[Green - Rain]


Fourth belajar banyak hal dari hujan, hujan yang pengecut. Yang selalu jatuh beramai-ramai untuk menemui bumi sebagai pelabuhan terakhir sebelum kembali pada awan. Jika dia memilih bumi, kenapa dia harus kembali pada awan? Bukankah bumi selalu memberinya pelukan hangat ketika langit menolaknya mentah-mentah.

"Jangan lupa membawa jas hujan!" Ibu Fourth berteriak dari balik tembok-tembok rumah Fourth yang sengaja di cat kuning karena Fourth kecil merengek sepanjang hari. Fourth itu bebal, dia mendengarkan apa kata Ibunya. Dia juga mematuhi apa yang dikatakan oleh Ibunya. Namun, jas hujan itu akan selalu tersimpan rapi dalam tas ransel Fourth tanpa terjamah seinci pun.

Kenapa?

Karena Fourth menyukai hujan, meski hujan pengecut, hujan membuat begitu banyak kebahagiaan. Contohnya saja dirinya. Hujan selalu membuat Fourth merasa bahagia. Fourth menyukai dingin yang selalu membuat hatinya menghangat. Rintik yang membuat Fourth tertawa, dan dedaunan yang menyambutnya riang karena bertemu dengan sang penawar dahaga. Semua hal kecil itu membuat Fourth bahagia tanpa perlu bersusah payah.

Hujan, dan segala hal yang ia bawa bersamanya. Fourth menyukainya, selalu menyukainya..


][][


Fourth berdiri dengan gelisah, beberapa kali ia bahkan mengetukkan pucuk sepatunya pada aspal sebelum kembali melongokkan kepalanya untuk mengintip pintu pagar tetangga sebelah yang masih tertutup rapat.

Ia mendesah gamang, apa mungkin Fourth kesiangan? Tidak, ini bahkan baru jam setengah tujuh pagi. Lalu, kenapa jodoh masa depannya tak kunjung tampak?

Suara gesekan pagar pintu membuat Fourth siaga. Di sana, dihadapan Fourth seorang malaikat dengan seragam sekolah menengah pertama yang serupa dengan miliknya tengah membenarkan tali sepatu yang lepas dengan tak senonohnya. Sial, kenapa Fourth jadi deg-degan begini?

"Um—hai... cantik." Fourth menyapa dengan sopan, dia rasa begitu. Kan Fourth tidak memaparkan kebohongan. Namun, kenapa dia malah mendapat lirikan tajam?

Berinisiatif membantu, Fourth mengulurkan tangan agar terlihat gentle bak pangeran dari negeri dongeng yang tengah menyambut putri kerajaan dan sia-sia. Tangan Fourth harus puas ditertawakan udara hampa, terhempas oleh angin dingin yang menjilat lembut kulit putih-nya sembari memberengut sebal karena sang putri lebih memilih berjalan tak mengacuhkan keberadaannya yang begitu nyata.

"Hey, tunggu aku... aku saja rela menunggumu bersama lalat-lalat usil itu sepagi ini." Dia belum patah semangat, Fourth masih mencoba membuat jodohnya ini sedikit ramah padanya. namun, bocah cantik yang belum ketahui namanya itu masih bersikap dingin. Menoleh saja tidak, tch... jangan membuat Fourth makin jatuh cinta dong!

Lalu pagi itu keduanya berjalan bersama, bersama suara Fourth yang tak henti berkicau sepanjang jalan. Bersama lirikan tajam bocah cantik yang sudah Fourth patenkan sebagai jodoh masa depannya, bersama hujan yang masih menunggu langit mendepak keberadaannya untuk jatuh pada pelukan bumi kembali. Bersama semua hal yang mungkin akan menjadi sebuah sumber kebahagiaan.

Entah lusa, atau detik ini juga...

Ketika mata tajam bocah asing yang masih belum Fourth ketahui namanya bersitatap dengan manik hitamnya yang begitu cemerlang. Fourth menyuguhkan senyum andalan, mencoba sekali lagi memperkenalkan diri dengan sempurna.

"Aku masih ingin tahu namamu, aku Fourth Nattawat dan aku harap kita bisa berada di satu kelas yang sama."

Bocah itu masih diam, menatap Fourth datar seolah enggan mengucap sepatah dua kata hingga tiba-tiba rintik hujan berderap jatuh serempak menemui bumi yang selalu setia menanti. Bergerak otomatis, bocah itu berlari namun urung karena satu tangan menggapai lengannya untuk tinggal. Fourth dan senyum indah yang kini tampak idiot.

"Aku harus tau namamu dulu kalau kau mau pergi." Sebuah pernyataan tanpa bantahan. Fourth mencengkeram pergelangan tangan bocah itu erat menghiraukan beberapa teman sekolah yang kini ikut berlarian menuju tempat teduh untuk menghindari hujan. "Aku Fourth Nattawat, dan aku berjanji tidak akan melepaskan tanganmu apapun yang terjadi sebelum kau memberitahuku namamu."

Fourth bisa merasakan bocah cantik itu mendengus sebal serta pasrah. Dia tahu bocah cantik calon jodoh masa depannya itu tidak akan menang jika berhadapan dengan manusia keras kepala sepertinya. Jadi...

"Lepaskan tanganmu, aku Gemini."

Bersama rintik hujan itu Fourth mengetahui nama sang bocah cantik, tetangga baru yang telah dia patenkan sebagai jodoh masa depannya.

Gemini, Gemini, namanya Gemini. Fourth akan selalu mengingatnya.

"Jadi... um, Gemini.. sebelum aku melepaskan pegangan tangan kita yang hangat ini aku ingin bertanya satu hal."

Gemini menyela. "Katakan, cepat."

Fourth mengulum bibirnya, dia tak bisa berhenti tersenyum karena bahagia namun dia harus memperjelas satu hal terlebih dulu sebelum melancarkan semua usahanya.

"Jadi... kenapa kau tidak memakai rok?"

Ada hening merambat bersama tarian rintik hujan yang bergerak statis, hening yang koyak saat Gemini menghempaskan tangan Fourth untuk berlari pergi bersama sebuah makian yang detik itu Fourth patenkan sebagai sebuah ungkapan rasa sayang.

"Aku laki-laki, Idiot!"

Ada begitu banyak cara bagaimana Tuhan memberi kasih untuk setiap makhluknya, begitu banyak hingga mereka tak tahu bahwa setiap detik tersisa adalah bentuk kasih Tuhan yang paling nyata. Detik-detik singkat yang terkadang tak pernah dihargai itu sebenarnya tak ternilai harganya. Seperti detik di mana Fourth menyadari bahwa dia bahagia.

Hanya karena sebuah makian dari seseorang yang baru saja dia kenal namanya.

Gemini,

Fourth harap mereka akan berjodoh selamanya.



][][

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top