[Blue - Sunrise]
"Gemini jangan sedih ya kalau besok pagi Aku tidak bisa sarapan bersamamu."
Senja telah lama tenggelam, Fourth dan otaknya yang kelewat pintar selalu saja membawa tanda tanya besar yang tak pernah bisa Gemini definisikan. "Aku akan senang asal kau tahu." Balas Gemini kasar.
Fourth mencebik, membawa kedua tangannya yang mengantung asal disisi kepala Gemini bertindak agresif dengan memeluknya erat—hampir mencekik kalau saja Gemini tak berteriak. "Kau akan kujatuhkan jika tidak bisa diam!"
Fourth diam, kini dia malah menelusupkan wajahnya tepat di tengkuk Gemini. "Gemini bisa capek kalau gendong Fourth sampai rumah."
Napas hangat Fourth membuat Gemini meremang, hangat yang menguar dari pelukan Fourth lantas membuat Gemini kehilangan kosa kata. Hingga ia hanya bisa menggumam. "Hm.."
"Aku berat ya?" Fourth kembali bertanya. "Pasti berat, nanti kalau Gemini sakit juga ganti aku yang akan menggendongmu." Lanjut Fourth penuh binar. Membayangkan hal itu Gemini terkekeh. Boleh saja tubuh Gemini tampak lebih kecil dari Fourth, namun toh tubuh itu terlalu lunak untuk menggendong tubuhnya yang penuh dengan tulang dan otot. Bocah macam Fourth mana bisa mengangkat tubuhnya walau dalam mimpi sekalipun.
"Terserah kau saja." Ya, terserah saja lagipula Gemini tak peduli apapun yang Fourth khayalkan akan bisa jadi kenyataan.
][][
Dulu setiap pagi Gemini hanya akan duduk seorang diri dengan sarapan yang telah tersaji. Dulu, dia hanya akan diam sambil menanti menit-menit berlalu saat dirinya mengunyah nasi berserta lauk yang telah mendingin di tiup angin. Dulu, ya itu adalah sebagian dari dulu yang telah pergi. Karena kini pagi harinya selalu diramaikan oleh Fourth yang dengan giat datang bertamu membawa sarapan hanya karena berdalih tidak mau Gemini bertambah miskin karena memberinya makan.
Tapi pagi ini bahkan lebih heboh dari pagi biasanya,
"ASTAGA FOURTH!!! TURUN DARI POHON, BOCAH NAKAL!!!"
Itu suara Ibu Fourth yang panik di pagi buta, Gemini bahkan masih belum sempat mematikan alarm jam di atas nakas namun telah siaga akibat teriakan menghebohkan tersebut.
"Ma tenang saja, aku sudah biasa memanjat pohon cantik ini. Kami sudah lama berteman Ma!" Dengarlah ucapan tanpa nalar yang selalu keluar dari mulut manis seorang Fourth. Berteman heh?
"Iya... berteman, Ma mengerti tapi turunlah Fot... kau belum sembuh nak..."
Ah, Gemini baru ingat jika kaki bocah itu terbebat.
"HAI GEMINI!!! SELAMAT PAGI!!"
Tapi mendengar bagaimana ceria suara Fourth, dia sama sekali tidak mencerminkan seorang manusia yang kakinya terluka. Sama sekali tidak. Namun, Gemini yang kedapatan kini berdiri diluar tanpa sengaja melihat warna lain di kaki Fourth yang terbebat.
"Tch, kau memanjat pohon hanya untuk itu? turunlah, kau membuat Ibumu khawatir idiot."
Petuah Gemini membuat Fourth sepertinya berpikir, bocah itu menatap Ibunya yang tengah melotot dari atas. Menimbang sesuatu lalu berujar nyaring. "Ma tenang saja ya di sana, aku akan segera turun kok. Aku janji!"
Sebenarnya ada seklumit ketakutan pada diri Gemini, ketakutan yang sudah ada begitu lama dan tak pernah bisa mereda seiring bertambah umur. Malah makin besar. "Kenapa tidak sekarang saja Fourth-ah, turunlah... astaga! Kau membuat umur Ma terpangkas lebih banyak hari ini!"
Fourth mencebik, "Ya ya... aku akan turun setelah berbicara dengan Gemini, Ma masuk saja dulu."
