Yellow
Yellow
Nakanohito Genome © Osora
Iride Akatsuki × Sarayashiki Karin
Story © NikishimaKumiko
.
.
.
Senyuman itu sehangat mentari dan terasa lembut, namun tersirat kekosongan di dalamnya.
Karin mempunyai ingatan yang dapat dikatakan lebih baik dari orang-orang pada umumnya. Sekali mendengar atau melihat suatu hal, maka ia tak akan lupa pada hal tersebut. Ia telah biasa mendapati sosok pemuda dengan helaian rambut cokelat dan poni samping putih tengah tersenyum bodoh.
Benar, ia sudah biasa.
Hanya saja, ketika melihat senyuman Akatsuki yang diterangi oleh rembulan pada malam itu. Karin merasa ada yang janggal. Mengapa, pemuda bodoh tersebut tak pernah marah? Karin ingin sekali mengomelinya karena ia terlihat seperti mencoba untuk menahan diri, seolah berusaha menjadi orang lain.
"Kau itu ... aneh, ya," tutur Karin di pagi hari, kala menikmati sarapan bersama para member distrik ketiga belas lainnya. Rutinitas yang biasa dikatai oleh sang gadis merah muda tersebut, lantas Akatsuki tertawa kecil lalu membalas, "Karin-san saja yang terlalu kaku."
Karin memberikan tatapan maut, namun sang pemuda tak mengindahkan. Melihat responnya yang seperti itu, mau tak mau membuat Karin menghela napas dan kembali melanjutkan sarapannya. Sejujurnya, gadis bermarga Sarayashiki itu merasa nyaman karena Akatsuki bersikap seolah tempat ini adalah rumahnya.
Tetapi, hal itu pula yang mengkhawatirkan baginya. Karin merasa Akatsuki perlu memperhatikan lebih mengenai keadaan sekitar, terutama mengenai orang-orang. Jika tidak, ia akan terlibat dalam situasi berbahaya.
Selesai dengan sarapan, Karin bangkit dari kursinya lalu beranjak ke sofa. Hari ini adalah hari libur, sistem tengah mempersiapkan permainan sebelum mereka semua memasuki stage selanjutnya. Keseharian yang biasa, pasangan Kaikoku dan Zakuro pergi entah ke mana, Himiko sedang mengajari Punitsuki agar tidak memukul Anya, serta yang terakhir ada Yuzu yang mengobrol dengan Akatsuki.
Pemandangan ini seolah menjadi kebiasaan Karin, menonton dan mengomentari tindakan mereka semua. Belum sempat ia kembali ke kamar, iris hitam miliknya menemukan setangkai bunga lily kuning yang terletak di koridor sebelum memasuki lift.
"Lho, kenapa ada bunga di sini?" tanya Karin pada diri sendiri.
"Karin-san!" panggil suara halus nan familiar, namun terdapat keantusiasan di dalamnya. Karin tersentak kaget, hampir saja memukul geram pemuda tersebut yang muncul tiba-tiba dan seolah hendak memeluknya. Akatsuki hanya memasang senyum pasrah, kemudian fokusnya beralih pada bunga yang dilihat oleh sang gadis.
Akatsuki mengerjap, bertanya, "Eh, bunga milik siapa ini?"
"Entahlah, bukan urusanku. Ugh, bisa jadi si Alpaca itu tak sengaja menjatuhkannya."
"Eh?! Kalau begitu, kita harus mengembalikannya, dong!"
"Akatsuki."
Tak sampai jari jemari milik Akatsuki memegang lily tersebut, Karin menggeleng pelan seraya menahan lengannya. Paham dengan tingkah sang gadis yang tengah ketakutan, khawatir apabila benda tersebut bersangkutan dengan hal berbau horror. Akatsuki menarik sudut bibirnya, memasang senyum penuh kehangatan, "Tidak apa. Semuanya akan baik-baik saja, kok, Karin-san."
Ini adalah pertama kalinya, gadis itu memanggil nama depannya dengan benar. Biasanya, kalau bukan ledekan, ia hanya menyebut 'kau' saja. Tentu, Akatsuki merasa senang akan kenaikan dari relasi mereka ini. Ia pun mengambil bunga tersebut, tak mengindahkan panggilan dari Karin sebelumnya.
Lagi, Karin melihat senyum itu.
Ia sekarang sudah tak tahu lagi, bagaimana sosok Akatsuki yang sebenarnya. Mengapa ia sebaik ini? Karin sangat tidak mengerti mengenai pemuda yang berada di sampingnya ini.
"Kau itu bodoh, ya!" serunya kesal.
Akatsuki membelalak, kecewa, "Eh ... apa maksudnya tiba-tiba berbicara seperti itu?"
Karin mengabaikan rengekan dari Akatsuki, sama seperti yang pemuda itu lakukan padanya sebelumnya. Akatsuki pun memberikan bunga tersebut padanya, sembari terkekeh pelan, "Nah, buat Karin-san."
"Hah? Tidak, aku tidak mau menerimanya. Bukannya tadi kau bilang, kau ingin mengembalikannya pada si Alpaca itu? Lagipula, bagaimana kalau bunga ini adalah suatu pertanda yang buruk?" ketus Karin, melipat kedua tangannya. Dahinya terlihat sangat mengkerut, meskipun dalam hatinya cukup berdebar-debar.
