Forbidden Forest

Forbidden Forest

 

"Merlin, ada apa dengan wajahmu?!"

Calon menggerakkan kelopak matanya. Jubah slytherinnya kusut. Kepalanya mendongak malas, hanya untuk bertatapan dengan tatapan tajam yang membuat sudut hatinya geli. Wajahnya yang tercetak jejak kelelahan dan lingkaran hitam pekat di bawah kelopak matanya, tak dapat menandingi sepasang hazelnya yang memerah sedikit bersinar. Ia membuka mulutnya sejenak, sebelum terkekeh pelan.

"Nah, apa kau sekarang sinting huh? Sepertinya aku harus menyudutkan bocah tahun kelima lain, dan bertanya apakah kau salah minum ramuan."

Calon meredakan kekehannya, namun sepasang hazelnya masih berkilat geli untuk waktu yang lama. "Kenapa repot-repot? Kau bisa menanyakannya pada Lucas, kembaranku jauh lebih baik dari orang lain." Kemudian salah satu tangannya menangkap pergelangan tangan yang lain, membawanya ke helai-helai rambut kecoklatannya yang mencuat tak beraturan.

"Sudah berapa lama kau tidak tidur? Jangan berlagak seperti kutu buku yang seolah-olah memperjuangkan tempat pertama, kau yang paling tahu sendiri membaca buku saja kau malas."

Calon menendang sudut bibirnya ke atas. Ia mengangguk sekenanya, meminta yang lain merapikan helai-helai rambutnya. "Mhm, pacarku perhatian sekali."

"Aku tidak mau berpacaran dengan orang jorok sepertimu."

Namun Calon mengabaikan pernyataan pedas itu. Ia menyembunyikan sepasang hazelnya, menikmati kekasihnya yang kini merapikan helai-helai rambutnya. Ia menambahkan dengan ringan, "sayang sekali Prince Slytherin tidak bisa menikmati lagi perhatian pacarku. Ah biarkan, dia sudah punya pacar sendiri."

Sepasang tangan yang semenjak tadi merapikan rambutnya, berubah secepat mungkin menjadi memukul kepanya pelan. Calon bisa mendengar cibiran yang lain, tetapi ia hanya membalas dengan kedikan di bahu.

"Jangan membicarakan dia lagi." Suara itu penuh peringatan, dan buru-buru disusul perkataan yang lain. "Lagipula jika dia mau, aku tetap akan memberikannya, oke?"

Calon mengangguk acuh tak acuh. Ia benar-benar tak peduli, namun agar tidak membuat kekasihnya marah, ia hanya balas menggumam sekenanya. "Terserah, lagipula perlakuanmu kepadanya dan kepadaku berbeda. Kau lebih manis saat bersamaku."

"Aah! Berhenti bicara! Ayo, kita keluar!"

Sepasang hazelnya kembali menampak. Calon memandang wajah memerah di hadapannya selama tiga detik, sebelum tertawa pelan. Salah satu tangannya menarik pergelangan tangan yang lain, sementara tangan yang lain menarik kenop pintu kamar asramanya.

"Ayo makan dulu, Mrs. Parkinson."

-----------------------

Harry Potter : J.K Rowling

Story : sachandez

Pansy Parkinson x Calon Scoot (Female OC)

Happy Reading!

-----------------------

"Lucas tak datang?"

Calon menggigit sandwich tunanya. Ia mengunyah sebentar, sebelum kemudian menggelengkan kepalanya. "Sudah sarapan tadi," tukasnya lambat, selepas menelan gigitan sandwichnya.

Pansy mengangguk sekenanya. Calon melanjutkan makannya, semambil menatap kekasihnya sepanjang sarapan. Sudut bibirnya berkedut geli.

