik nafas panjang.

"Kemarin sore amanda datang ke tempat praktek saya. Ia mengalami kontraksi dini akibat stress dan kelelahan. Saya yang menganjurkanya untuk dirawat. Agar saya bisa memantau kondisinya setiap saat. Sekitar jam sebelas tadi malam saya mendapat kabar bahwa ia pingsan. Bisa kamu jelaskan menurut versi kamu?"

Aku hanya diam. Rasanya tidak baik juga kalau aku sampai menceritakan masalah keluargaku kepada orang lain. Mengabaikan pertanyaannya aku mencoba memcari keterangan tentang istriku

"Bagaimana keadaanya pagi ini dok?"

"Kondisi kesehatan amanda tidak baik, juga bayi kalian. Jujur saya kecewa dengan keadaan ini. Tapi saya tidak berhak untuk ikut campur. Saya akan coba jelaskan ke kamu dalam bahasa yang paling simpel. Kehamilan amanda memasuki minggu ke tiga puluh. Masa dimana seorang bayi mempersiapkan diri untuk lahir. Saat ini juga seluruh organ tubuhnya sedang dalam proses pematangan. Paru paru, ginjal, hati semuanya. Dan untuk itu dibutuhkan asupan makanan dan oksigen yang baik. Masalahnya adalah, kondisi amanda membuat bayi kalian berada pada kondisi buruk. Terutama ketika sang ibu stress, maka bayi kalian juga akan merasakannya. Asupanya bergantung pada pembuluh darah ibunya. Dan ketika kinerja jantung ibunya terganggu maka asupannya pun terganggu. Sampai disini kamu paham?"

Aku hanya mengangguk. Lalu dokter hadi melanjutkan penjelasannya

"Anak yang sehat terlahir dari ibu yang juga sehat secara jasmani dan rohani. Tugas kamu sebagai suami sekaligus calon ayah, adalah mendampingi saat saat paling tidak nyaman dalam kehidupan seorang perempuan. Dalam minggu minggu terakhir kehamilannya dia sangat merasa tidak nyaman. Seluruh organ penting di tubuhnya harus mengalah demi menyediakan tempat bagi bayi yang bertambah besar. Karena itu   ia akan mudah letih dan sesak nafas, sulit tidur, kaki mulai bengkak. Sering buang air kecil dan masih banyak lagi. Saat ini dia butuh dukungan kamu sebagai suami. Pertanyaan saya dimana kamu ketika dia membutuhkanmu. Sibuk dengan pekerjaan? Atau sibuk dengan ego dan emosi kamu?"

Dokter hadi diam sebentar

"Saya tahu, tidak mudah menghadapi keluarga mertua kamu. Saya mengenal mereka semenjak amanda masih kecil. Saya tahu bagaimana protektifnya mereka terhadap istrimu. Bahkan saya tahu persis bagaimana mereka menyaring calon suami untuk amanda. Sampai kemudian  kamulah yang menjadi pilihan mereka. Tapi saya minta saat ini, kalau kamu mau anak kamu lahir dengan sehat, cobalah mencari jalan keluar yang paling bijaksana. Kamu mungkin tidak mampu menyenangkan hati mertuamu. Tapi saya yakin kamu tahu bagaimana cara menyenangkan hati istrimu"

Aku hanya mampu diam mendengar penjelasan dokter hadi. Penjelasannya tidak dengan kalimat rumit yang aku tidak mengerti. Tapi dengan sesuatu yang benar benar menyentuh hatiku. Samppai kemudian aku menyadari bahwa aku adalah calon ayah yang buruk.

"Maaf vin, saya ada jadwal operasi setengah jam lagi. Saya harap kamu mampu memberikan yang terbaik untuk bayi kalian" kata dokter hadi sambil melirik jam tangannya.

Aku hanya mengangguk dan langsung berdiri. Saat aku menjabat tangannya untuk pamit. Aku mengucapkan terima kasih dan dibalas dengan anggukan. Aku bertekad bahwa masalah ini harus selesai hari ini. Dan aku kembali ke ruangan amanda.

Aku memasuki ruang amanda setelah mengetuk pintu. Ia sudah bangun dan sedang duduk sambil bersandar di tempat tidur. Matanya sembab namun ia tampak berusaha menghabiskan sarapannya. Aku bisa melihat  sebenarnya ia tidak berselera namun memaksakan diri. Aku sedih melihat keadaannya. Sementara Ibu mertuaku langsung keluar ketika aku memasuki kamar.

Aku duduk di tepi ranjang dan segera meraih piring amanda sebagai tanda bahwa aku akan menyuapinya. Ia tidak bertahan dan membiarkan  piringnya ku ambil alih begitu saja. Kemudian aku menyuapinya sampai makanan itu habis. Selanjutnya aku memberi obatnya yang memang sudah tersedia di sebuah wadah kecil.