"Jika dalam sepuluh menit Ma tidak melihatmu di rumah, Ma akan memanggil tuan Pang agar menebang pohon itu hari ini juga!"
Ultimatum keras yang bukan main-main, sepertinya pohon itu sangat bersejarah. Namun, Fourth dengan tenang menanggapi ultimatum sang Ibu dengan senyum indahnya. Setelah Ibu Fourth hilang, Fourth tertawa ke arah Gemini. Melambaikan tangan tak jelas bertujuan memanggil namun Gemini terlalu enggan mendekat.
"Gemini kemarilah sebentar!" panggil Fourth kemudian yang entah bagaimana dituruti juga oleh Gemini. Dia mendekat, berdecak enggan saat Fourth menyuruhnya ikut memanjat namun tetap saja dia melakukan. Aneh, ya. Kenapa hari ini Gemini merasa begitu aneh.
"Hehehe... Gemini bantu Fourth turun ya." Permintaan menyusahkan, kenapa tak bilang saja ada Ibunya jika dia tidak bisa turun dari tadi. Bodoh, bagaimana orang bodoh bisa jadi seidiot ini?
"Menyusahkan." Gemini bersungut-sungut sembari memegangi tangan Fourth. Sekali lagi Gemini bahkan secara sukarela mengobankan punggungnya untuk menggendong Fourth. Dia, Gemini Norawit. Seingatnya tak pernah dia mau merugikan diriya hanya untuk menolong orang lain. Atau, memang dia tak pernah berhubungan dengan orang lain. Orang-orang lebih sering membuat jarak dengannya. Karena dia pendiam, karena dia aneh, karena dia terlalu menakutkan. Atu, mungkan karena Gemini terlebih dahulu menghindari mereka dengan kata-kata tajam dari bibirnya. Entahlah, yang jelas Fourth berbeda. Bocah itu mampu membuat Gemini melakukan berbagai hal bahkan tanpa perlu dia memaksa.
Bocah itu...
"Gemini memang jodoh masa depanku yang benar-benar baik." Celoteh anehnya kembali terdengar, masih dengan piama bermotif dan rambut berantakan Fourth tersenyum pada Gemini saat keduanya telah sampai di darat dengan selamat sentosa tanpa kurang suatu apapun. "Gemini sarapan dulu ya di sini, aku tau di rumah Gemini pasti tidak ada makanan."
Gemini diam, dia tak bertanya kenapa Fourth mengatakan hal sensitif semacam itu karena toh Fourth sendiri mengetahui bagaimana isi lemari pendingin dirumahnya melebihi Gemini sendiri. Fourth toh juga hapal bagaimana Ibu Gemini berangkat kerja di pagi buta bahkan sebelum matahari pagi bangun dari tidurnya. Fourth... dia,
"Kau harusnya berhenti melakukan hal ceroboh semacam itu." suara Gemini mengalun datar, membawa atensi Fourth terpusat secara penuh dan mengangguk patuh layaknya kitten. "Aku pulang, maaf tidak bisa menerima tawaranmu. Mungkin lain kali."
Karena celah kecil itu telah membuat kehangatan merasuk dengan perlahan, celah kecil bernama senyum yang kini sukses membuat Fourth terpaku pada sosok Gemini yang melambaikan tangan padanya dengan senyum yang tak pernah bisa dia lupa.
Karena senyum itu Fourth bahkan tak bisa berhenti menganga, dengan mata bulat penuh dan raut wajah tak percaya. dia diam. Jantungnya berdetak kacau, iramanya yang berdentum bagai marching band membuat segalanya kian melambat. Matahari hangat, senyum Gemini, serta perban di kakinya yang kian hancur berantakan.
"ASRAGA, FOURTH!! PERBANMU BERDARAH!!!"
Teriakan kaget dan kepanikan Ibunya seolah melebur jadi dawai indah yang begitu mekajubkan, Fourth mengkerjab layaknya idiot, tersenyum begitu manis sembari menatap wajah sang Ibu yang sudah terlampau horror untuk di terjemahkan.
"Kkkk, Ma kenapa cantik sekali hari ini... kkkk."
"Haishh, kau─berhenti bertingkah Fourth!"
][][
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top