Sudah banyak murid yang meninggalkan aula utama, dan hanya menyisakan mereka yang datang terlambat. Hanya ada sepuluh orang, termasuk sepasang kekasih itu sendiri. Di hari libur seperti ini, kebanyakan murid sudah berdesak-desakan menuju ke Hogsmade, tak banyak yang tersisa di kastil. Namun meski begitu, sisa orang di aula utama yang hidup, masih memandang Calon dan kekasihnya diam-diam sambil berbisik satu sama lain.

Calon sendiri benar-benar acuh tak acuh. Atensinya sepenuhnya terpaku pada kekasihnya yang mengunyah sandwich dengan tenang. Awan cerah di atas langit-langit menatap keduanya lambat-lambat.

"Aku akan minum di bar Blaise, ikut?"

Calon menggeleng. Tangannya menopang dagu, sepasang hazel menatap tanpa henti. "Malas. Banyak orang."

Calon hanya membalas dengan cengiran, ketika Pansy memutar bola matanya. Telunjuk kekasihnya itu menunjuk terang-terangan ke arahnya. "Kau itu! Kenapa susah sekali di ajak keluar sih? Baiklah, jika kau tak mau ke bar, lalu kemana? Tidak! Jangan asrama lagi, pinggangku hampir patah karenamu!"

"Siapa yang bilang asrama," Calon menyahut pelan. Ia meminum jus labunya sejenak, menjilat bibirnya dan kembali membuka mulutnya. "Ayo ke hutan terlarang."

Ketika ia mengatakan itu, sepasang hazelnya bersinar cerah. Calon memperhatikan kekasihnya yang memandangnya heran, sebelum kemudian ia menghembuskan napas dan mengangguk.

"Ya, baiklah. Kencan di hutan juga oke."

Keduanya meninggalkan aula utama, diikuti beberapa pasang mata yang menatap penasaran.

---

"Aku curiga sekarang, kalau kau benar-benar telah menginfeksi diriku." Pansy kembali mengoceh, ketika mereka menyusuri jalanan hutan terlarang. Calon menarik pergelangan tangan kekasihnya, ia berjalan santai di depan sambil mendengarkan ocehan di belakangnya dengan penuh minat. "Banyak orang menanyaiku sekarang, mengapa aku tiba-tiba berteman denganmu? Huh, siapa juga yang mau berteman dengan orang biasa sepertimu."

Calon tertawa pelan, ia melirik Pansy dari sudut matanya. Suaranya penuh godaan. "Dan orang biasa ini yang membuatmu memohon di tempat-"

"Jangan lanjutkan, atau aku akan memantraimu!"

"Nah, silahkan. Lagipula nilai mantraku jauh lebih baik daripada dirimu."

"Aku benar-benar curiga kau memberiku love potion."

"Ouch, tuduhan yang kejam."

Keduanya saling menatap sejenak, sebelum kemudian tertawa bersama-sama.

Calon meredakan tawanya, kilat geli di sepasang hazelnya semakin bersinar. "Sungguh, kenapa kau sangat cantik, huh? Ah pacarku menggemaskan sekali, sayang sekali orang-orang tidak tahu bagaimana sifatnya yang menggemaskan ini."

Pansy mencubit pipinya untuk membuatnya tutup mulut. Calon melebarkan senyumnya, kemudian melanjutkan perjalanan mereka yang tertunda.

Keduanya terus melewati pepohonan yang lebat dan semak-semak. Calon berjalan di depan dengan santai, sama sekali tak peduli dengan hewan-hewan yang tersembunyi di sana. Di belakangnya, Pansy mengikutinya dengan mencengkarm tongkat sihirnya. Keduanya tak berbicara, hingga pepohonan dan semak-semak yang menyesakkan penglihatan mereka menghilang sepenuhnya.

Ada lapangan luas, beberapa pepohonan menghiasi. Lazuardi yang cerah terbentang luas, nampak sangat jelas di depan mata. Calon menyingkirkan beberapa rumput yang menghalangi, sebelum menarik Pansy menuju ke tengah lapangan. Keduanya berbaring di rumput-rumput yang menggelitik kulit.

"Hei."

