Grateful

GRATEFUL

“Aku merasa bersyukur dengan kehadiranmu.”


Haikyuu © Furudate
Story © ascellworld

A Short Story Ft. Suna Rintarou

WARN! Slight!OOC, Soft Suna, Fluff, dll.

.

.

.

"Ada waktu habis ini?"

Keningmu mengerut tatkala menoleh, mendapati Suna Rintarou dengan kaus hitam sementara rambutnya yang basah berusaha ia keringkan dengan handuk.

"Udah kelar ekskul?"

Dia mengendikkan bahu, tersenyum tipis. "Lu sendiri udah kelar?" Wajahnya menunjuk sebuah kanvas yang kini dipenuhi oleh beragam warna hingga membentuk sebuah objek.

Melihatnya mendekat, kau dengan cepat menggunakan tubuh untuk menutupi lukisan tersebut, membuat Suna tertawa pelan. "Kali ini buat apa?"

Menggeleng, kau mengusirnya pergi menggunakan tangan. "Abis ini mau ke kafe? Atau langsung balik."

Kalian memiliki rutinitas wajib setiap selesai ekskul untuk belajar bersama, awalnya kegiatan belajar-mengajar ini tercipta hanya karena nilai kimiamu yang selalu berwarna merah dan Suna di sisi lain, entah bagaimana, mampu mendapat nilai sempurna. Membuat kau mau tidak mau menyetujui saran gurumu, merelakan waktu bebasmu dengan belajar bersama sosok yang tidak pernah bertukar sapa denganmu. 

Suna tidak pernah tampak menonjol selain presensinya yang tidak pernah absen di antara si kembar Miya. Membuat kau berpikir proses belajar ini akan berakhir canggung, walau diluar dugaanmu Suna Rintarou adalah sosok yang menyenangkan. Dalam tanda kutip.

"Jadi, gimana perkembangannya?"

Suna melirikmu yang kini berjalan di sisinya, berusaha bergerak dengan perlahan agar tidak meninggalkanmu di belakang. "Lumayan."

Kau tersenyum, berucap dengan rendah, "apa pun hasilnya, lu udah berusaha dengan baik." Tanganmu menepuk pelan pundaknya, membuat Suna terkekeh.

"Udah gak benci kimia lagi?"

"Masih sama aja," ucapmu lesu, mendecak pelan ketika kembali mengingat omelan yang kau terima kemarin ketika membahas materi baru. Bukan salahmu jika otakmu tidak mau bekerja sama 'kan?

Melihat ekspresimu yang berubah menjadi kecut, Suna melepas tawa menghina, membuatmu ingin menyumpahinya, walau kau memutuskan menutup mulut ketika kalian sudah sampai di depan sebuah kafe dengan gaya minimalis. 

"[Favorite Drink]?"

Kau mengangguk. "Biar gue yang traktir kali ini." 

Suna dengan cepat menggeleng, menyebutkan pesananmu dengan miliknya lalu menyerahkan lembaran uang sebelum kau mampu mengeluarkan dompet, kau hanya menatapnya pasrah, bertekad untuk menggantikannya dengan sesuatu yang lain. 

Biar bagaimanapun segala hal terkutuk ini terjadi bukan karena kesalahan Suna. 

"Lagian gue ikhlas ngajarinnya," kekeh Suna ketika melihatmu yang berdiri gelisah. Membuat bibirmu mengerut, kesal. Sepertinya posisi lelaki itu sebagai middle blocker telah memperparah kemampuan membaca lelaki itu. Terkadang, kau tidak perlu mengeluarkan satu kalimat pun untuk membuatnya mengerti apa yang kau alami. 

Suna dengan senang hati menemanimu, setidaknya sampai perasaanmu kembali membaik tanpa banyak bicara, mendengarkan dengan penuh perhatian. Membuatmu terkadang berpikir, apa yang harus kau lakukan untuk membalas kebaikannya?

"Jadi, apa yang gak lu ngerti sampe dapet merah lagi?"

Kau menaikkan alis, rupanya kali ini Suna bersikap baik hati dengan tidak menaburkan garam di atas luka. Memilih kata merah ketimbang nol. Ya, kau dapat nilai nol, bukan lima puluh, tujuh puluh, atau setidaknya sepuluh. 

"Bagian mananya yang gak paham?" 

Kau merogoh tasmu dan mengeluarkan secarik kertas yang sudah hampir tidak berwujud, menjadi korban atas amarah dan rasa frustasimu. 

Suna hanya menggeleng gemas ketika melihat hasil perbuatanmu. "Ini salah karena belom disetarain," ujarnya. "Harusnya disetarain dulu baru ditentuin, terus yang ini masuknya eksoterm karena dia sistemnya yang menerima kalor, jadi otomatis lingkungan melepas kalor." 

Kau membuka mulut sebelum menutupnya lagi, membatalkan keinginanmu sebelumnya dan memilih mendengarkan. Lagipula, kau tidak tahu apa yang harus dipertanyakan. 

Kedua manik milik Suna bergulir padamu, menaikkan alisnya, dia tersenyum mencemooh. "Pelajarin dasarnya dulu aja." Kemudian, lelaki itu mengeluarkan alat tulisnya dan kacamatanya sebelum mencoret-coret kertasmu dengan beberapa tulisan tangannya yang rapih. 

Kau menopang wajah di atas meja, memandangi Suna yang tampak serius dengan keningnya yang beberapa kali mengerut ketika dia mencoba menghitung. Jika dilihat dari jarak sedekat ini, ditambah kacamata putih membingkai wajahnya, Suna tampak beribu kali lebih tampan. 

"Rin," panggilmu pelan. 

Lelaki itu hanya bergumam, tidak mengangkat wajahnya, masih fokus dengan kertas milikmu. 

"Lu gak pernah merasa terbebani?"

Walau ekspresinya tidak berubah, kau tahu dia mendengarkan ketika ritme menulisnya berubah menjadi lebih lambat. 

"Selama hampir setahun lu bantuin gue," ucapmu perlahan, mengutarakan apa yang selama ini menganggu pikiranmu. "Seharusnya lu bisa main sama anak voli yang lain, gue juga gak pernah ngasih apa pun yang setimpal." 

Kali ini, Suna benar-benar berhenti dan mengangkat wajahnya. Membuat kedua obsidian itu bertabrakkan dengan milikmu selama beberapa saat, kau membasahi bibir dan memutuskan kontak mata lebih dahulu. Memilih menyibukkan diri dengan minuman di hadapanmu. 

Suna menghela napas, mengukir senyum tipis. "Gue gak masalah dan gak pernah ngerasa terbebani, plus gue bisa ikut belajar dan ngulang materi lagi." Dia terkekeh pelan ketika melihat wajah gugupmu. "Lagian, gue menikmati ini, jadi gak perlu merasa bersalah." 

Lelaki itu menyodorkan kertas milikmu. "Berkat ini juga gue punya alasan buat semangat belajar kimia dan tanding voli." Suna membenarkan posisinya, tidak melepas pandangannya dari wajahmu. Sepertinya kau tidak menyadari betapa dia bersyukur dapat menghabiskan waktu denganmu. Memberinya kesempatan untuk menjadi sosok yang dapat diandalkan.

"Lu udah banyak bantu gue kok," ucap Suna sambil tersenyum miring. Kau selalu berada di sana ketika dia membutuhkannya, memberinya dukungan untuk lebih serius terhadap voli, mengingatkannya kalau dia bukan sosok yang buruk seperti rumor yang beredar, dan mempercayainya hingga akhir. 

Bagaimana mungkin dia tidak bersyukur dengan kehadiranmu? 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top