Lovely sight

Di antara suara nyaring kerumunan yang histeris dan nyanyian indah sang tokoh utama, aku berdiri dari kejauhan, memandang dalam diam sosok bersinar di dunia yang tercipta oleh kedua tanganku.

Orang yang sering dilupakan apresiasinya,

Orang-orang ajaib yang berkerja dari balik panggung.

"Lovely sight."

Grateful feeling ✧‧˚
- Fragments project

Vocaloid‪ © Yamaha company
Story © PolarisF


Rambut tertata rapi dan wajah rupawan dengan polesan make-up sempurna. Tidak lupa semua pakaian modis yang mereka kenakan untuk bernyanyi. Begitu beragam juga berkilau, seolah mereka muncul dari dunia lain. Ada yang berkata mereka bak dewa dan dewi, aku pun tak bisa menyangkal, mereka begitu cantik.

Tapi keelokkan itu tak akan pernah sempurna jika bukan karena jemari-jemari penata rias seperti sahabatku, Rinto!

"[Name], bisa minggir sedikit. Kau mengahalangi cahaya."

Meski kadang Rinto agak menyebalkan, sih.

"Iya, iya." Aku mendengus kemudian menyingkir dari sumber cahaya yang Rinto cari-cari, padahal dia di kelilingi cahaya. Aku tidak akan pernah mengerti cara berpikir seorang penata rias.

Lamat-lamat kuperhatikan Rinto memberikan sentuhan terakhirnya di wajah salah seorang bintang konser kali ini, Megurine Luka.

"Luka-san cantik seperti biasa, ya!" Puji Neru, si penata busana dengan fashion-sense cetar. Kucir sampingnya melambai ketika dia bergerak semangat sambil mengangkut kostum-kostum yang mahalnya melibihi harga bulanan apartemenku.

Aku yang di sebelahnya mengangguk-angguk saja. Tidak bisa dipungkiri, Luka adalah wanita yang begitu jelita, ditambah sifat dewasanya yang ara-ara, membuat banyak merch dan albumnya sangat laris di pasaran.

"Terima kasih, Neru." Balasnya dengan kekehan kecil.

Belum bernyanyi saja suaranya sudah sangat merdu. Luar biasa, artis papan atas.

"Tentu saja, Neru. Yang mendadaninya kan aku!" Koar Rinto, memuji dengan bangga dirinya sendiri.

"Huh, ingat ya! Tanpa kostum yang kupilihkan, make-upmu tidak ada apa-apanya." Tukas Neru, tak membiarkan Rinto berbesar kepala.

"Apa!?"

Begini lagi...

Aku mengehela nafas, mereka berdua selalu berkelahi. Memperdebatkan hal sia-sia, menyatakan mereka lebih hebat dari satu sama lain.

Padahal menurutku sama saja, keduanya sangat berbakat. Mereka sama bersinarnya dengan orang-orang yang menari di bawah sorotan cahaya panggung.

Bukan hanya mereka tapi termasuk orang-orang yang terlibat dalam pertunjukan ini demi menghibur banyak orang.

"Luka, giliranmu sebentar lagi." Suara bariton terdengar dari ambang pintu.

Memutar bola mataku malas, aku menekuk wajahku masam. Tanpa berbalik pun aku tahu siapa yang bicara. Jelas sekaki itu bukan salah satu staff yang biasanya mengurusi acara.

"Iya, Len. Terima kasih." Luka mengangguk pelan, berterima kasih pada seluruh staff di ruangan. Termasuk aku yang sedari tadi tidak melakukan apa-apa selain berdiri sambil memegang segelas milkshake.

Beberapa orang seperti Luka sangat baik dan lembut,

"Hoi, kenapa lama sekali, sih?"

Tapi beberapa orang juga sangat menjengkelkan.

Aku berbalik, menghadap langsung pemuda berambut pirang yang menjadi dambaan banyak wanita karena wajah tampannya--yang bagiku terlibat lebih menyebalkan dari manusia mana pun.

"Maaf kan aku, ini."

Aku menyodorkan pesanannya. Baru juga kurang beberapa menit, sudah protes saja.

Len tidak berkata apa pun, hanya memandangi aku dan segelas Milkshake yang masih menggantung di tanganku. Tanganku mulai lelah.

Tepat ketika aku hendak membuka mulut, Len mengatakan sesuatu yang membuatku mengingat kenapa aku sangat tidak menyukainya.

"Tidak jadi, kau terlalu lama."

Lalu dia pergi tanpa menoleh lagi sedikit pun.