"Hm?"

Calon memandang kekasihnya yang mendadak bangkit duduk. Sudut bibirnya tertarik, ketika salah satu tangannya bermain-main dengan helai-helai rambut kekasihnya. "Ada apa?"

Pansy menatapnya. Kedua mata mereka bercinta sejenak. Satu, dua, tiga, senyap mendominasi suasana. Tak ada yang berbicara untuk waktu yang cukup lama. Beberapa menit kemudian, terdengar suara helaan napas yang dibuang, disusul suara rendah yang samar-samar agak canggung.

"Terima kasih."

Sepasang hazel berkedut sejenak. Calon masih menatap kekasihnya, tangan yang bermain-main dengan helai-helai rambut berhenti sejenak. "Untuk apa?"

"Jangan pura-pura tidak tahu, kau tahu sendiri aku tak pandai bicara, oke?" Pansy mencebikkan bibirnya, namun sepasang matanya penuh senyuman. "Tak ada yang pernah mencintaiku lebih daripadamu. Kau tahu kalau aku terobsesi menjadi lady Malfoy, namun kau masih mengejarku seperti itu. Aku tahu aku cantik dan menarik, sehingga kau terobsesi denganku seperti itu."

Ia tertawa sejenak, kemudian kembali membuka mulutnya. "Aku hanya ... entahlah? Semenjak bersamamu, aku mendadak keluar dari karakterku yang biasanya. Aku menjadi lebih sering serius daripada biasanya. Mungkin bersamamu membuatku jadi sinting, tapi anehnya aku sungguh tak keberatan sama sekali. Kau cuma orang biasa yang tergila-gila padaku, dan aku menyambutmu dengan senang hati. Jika aku tahun kelima tahu hal ini, mungkin dia curiga bahwa aku telah dimantrai olehmu."

"Tapi tidak." Pansy kembali memandangnya. Calon masih menutup mulutnya. Kedua mata mereka bercinta tanpa mau diusik. "Kau sangat lembut, ketulusan itu membuatku hampir sinting! Kau dengan berani masih mengejar-ngejarku, meskipun aku telah menolakmu, hingga akhirnya aku telah jatuh sepenuhnya kepadamu. Obsesimu entah mengapa membuatku aman dan merasa dicintai untuk pertama kali. Aku hanya ... terima kasih oke? Terima kasih telah mencintaiku sedalam itu dan menungguku selama itu untuk jatuh."

"Aku sudah cukup patah hati, aku tidak mau lagi. Jika mereka menyakitimu, meskipun Ayahku akan membunuhku, aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Beruntung kau half-blood." Pansy menghembuskan napas. Telinganya samar-samar bersemu merah. "Ah sudahlah, mengatakan ini entah kenapa membuatku merinding dan jijik."

Tak lama, tawa keras datang dari Calon. Ketika tawanya mereda, ada seringai lebar di wajahnya. Sepasang hazelnya bersinar cerah. "Pacarku sangat menggemaskan." Ia kemudian bangkit duduk, sisa rumput menempel di jubah dan helai-helai rambutnya. "Kemarikan jarimu."

Pansy menekuk kedua alisnya dan menyipitkan matanya, memandangnya curiga, namun Calon hanya membalasnya dengan seringai yang semakin melebar. Ketika kekasihnya mengulurkan salah satu tangannya, Calon mengelus jari-jarinya, kemudian membawa jari manis ke giginya.

"Aw! APA YANG KAU LAKUKAN?!"

Binar di sepasang hazel semakin memercik, ketika Calon kembali menatap kekasihnya. Ia menatap lambat-lambat, sebelum membuka mulutnya yang menyeringai lebar. "Aku melamarmu."