Sang lawan bicara mengibaskan tangannya, mengulurkan bunga tersebut dan membuat Karin menggenggamnya dengan perlahan. Akatsuki menggeleng, lalu berujar dengan penuh percaya diri, "Tenang saja, Karin-san. Kalau Paca-san mencari bunga ini, aku yang akan beralasan. Serahkan semuanya padaー"
Ujaran tersebut berhenti ketika tangan Karin dengan keras memukul kepala pemuda tersebut. Wajah Karin memerah, bukan karena malu, tapi karena kesal. Selalu saja begini, mengatakan semuanya baik-baik saja dan mengorbankan dirinya. Karin tak tahu mengapa ia merasa sangat marah dengan tindakan semena-mena, namun sepele dari Akatsuki.
Karin mendengkus kasar, "Hmph. Bunga itu berikan saja kembali pada pemiliknya. Aku tak mau menerima bunga bekas."
"Oh, jadi kalau misalnya aku membawakan bunga yang baru, Karin-san akan menerimanya?" Akatsuki mendekat, melemparkan pertanyaan dengan antusias.
Bukan begitu yang Karin maksudkan. Lagipula, di pula ini mana ada lily kuning yang tumbuh? Kecuali, jika para penyelenggara game mengaturnya agar dapat berkembang. Tapi, di satu sisi, Karin heran pada dirinya yang begitu menginginkan hadiah dari sang pemuda. Karin mendesah, pasrah, lalu membalikkan badannya dan menjawab, "Terserah kau saja."
"Baik, aku, Iride Akatsuki akan berjuang untuk mengumpulkan lily kuning untuk Karin-san!" seru Akatsuki seraya mengangkat tangannya, penuh semangat. Ia berlari ke luar, namun sebelumnya tertawa memanggil sang gadis.
"Karin-san, kau harus menungguku, ya."
Sekilas, Karin menemukan senyum itu tak terlihat seperti malam sebelumnya. Sebuah senyum yang hangat dan tulus. Karin menunduk, meninggalkan koridor, lalu memasuki kamarnya. Ia menghempaskan diri di atas kasur, menatap ke arah jendela.
"Aku ... memang tidak mengetahui dirinya yang sebenarnya seperti apa. Tapi, kumohon, kami-sama ... ia harus jujur dan tidak memaksakan diri agar selalu baik padaku. Juga, selalu bahagia seperti itu."
Sarayashiki Karin, tenggelam dalam dilema ketidaktahuan dan rasa penasarannya akan pemuda bernama Iride Akatsuki.
Bagaimanapun, permohonan murni itu, tentu saja tak akan tergapai.
"Iride Akatsuki ... sudah tak ada lagi, di sini," ujar Akatsuki serius. Seolah, ia telah berubah menjadi sosok lain.
Apa yang dimaksudnya?
Jika itu adalah lelucon kesehariannya, maka candaan tersebut tidaklah lucu sama sekali. Namun, Karin menutup mulutnya, menemukan iris gelap dan penuh ketajaman di hadapannya. Pemuda yang memakai jas laboratorium dan ID card itu tak lagi tersenyum, raut wajahnya terlihat dingin. Di belakangnya, terdapat Yuzu dan Paca.
Sang gadis tak tahu harus membalas apa, tetapi ia dapat merasakan kemarahan menggelegar dari teman-teman sekitarnya, terutama Anya dan Kaikoku. Jujur saja, ia ingin ikut meluapkannya, tetapi apa ia pantas?
Ia tahu, kalau yang berhak marah adalah Anya karena mereka berdua cukup dekat. Cukup lama perdebatan, hingga Akatsuki melukai Himiko. Tidak, ini bukanlah sosok Iride Akatsuki yang Karin kenal. Akatsuki tak akan pernah menyakiti siapa pun, terutama Himiko.
Karena tindakan itu, Anya menarik kerah Akatsuki, sedangkan Kaikoku telah menggores leher Akatsuki. Karin memeluk erat Himiko yang tengah menangis. Semua member distrik ketiga belas meninggalkan gedung dengan perasaan penuh dikhianati.
Lalu, bagaimana dengannya?
Apa lily kuning yang diberikan padanya dulu adalah sebuah pertanda?
'Karin-san!'
'Eh, Karin-san jahat sekali padaku!'
'Jangan memercayaiku, Karin-san.'
Suara dan senyum hangatnya terngiang-ngiang di kepala Karin. Ia membayangkan perkataan terakhir kalau itu adalah sebuah pertanda dari sang pemuda. Bila benar, maka ada baiknya Karin tak pernah membukakan hati untuk pemuda itu. Karin mengepalkan tangannya, membuat darah mengalir dari balik buku-buku jarinya. Lantas, ia pun bergumam, "Bodoh ... kau bodoh sekali, Karin."
.
[END]
⇢⇠⇢⇠⇢⇠⇢⇠⇢⇠⇢⇠⇢⇠⇢⇠
Note:
Halo semua, wandahoi! Apa kabar?
Kumi bawakan fanfic salah satu otp kesayangan, soalnya asupan mereka berdua dikatakan cukup sedikit :(
Mereka bukan mayor ship, sih. Ayo, kalau ada yang suka ship mereka berdua juga, siapa tahu mau berteman? Hehe. Fyi, Nakanohito Genome adalah salah satu main fandom-ku, jadi kalau ingin ngobrol bareng, jangan sungkan, ya!
Also, otsukare semuanya! Aku senang banget anak Fragments menyelesaikan project ini dengan baik. Jangan lupa untuk cek halaman dan project lainnya, ya!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top