One Hundred
Judul: One Hundred.
Fandom: Haikyuu!
Bokuto Kōtarō adalah milik Haruichi Furudate.
Pair: Bokuto Kōtarō x Hanazawa Keira (OC)
Written by Zaskia_putri
.
Keira sudah menyukai rumah ini sejak kali pertama dia melihatnya dalam katalog, wanita berusia nyaris kepala tiga itu telah berjanji pada dirinya sendiri untuk membeli bangunan bertingkat dua tersebut suatu saat nanti. Dia bahkan telah mengumpulkan sejumlah uang untuk melunasinya langsung, tetapi sial ... papan yang dulu bertuliskan 'DIJUAL' telah dicabut dan rumah itu kini tengah diisi oleh beragam perabotan.
Lima atau enam orang berseragam departemen khusus yang membantu pindahan, mondar-mandir memasuki rumah tersebut sambil membawa beragam jenis barang ke dalam.
Rumah itu bergaya minimalis nan elegan, desainnya tidak terlalu mewah. Ukurannya pun tak tergolong besar. Terdiri dari dua lantai dan dicat warna kelabu. Halaman rumah itu cukup luas, tetapi tidak ditumbuhi bunga-bungaan. Sebuah garasi yang bisa memuat dua mobil terletak di sebelah kanan bangunan utama.
Keira menduga kalau tempat tersebut akan dijadikan toko bunga, sebab sejak tadi ada puluhan bunga matahari yang diangkut dan disusun rapih di halamannya. Bahkan pot-pot berisi bunga itu tak henti-henti keluar dari dalam mobil boks. Berusaha mengabaikan fakta bahwa rumah incarannya tak lagi bisa diraih, Keira melakukan mobil menuju lokasi pemotretan.
Meskipun sudah menjalani tiga sesi foto, dia masih terbayang-bayang dengan rumah tersebut. Sudah lama sekali dia ingin angkat kaki dari apartemennya dan tinggal di daerah yang dekat dengan agensi tempat Keira bernaung sebagai salah satu model.
“Hanazawa-san, kau baik-baik saja?” Manajernya bertanya sambil meletakkan sebotol air mineral dingin. “Sedang bertengkar dengan Bokuto-san?”
“Ah? Tidak.” Wanita berambut cokelat sebahu itu mengibaskan tangan, dia meraih botol dan membuka tutupnya. “Aku hanya memikirkan rumah itu, yang kuceritakan padamu. Sepertinya rumah itu sudah terjual dan akan jadi toko bunga sebentar lagi.” Dia menengguk airnya sampai sisa separuh.
Manajernya duduk di samping sang model, membuat Keira sedikit bergeser. Pria itu menatap anak asuhannya cemas. “Sayang sekali, kukira kau akan membelinya.”
Keira mengangkat bahu. “Kurasa, aku terlambat,” ujarnya. “Mau bagaimana lagi, berarti aku harus cari rumah lain.”
“Kenapa tidak ajak Bokuto-san pergi akhir pekan ini. Lihat-lihat rumah atau katalognya dulu. Aku akan carikan kalau kau mau.”
Keira mendengkus geli. “Aku punya firasat kalau Kou akan membiarkanku memutuskan. Jika dia yang mendesain, hmmm ... mungkin dia ingin rumah yang halamannya seluas lapangan bermain anak-anak.”
“Atau mungkin, dia hanya ingin cepat menikah dan punya anak,” celetuk Manajer Yasuke, membuat pria berambut hitam seleher itu disikut rusuknya.
Keira sudah menceritakan soal terbelinya rumah itu pada Bokuto pagi tadi, tetapi dia baru menerima balasan pesan menjelang siang sebab pria yang berstatus sebagai tunangannya tersebut tak sedang memegangi ponsel.
‘Yah, sayang sekali. Nanti kita cari rumah lain saja, Kei-chan ಡ ͜ ʖ ಡ.'
'Manajerku juga bilang begitu, tapi ... yah, aku tidak buru-buru, sih.'