AKU BELI INI PAKAI UANGKU,

SETIDAKNYA BAYAR DULU, BRENGSEK!

(◇)

Neru adalah penata busana.

Rinto adalah penata rias.

Dan yang lainnya? Mereka punya role masing-masingnya juga tapi lalu bagaimana dengan aku?

Aku hanya staf biasa yang mengatur lampu dan segala hal berhubungan dengan elektronik panggung, sembari sesekali membantu staf yang lain.

Awalnya sih begitu...

"Bawakan cepat!"

Sampai iblis ini datang padaku.

Kagamine Len namanya, salah satu Vocaloid paling terkenal. Baru-baru ini dia mendapatkan peringkat pertama dari voting Vocaloid laki-laki paling digemari wanita, mengambil alih posisi tetap Kaito.

Padahal apa bagusnya dia. Kaito-san lebih menawan dan keren, mana bisa dibandingkan dengan orang yang tanpa hati seperti Len. Pasti ada kesalahan!

"Anu... maaf Kagamine-san tapi kenapa aku harus ikut denganmu?" Aku bertanya dengan hati-hati. Seberapa benci pun aku dengan orang ini, dia masih lah orang yang dapat menghilangkan pekerjaanku dan menghancurkan kehidupanku hanya dalam hitungan detik.

"Hah, bukannya dari kemarin sudah jelas? Kau babuku sekarang."

Kurang ajar. Dia bahkan tak berusaha menutupi pendapatnya tentangku.

"Tapi aku tidak dibayar untuk ini." Ucapku, berusaha membela diri dan melepaskan diriku dari jeratan si pirang ini. Sudah hampir seminggu aku ditindas habis-habisan orang ini, di suruh sana-sini.

Padahal dulu seingatku saat awal debut Len tidak semenyebalkan ini. Kakak perempuannya Rin juga bersikap sangat baik, apa yang salah dengan orang ini?

Alis Len bertaut, menatapku tak percaya kemudian disusul dengan senyum mengejek.

"Sepertinya kau harus cek rekeningmu lagi. Bukan kah gajimu bertambah? Ya, untuk ini."

Aku tertegun, sekarang semuanya masuk akal. Kenapa bos tiba-tiba menaikkan gajiku,

"Jadi bos menjualku padamu!?" Tanyaku tanpa berpikir dan dijawab dengan tawa kencang Len,

"Kurang lebih."

Iblis! Bos juga iblis!

Kontrak yang dibuat tanpa persetujuanku, ini sama halnya seperti perbudakan! Aku mau berhenti!

...

Tidak jadi.

Cari pekerjaan sekarang susah.

Dengan kedua tangan yang selalu penuh dengan bawaan tiap kali aku bertemu Len, aku hanya mengikutinya sambil memastikan jarak kami tetap cukup jauh.

Aku tidak mau dekat-dekat.

Sampai kami berhenti di sebuah cafè.

"Ha?"

(♧)

Aku memandang gadis di hadapanku, yang duduk canggung sambil meminum segelas kopi. Mencoba menghindari kontak mata sebisa mungkin.

[Nama], sedikit memalukan untuk mengakuinya tapi aku sudah memperhatikannya sejak sangat lama. Dari awal aku mulai meniti karirku.

"Kau ingat sangat aku masih 14 tahun?" Aku bertanya, memperhatikan [Nama] yang tersentak dari tempat duduknya dan mengangguk dengan canggung.

Imut.

"Iya, kenapa?" Tanyanya balik.

Kini giliranku yang menghindari tatapannya.

"Dulu... kau sering menghampiri ayahmu yang dulu bekerja sebagai staf panggung 'kan?"

[Nama] terlihat bingung tapi mengangguk meng-iyakan.

"Begitu lah, aku senang melihatnya bekerja." Akunya.

"Dia bekerja dengan sangat keras, menyusun ini itu bersama staf yang lain. Sangat keren, karena itu lah aku menjadi seperti dia."

Aku tersenyum kecil tapi buru-buru kuhapus sebelum [Nama] sempat melihatnya.

Setelah memerhatikan [Nama] hampir 3 tahun lamanya, ketika aku memiliki keberanian untuk berbicara padanya, aku malah memperlakukanya dengan buruk.

.... tapi sebenarnya tidak buruk juga melihat reaksinya yang menahan diri untuk mengutukku. Itu lucu.

Ini juga lah alasanku menyogok bosnya untuk membuat [Nama] lebih banyak menghabiskan waktu dengan dengan menyuruh-nyuruhnya.