Calon menghembuskan napasnya. Ada antusias yang tak terhingga di matanya. "Terima kasih telah memberiku kesempatan mencintaimu. Aku takut perasaanku akan menyakitimu dan membuatmu takut, namun kau menerimanya dengan baik. Aku sangat ... senang. Ketika kita bersama, kupikir ini cuma mimpi dan tak lama lagi aku bangun. Namun kau masih di sana, kau membalas perasaanku, membalikannya dan membuatku hampir mampus, sebab terlalu bahagia."

"Aku tak peduli lagi, oke? Aku hanya ingin bersamamu. Jika bisa, aku akan membawamu ke suatu tempat, dimana cuma kita berdua (mungkin aku harus membawa Lucas juga). Di dunia manapun, mau dia menang, atau mereka menang, aku tak peduli. Aku akan selalu bersamamu, di dunia manapun, di dimensi manapun, aku akan ada." Calon meremas jari manis di genggamannya. Sudut bibirnya menurun, kembali membentuk garis lurus. Sepasang hazel sekilas menggelap. "Jika mereka menyakitimu, aku tak akan membiarkan itu terjadi. Aku akan melakukan apapun untuk bersama denganmu. Aku membunuh untukmu, tak peduli apapun taruhannya. Dan aku akan mati bersamamu."

Satu sekon setelahnya, sudut bibir itu kembali tertarik ke atas. Binar-binar muncul kembali, seolah jejak wajah gelap tadi sepenuhnya tak terjadi. Calon tersenyum tulus. "Terima kasih telah membalas perasaanku dengan dalam. Terima kasih sudah mau mencoba mencintaiku. Terima kasih sudah mau mampir di hidupku."

"Ah, sudahlah. Aku tak pandai berbicara juga." Calon menghembuskan napas, kemudian menatap wajah memerah di hadapannya. Ia bisa merasakan pipinya memanas, namun itu semakin membuat senyumannya melebar.

"... K-Kau-"

"Hm?"

Pansy memandang bekas gigitan di jari manisnya. Ada sisa sentuhan panas yang tertinggal. Calon masih menatap dengan binar-binar yang semakin menyesaki sepasang hazelnya. Kemudian, suara hembusan napas terdengar. Calon masih mempertahankan senyumannya, ketika kekasihnya balas menatap dengan wajah yang penuh merah.

Tak lama, Pansy membuang mukanya. Ia melirik bekas gigitan di jari manisnya dengan gugup, sebelum kembali bersikap seperti biasa. "Lalu cincinnya?"

"Ah iya." Calon mengangguk, seolah teringat sesuatu. Ia melebarkan senyumnya. "Ketika kita kembali nanti, aku akan memasangkannya. Aku tak sengaja meninggalkannya di kamarku."

"Nah, apakah kau tak menanyakan jawabanku dulu?"

"Mengapa? Jelas-jelas kau pasti setuju."

"... Percaya diri sekali."

"Kalaupun kau tak setuju, aku akan menunggumu untuk setuju."

"...."

"Ya, aku harap cincinnya lebih dari harga perhiasanku. Kalau tidak, aku tak akan menerima lamaranmu."

"Mhm tenang saja," Calon menyahut acuh tak acuh, "itu sangat mahal."

Pansy memandangnya, sebelum kemudian menghembuskan napas. "Ya, lupakan. Kalaupun tidak, aku tak punya pilihan lain. Aku sudah melangkah sejauh ini."

"Mhm."

Kedua mata mereka kembali bercinta, sebelum kemudian keduanya kembali tertawa bersama-sama. Di bawah langit yang cerah, keduanya berguling-guling di rerumputan. Jauh dari hiruk pikuk, jauh dari kecemasan yang menodai kastil Hogwarts, jauh dari apapun. Hanya ada mereka.

Hogsmade penuh sesak akan orang-orang, dan kastil sama buruknya. Namun tak ada yang mengetahui, bahwa di dalam hutan terlarang, sepasang kekasih telah berbagi cinta. Tak ada yang mengetahui, sebab kisah itu telah dirahasiakan oleh pohon-pohon dan semak-semak.

Ya, nikmati saja waktu yang ada.


 

-fin.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top