Welcome 19

- Judul: Welcome 19

- Fandom: Vocaloid © Yamaha, Crypton
- Pair: Kagamine Len x OC

- Story © Kazaremegamine_

(warning: yumefic, cringe)

.
Welcome 19
.

"Aku takut." 

Sepasang tangan menggenggam, menyalurkan kehangatan pada sebuah tangan mungil yang memucat di dalam balutan sarung tangan. Udara dingin yang berembus mungkin bisa menjadi salah satu penyebabnya. Namun, yang ia rasakan lebih dari sekadar kedinginan. Rasa gelisah dan khawatir dalam diri terus bergejolak setiap detiknya. 

"Jangan takut. Tidak akan ada hal buruk yang terjadi." 

Tangan mungil itu dibawanya menuju mulut. Ditiup, dicium. Guna memberikan kehangatan dan ketenangan, walaupun usahanya tak begitu membuahkan hasil. 

"Tapi tetap saja." Kepalanya tertunduk kala ia berujar. Kemudian kepalanya tertoleh ke samping saat laki-laki di sebelahnya menangkup kedua pipinya. 

Matanya menatap dalam, berusaha menyalurkan kekuatan dan keyakinan yang ia miliki sebelum berkata, "Kamu bisa, pasti bisa." Jari-jemarinya kini mengusap lembut pipi gadis yang ada di hadapannya. "Aku yakin akan hal itu. Jadi kamu juga harus yakin, ya." 

Diam. Tidak membalas, tidak merespon. Ia hanya menatap laki-laki yang mengatakan hal tersebut dengan tatapan sayunya. 

"Iya atau nggak?" Laki-laki itu memamerkan cengirannya sebelum mengusak gemas rambut sang gadis. "Oh? Mau ke situ dulu? Aku traktir." 

Belum sempat gadisnya membalas, laki-laki itu sudah menarik tangannya. Membawanya menuju sebuah cafe dessert terkenal di kota mereka. 

Terkejut akan tindakan sang lelaki yang tiba-tiba, tapi tak dapat ia pungkiri bahwa ia merasa lebih tenang. Senyum simpulnya mekar bersamaan dengan mentari yang mulai menenggelamkan diri. 

~

Kelopak-kelopak bunga sakura beterbangan. Biarpun masih terlalu awal untuk mekar di malam yang membeku ini, mereka tetap menjalankan takdir yang sudah tertulis. 

Tak ada yang tahu apa yang akan terjadi ke depannya. Yang bisa dilakukan hanyalah mempersiapkan diri dan menerimanya, baik suka maupun tidak. 

Sebuah jendela di suatu apartemen sedikit terbuka. Menyebabkan satu kelopak bunga masuk bebas ke dalam. Membuatnya terbang rendah dan akhirnya mendarat di atas kasur. 

Terdengar suara isakan dari ruangan di sebelah. Suaranya mendesis dan terkadang menjadi histeris. 

"You deserve that." Mendengar perkataan itu, tangisannya menjadi lebih histeris. 

Ia tidak bisa menguasai diri dan semakin larut dalam tangisannya. Usapan lembut di punggungnya, berhasil memberinya ketenangan. 

"You did great, Za, you did great." Laki-laki itu kembali berucap yang mana membuat gadisnya kembali kehilangan ketenangan. Diusapnya punggung kecil gadisnya dengan perlahan. Seolah ia adalah barang pecah belah yang sangat rapuh. 

"Len …." Panggilnya di sela-sela isakan. Suaranya terasa lirih. 

"Ya? Kenapa?" respon Len lembut. Ia menangkup kedua pipi gadisnya dan menghapus air mata yang masih mengalir. 

"Aku …." Suaranya tertahan karena napasnya yang belum beraturan. 

Len tersenyum. "Kamu berhasil, Za," sahutnya, "kamu hebat," lanjutnya dengan mengacungkan jempol ke atas. 

Kazare sudah menjadi sedikit tenang, tetapi air matanya masih belum dapat berhenti mengalir. Ia mengambil tisu untuk kesekian kalinya dan mengusap hidungnya yang memerah. Rasa-rasanya ia masih belum bisa mempercayai hal yang baru saja terjadi. 