Obrolan mengenai rumah tersebut bergeser dengan cepat, tahu-tahu saja Bokuto malah menawarkan diri untuk menjemput setelah Keira pulang. Sayang, wanita tersebut sudah membawa mobilnya.
'Kalau begitu, mobilku ditinggal di rumah saja, ya? Aku ke tempat Kei-chan jalan kaki. Nanti aku yang menyetir.'
Keira mengernyit. 'Kok begitu? Kalau mau ketemu, kau langsung ke apartemen saja. Nanti kita bertemu di sana. Tahu password-nya, kan? Atau sudah lupa lagi?'
'(*´ω`*) tidak apa-apa, ah. Jalan sedikit, sekalian olahraga,' tolak atlit basket itu, membuat kekasihnya makin keheranan.
Namun, karena terdesak panggilan dari sang manajer yang berkata bahwa sesi foto berikutnya akan segera dimulai. Keira terpaksa langsung mengiyakan perkataan terakhir Bokuto dan menyimpan ponselnya.
Pekerjaan hari itu selesai lebih larut dari biasanya, Keira bersandar lemas di kursi penumpang selagi Bokuto tak berhenti mengoceh soal latihannya hari itu sembari menyetir. Sesekali wanita di sebelahnya menanggapi, tetapi lama-kelamaan dia mengantuk dan terpaksa izin untuk mengistirahatkan diri.
Entah sudah berapa waktu berlalu, Keira baru terbangun saat pintu kursi penumpang terbuka dan dia merasakan badannya yang bersandar pada kursi terjatuh. Beruntung tubuh tegap pria berambut kelabu-hitam itu sigap menangkapnya.
“Maaf, Kei-chan.” Bokuto membuka telapak tangan, hendak membantu Keira berdiri.
Keira mengerjap. “Harusnya, kau bangunkan saja aku.” Wanita itu berkata selagi menerima uluran tangan sang kekasih dan berdiri. Namun, tiba-tiba saja Bokuto memangkas jarak mereka dan menutup kedua mata Keira. Membuatnya panik setengah mati.
“Apa ini?” Keira menjerit, merasakan dorongan di belakang tubuh yang memaksa badannya maju selangkah demi selangkah. “Koutaro!” Dia bisa saja melepaskan diri dengan mudah, bahkan siasat untuk menyikut perut lalu dagu Bokuto pun sudah tergambar dalam benak.
Namun, Keira menahan diri sebab masih sedikit dilanda kantuk. “Jelaskan sesuatu!”
“Jangan teriak-teriak, nanti kita dilihatin tetangga.” Dorongan tubuh Bokuto makin mendesak, membuat Keira maju tanpa kendali dan nyaris tersungkur menabrak tangga. Dia yakin sekali mereka tak sedang ada di apartemen wanita itu ataupun kediaman Bokuto.
Saat akhirnya penghalang di depan mata terbuka, Keira bisa melihat apa yang sebenarnya sedang Bokuto sembunyikan. Mereka berdua di sana. Di rumah yang senantiasa wanita itu impikan sejak kali pertama dia melihatnya. Keira dan Bokuto kini tengah berdiri di halaman depannya yang dipenuhi bunga-bunga matahari yang wanita itu kira akan jadi pajangan toko.
Pot-pot, rangkaian bunga, buket, dan lain-lainnya memenuhi seluruh halaman sampai ke teras. Ketika benak bertanya-tanya berapa jumlah bunga tersebut Bokuto langsung menjawab, “Jumlahnya ada seratus!” katanya bangga.
Keira tak sempat memahami apa yang sebenarnya terjadi, ataupun mengerti bahwa rumah impiannya sudah terbeli oleh pria yang kini berlutut di depannya sambil mengeluarkan sekotak cincin yang sudah terbuka.
“Bahasa bunganya, 'maukah kau menikah denganku?'”
[End]
Bonus:
Keira: astaga, harus kita apakah bunga sebanyak ini ....
Bokuto: tanam saja ( ꈍᴗꈍ)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top