"Ya... [Nama belakang]-san memang orang yang keren."

Iris [Warna mata] [Name], bersinar dengan semangat tanpa diduga,

"Oh! Kau juga berpikir begitu? Dia memang keren, kau ingat saat-"

Aku menengerjap, sedikit terkejut dengan [Nama] yang biasanya senyap dan sangat tertutup padaku tiba-tiba bercerita panjang lebar. Topik tentang ayah dan pekerjaannya ternyata lebih berguna dari yang kupikirkan.

Tidak berbicara banyak, aku memangku wajahku, memandangi [Nama] yang masih bercerita dengan semangat. Kali ini tidak repot menyembunyi senyumku dan pipiku yang mulai bersemu.

Sial, kenapa dia sangat manis?

"Staf panggung itu... benar-benar sangat keren!"

Iya, benar. Aku ingat betapa kerennya kau saat pertama kali bekerja, sampai sekarang juga keren.

"Sayang mereka tidak terlalu diperhatikan. Neru, Rinto, ayah dan semuanya..."

Aku diam sejenak, tidak tahu harus menjawab apa. Yang dikatakan [Nama] memang benar. Semua lampu dan kamera selalu menyorot kami.

Apa yang bisa kukatakan untuk menghiburnya? Pikirku begitu, tadinya, sampai kalimat [Nama] yang selanjutnya membuatku terkesima.

"Tapi bukan kah itu membuat kami terlihat lebih keren? Kami membantu kalian para bintang, untuk jauh lebih bersinar tanpa diketahui banyak orang. Sangat misterius~!"

[Nama],

Kenapa kau sangat keren?

"Oh, ya? Kagamine-san, kau ada jadwal konser beberapa jam lagi 'kan-"

"[Nama], ada sesuatu yang ingin kutunjukkan padamu."

(♤)

Aku kembali, di belakang panggung besar tempatku seharusnya berada. Bukannya jalan kemana-mana menjadi pesuruh Len.

Berbicara tentang Len, dia terlihat berbeda hari ini. Punggungnya di depanku. Baju kasualnya ia tanggalkan, diganti dengan penampilan ikoniknya.

Aku mengedarkan pandanganku ke sekiling, semua orang bekerja dengan sangat keras untuk penampilan ini. Apa aku juga harus melakukan sesuatu?

Belum sempat aku mencoba pergi membantu yang lain, sebuah tangan menghentikanku.

Len.

Jantungku seakan berhenti berdetak ketika mata kami bertemu. Iris biru lautnya memandangku serius dan genggaman tangannya yang erat membuat hampir tak bisa bernafas.

Apa itu tadi?

"Kali ini, tolong lihat ke depan. Lihat aku."

Aku tak bisa menjawab. Tetap diam sambil memperhatikan Len yang menjauh dan berjalan ke tengah panggung diiringi teriakan penggemar. Sesaat, aku melihat Len kembali melirik ke arahku dan melempar senyum tipis.

Musik kemudian berputar, lampu terorganisir dengan rapi dan teratur, efek panggung menyatu dengan sempurna.

Tapi kali ini bukan itu saja yang kutangkap, tapi juga Len. Tokoh utama panggung ini, orang yang kami asah sinarnya menjadi lebih terang dan juga orang-orang yang selama ini kami coba hibur.

Sorakan ramai yang sebelumnya kabur di telingaku, terdengar lebih jelas. Pemadangan buram yang hampir tak pernah kulihat pun kini terbentang luas di depan mataku.

Mereka tersenyum karena kerja keras kami. Bahkan tanpa mereka tau kami di sini, mereka bisa merasakan perasaan kamu tersampaikan dari penampilan Len.

.... sepertinya hasil peringkat satu Vocaloid laki-laki yang paling digemari wanita mungkin bukan kesalahan.

(♡)

3 tahun.

3 tahun lebih Len mengagumi [Nama] dan semua kerja kerasnya.

3 tahun lebih juga dia tak bisa mengekspresikan perasaannya dengan benar.

Tapi kali ini berbeda, Len akan menjukkan seberapa penting [Nama] dan semuanya, membantu [Nama] untuk melihatnya dengan lebih jelas.

Len bersyukur, [Nama] dan semuanya ada untuk membantunya bersinar.

Len bersyukur karena [Nama] adalah [Nama].

Len bersyukur bertemu [Name].

Len bersyukur karena [Nama] ada.

"... heh, kurasa selama tiga tahun ini aku juga benar-benar menyukainya."

- Fin

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top