"Len, ini beneran?" tanyanya pada Len, meminta konfirmasi. 

"Beneran, sayang," jawab Len seraya mencubit keras pipi Kazare. Membuat gadis itu mengaduh dan menjauhkan tangan Len dari wajahnya. "Sakit, 'kan? Ini real, no fake," sahut laki-laki dengan ponytail itu. 

Mengusap pipi bekas cubitan Len, Kazare tertunduk. "Aku … masih belum yakin," katanya lirih. 

"Mau cek lagi? Nomor peserta kamu berapa tadi?" tanya Len, meraih ponselnya di ujung meja. "Tuh, ada barcode-nya, 'kan?" Ia menunjukkan layar ponselnya yang mana membuat gadisnya kembali terisak. 

Direngkuhnya tubuh kecil itu, diusapnya punggung rapuh yang sebenarnya sekuat baja, dibisikkannya kata-kata manis yang selalu menjadi keahlian pemuda berambut secerah matahari. Juga dikecupnya ringan kedua mata yang mulai memerah. 

"Kamu puas-puasin aja nangisnya. Pasti selama ini kamu capek banget, 'kan? Kamu cuma boleh nangis bahagia, ya?" Tak mendapat jawaban, hanya anggukan kecil bercampur getaran tubuh yang menjadi respon. "Sekalian pesan makan, ya? Kamu mau apa, pilih aja. Khusus hari ini." 

~

"Selamat pagi, princess." 

Kazare mengucek matanya, kemudian mendudukkan dirinya di kursi meja makan. Len dengan sigap menyuguhkan segelas teh hangat pada gadisnya, juga membawakan dua piring pancake pisang cokelat. 

"Kamu, kok, udah bangun? Tumben," ucap Kazare sebelum meminum teh hangatnya. 

Len duduk di kursinya yang berhadapan langsung dengan sang gadis. "Ya, gapapa dong? Masa kamu terus yang siapin sarapan," jawabnya sebelum mulai memakan sarapannya. 

"Biasanya beli." 

"Kamu harus tahu kalau pancake aku udah sekelas restoran bintang lima," ujar Len sambil menunjukkan kelima jarinya yang hanya dibalas anggukan oleh Kazare. "Oh, iya. Nanti ikut aku, ya." 

"Ke mana?" 

"Jalan-jalan." 

"Lho, kamu gak ada kelas?" tanya Kazare heran. 

"Ini, 'kan, hari Minggu, Za," jawab Len sembari mengarahkan sesuap pancake pada Kazare. 

"Oh, iya," ucapnya sembari mengunyah. 

"Ini kamu makan yang banyak makanya," kata Len. Ia mengarahkan satu pancake utuh pada gadisnya yang jelas langsung ditolak. 

~

"Za, aku mau ke situ sebentar. Kamu mau es krim?" 

Setelah diberi anggukan, Len meninggalkan gadisnya di sebuah taman. Kazare langsung saja mengarahkan diri ke sebuah kursi taman yang tertutup oleh bayangan pohon. Cukup nyaman baginya karena terhindar dari teriknya sang mentari. 

Guna membunuh waktu, ia memperhatikan tanaman-tanaman kecil yang tumbuh di sekitar. Ada bunga kecil berwarna putih dan merah muda, juga warna kuning. Kala ia membalikkan badan, ia disuguhkan dengan pohon besar yang melindunginya dari terik matahari. Dapat ia lihat bunga-bunga aster berwarna ungu mekar dengan cantik. 

"Za." 

Gadis itu tersentak. Dengan segera ia membalikkan tubuh ke depan hanya untuk melihat Len yang menatapnya bingung. Ia menetralkan napasnya, sementara Len maju beberapa langkah yang membuat mereka menjadi lebih dekat. 

Sadar akan sesuatu yang aneh, Kazare memerhatikan Len dengan seksama. Ada sesuatu yang ia sembunyikan. 

"Apa yang kamu umpetin? Es krimnya di mana?" tanya Kazare heran. Kepalanya sedikit miring ke satu sisi. 