Begitu selesai makan amanda kembali merebahkan tubuhnya. Tangannya yang masih diinfus terkulai lemas, sementara matanya memandang sayu ke arahku. Aku mencoba menguatkan hati untuk memulai pembicaraan tentang kami.

"Aku minta maaf soal tadi malam. Aku salah" ucapku penuh sesal.

"Gak apa apa mas. Mami juga bicaranya keterlaluan, sampaikan permintaan maafku juga untuk mommy dan daddy" balas amanda dengan suara pelan dan lambat

Aku hanya mengangguk.

"Udah gak usah dipikirin. Orang tuaku ngerti kok, yang penting kamu sehat" aku berusaha menenangkannya. Aku tidak tega melihat air matanya yang kembali mengalir.

"Mas mau bicara sesuatu?"

"Kurasa ini belum saatnya nda. Kita tunggu kamu pulih"

"Besok atau sekarang apa bedanya mas? Supaya kita jelas"

Aku menghela nafas dalam dalam. Aku tidak yakin kalau keputusanku bisa diterimanya.

"Menurut kamu apa yang terbaik untuk kita lakukan?" Tanyaku memancing pendapat amanda

"Aku gak tahu, tadinya aku ingin kita kembali bersama. Demi bayi ini, tapi rasanya juga gak mungkin. Aku  harus memikirkan perasaan orang tuaku. Aku bingung mas" kembali amanda terisak.

Aku segera meraihnya ke dalam pelukanku. Kucium ubun ubunnya lama untuk menyampaikan bahwa aku sangat menyayanginya. Amanda berada pada titik terendahnya. Ia memelukku erat, dan perutnya yang sudah besar berada diantara kami.

Aku menurunkan sebelah tanganku. Dan meletakkannya di atas perut amanda. Mencoba menyampaikan pesan kepada anakku bahwa aku sangat menyayangi dia.

"Menurut mas aku harus bagaimana? Kalau aku ikut mas, aku takut papi dan mami kecewa. Kalau aku ikut orang tuaku. Mas dan anak kita juga pasti kecewa. Sementara kesehatan papi sedang menurun"

"Mau dengar mas untuk saat ini?"

Amanda mengangguk.

"Tinggalah bersama orang tuamu. Namun tetaplah menjaga hubungan kita. Jangan peduli dengan perasaan kita. Anak ini anak kita bersama. Tanggung jawab terhadap masa depannya ada di pundak kita. Sekarang saatnya menunaikan tanggung jawabmu terhadap orang tua. Mas juga bingung, kenapa jadi begini. Dulu semua baik baik saja. Tapi sudah lah gak usah jadi beban. Pikirkan saja si kecil. Kamu sudah jadi belanja kebutuhannya?" Tanyaku mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Belum mas" jawab amanda sambil menggeleng.

"Kamu harus cepat sembuh. Untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Kamu gak mau kan kalau tiba tiba dia lahir dan gak punya baju? Sementara baju dan tas maminya penuh sekamar"

Senyum amanda terlihat kembali menghias wajahnya. Ia tertawa kecil menanggapi gurauanku.

"Aku gak mau dipanggil mami mas. Aku maunya kita dipanggil ayah dan ibu"

"Anti mainstream banget kamu nda?"

"Iya, aku ingin dekat dengan anak anak. Dan aku ingin mendidik mereka dengan budaya kita" ucapnya manja

Aku kembali memeluknya, ternyata tidak sesulit yang ku duga. Hanya perlu kekuatan hati untuk mencari jalan terbaik.

"Kalau si kecil cowok,  ijinkan dia naik gunung ya bu" godaku. Dan langsung sukses mendapatkan pelototan dari mata indah istriku.

"Ya sudah, kamu sekarang istirahat. Kalau nanti mau belanja  butuh ditemani kabari aku. Aku akan berusaha mengurangi jadwal rutinku supaya bisa nemenin kamu dan si kecil"

"Makasih ya mas atas pengertiannya. Aku akan berusaha bicara nanti dengan papi dan mami. Mas sabar ya"

Aku mengangguk, untuk saat ini memang inilah yang terbaik. Aku kembali memeluknya. Dan mohon pamit. Aku senang karena kami sudah bicara banyak. Aku tidak ingin dia stress lagi. Membawa bayi dalam perutnya saja sudah merupakan beban buatnya. Dan aku tidak ingin menambah dengan hal lain yang bisa saja membuatnya kembali down.

Haaaaiii... ketemu lagi.... Happy reading ya. Moga kamu suka dengan part ini. Kalau ada yang mau nyumbang ide boleh. Atau ada masukan aku terima kok.

Tq buat yang udah baca. Semoga gak cuma jadi silent reader ya. Aku tunggu votenya....😍😍😍

02/08/17

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top