Tidak menjawab, Len memilih mengeluarkan tangannya. Terdapat dua tangkai bunga berwarna merah muda di genggaman. Larkspur. 

Terkejut. Namun gadis itu tetap menerima bunga pemberian Len. Tentu saja ia bingung kenapa tiba-tiba sang lelaki memberikannya bunga. 

"Dua merah muda karena aku mencintaimu," ucap laki-laki itu dengan suara mantap. Yang tentu saja membuat Kazare semakin terkejut. 

Len menarik kembali tangannya ke belakang tubuh, kemudian memunculkan kembali dua tangkai larkspur merah muda. "Dua merah muda karena aku menyayangimu," ucapnya lagi. 

Walaupun di sana tidak ada cermin, tapi Kazare yakin yang berwarna merah muda sekarang bukan hanya bunga yang kini dalam genggamannya saja. Tetapi pipinya juga, dengan sensasi terbakar. 

Len kembali memberikan bunga pada gadisnya, kali ini satu tangkai larkspur putih. "Satu putih karena aku ingin kamu selalu bahagia." Setelah mengatakan pesannya, Len menarik tangannya kembali dan memberikan bunga yang lain. "Satu biru karena aku bersyukur dapat berada di sisimu." 

Total enam bunga dalam genggaman Kazare. Ia berharap Len menyudahi aksinya karena ia tak dapat membendung air matanya lebih lama lagi. Namun, ternyata ia salah. 

"Satu merah muda karena kamu begitu rapuh." 

Setelah menerimanya, Kazare langsung bangkit dan memeluk Len. Air matanya benar-benar tak dapat ia tahan lagi. Mungkin ia tahu alasan Len melakukan semua ini. 

"Ssst. Kamu membuktikan perkataanku benar. Kamu rapuh, sangat rapuh," ujar Len. Tangannya senantiasa mengusap lembut punggung gadisnya. Sementara yang dipeluk sedang berusaha menahan isakannya. 

"Tapi aku tahu. Walaupun kamu rapuh, kamu tidak semudah itu untuk hancur." Usapannya beralih ke rambut hitam gadisnya. "Kamu kuat. Jauh lebih kuat dari yang orang lain lihat dan pikirkan. Kamu perempuan paling hebat yang aku miliki. I'm proud of you. I'm grateful to have you by my side." 

Sebuah kecupan dalam ia layangkan pada pelipis sang gadis. Berharap semua perasaan syukur dan bahagianya dapat ia salurkan pada gadis kesayangannya. 

Beberapa menit berlalu, sampai pada akhirnya Kazare melepaskan pelukannya. Tangan Len bergerak otomatis untuk mengusap air mata yang mengalir dari mata gadisnya yang sedikit sembap. 

"Selamat ulang tahun, Za." 

Senyum kembali merekah. Kedua tangan terbuka lebar. Sebuah pelukan erat kembali tercipta. 

"Terima kasih, Len. Terima kasih selalu bersamaku sampai detik ini," ucap Kazare yang kembali terisak. Kepalanya ia benamkan lebih dalam pada dada bidang kekasihnya. Ia benar-benar merasa senang dan bahagia saat ini. 

Kembali diusapnya rambut sang gadis dengan sesekali ia kecup ringan. "Aku udah bilang, gak akan ada hal buruk yang akan terjadi. Aku gak akan membiarkannya terjadi. Terima kasih juga telah membiarkan aku berada di sisimu," kata Len lembut. 

Kazare kembali melepaskan pelukannya, kepalanya ia dongakkan ke atas. Membuat kedua pasang mata manusia itu saling beradu. Kemudian ia berucap, "Aku sayang kamu." 

Len terkekeh dan mencubit pangkal hidung Kazare. "Aku lebih sayang kamu." 

Di bawah lantunan melodi daun-daun yang berguguran, dua manusia saling mengekspresikan perasaannya. Saling menunjukkan rasa bahagia dan syukur satu sama lain. Menjadi penyemangat untuk hari-hari yang tak dapat diprediksi ke depannya. 

"Len, es krimnya mana? 

"… Oh iya, aku lupa. Ayo beli sekarang!" 

𝗙 ɪ ɴ

©2022, Megamine Kazare 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top