Flower That Reverse the Time

Flower That Reverse the Time

Black Butler @Yana Toboso
Ciel Phantomhive x OC

Kazaremegamine_ presents...

Tak tuk

Suara ketukan sepatu bergema dalam lorong. Dua kaki yang menjadi penyebabnya melangkah dengan santai, ketika kepalanya menerawang seisi lorong. Meskipun ia telah berkali-kali melewati lorong itu, suasananya masih saja terasa tak akrab baginya. Semakin menerawang, isi pikirannya semakin berkelana. Ia menggelengkan kepalanya guna menghalau segala bayangan menyeramkan yang datang. Tak hanya itu, ia juga semakin mempersempit jaraknya dengan sepasang kaki lain di depan.

Jantungnya yang tiba-tiba berdegup keras, kini terasa lebih baik kala ia telah sepenuhnya melewati lorong tadi. Kali ini, ia melewati sebuah ruangan besar. Kaca besar nan tinggi menjadi penghias yang membuat ruangan itu cukup terang. Setidaknya, suasananya tak seberat di lorong tadi. Hanya perlu melewati ruangan ini dan ia akan sampai pada tempat tujuannya.

"Silakan, Nona." Sang penuntun jalan berujar, kemudian beranjak pergi setelah membukakan pintu.

"Terima kasih," balas sang Nona. Setelahnya, ia berjalan melewati pintu yang telah dibukakan. Pemandangan yang ia lihat pertama kali ialah seorang laki-laki yang tengah duduk sembari memegang cangkir. Laki-laki itu menoleh kala menyadari kehadiran entitas lain.

Sang Nona berjalan menghampiri. Dalam perjalanan menuju kursi yang singkat itu, sekilas ia dapat melihat sebuah vas bunga di dekat pintu. Vas itu berwarna krim, warna dengan kesan lembut yang bertolak belakang dengan bunga yang dipanggulnya. Kesan tegas dan elegan bersamaan tercipta saat melihat bunga amarilis berwarna merah. Ternyata sang pemilik mansion memang memliki selera yang tinggi.

Pikirannya kembali berkelana. Kali ini ia menjelajah waktu. Waktu ketika ia menginjakkan kaki untuk yang pertama kali di mansion ini. Saat itu, matahari juga bersinar cerah. Sangat cocok untuk bermain atau sekadar piknik. Mungkin karena hal tersebut, suasana di dalam mansion saat itu cukup sunyi.

Saat itu, mereka masih sangat belia ketika bertemu. Kepala yang saling menyembul dari balik genggaman ibu masing-masing, terlihat sangat menggemaskan. Membuat para ibu yang memperkenalkan mereka tertawa gemas. Setelah perkenalan singkat, para ibu pergi. Membiarkan anak-anak mereka menikmati waktu untuk bermain.

Sebuah awal yang canggung bagi dua orang yang pendiam. Namun, siapa sangka jika mereka dapat menjadi lebih dekat dalam waktu yang singkat.

"Wah, cantiknya." Seorang gadis menghentikan langkahnya di depan meja di dalam lorong. Seorang anak laki-laki yang bersamanya pun turut menghentikan langkah kemudian ia ikut mendekati meja tersebut.

"Kemarin aku lihat di buku, namanya ...." Sebuah kerutan tipis tercipta di dahi ketika anak itu mencoba mengingat. Namun, tak lama kemudian ia kembali mendapatkan ingatannya; dari gadis kecil di sebelahnya.

"Amarilis!" sebutnya dengan penuh semangat. "Dulu ibuku pernah merawat lili yang mirip amarilis, tetapi setelah aku sering bersin, ibu tidak pernah merawat bunga lagi," kata gadis itu yang kini refleks menyentuh hidungnya.

Sang lelaki kecil terperanjat. Sontak ia mengulurkan tangan ke depan sang gadis; sebuah gestur untuk menghalangi. "Kalau begitu, kamu jangan di sini," katanya yang tersurat kekhawatiran.

Tertawa kecil adalah respon yang sang gadis pilih untuk menanggapi, kendati ia mendapat tatapan bingung dari temannya. "Tidak apa-apa. Aku akan baik-baik saja dalam jarak ini."

Sang gadis mengangguk dan menatap penuh keyakinan kala sang lelaki melontarkan tatapan ragu. Memilih untuk percaya, laki-laki muda itu ikut mengangguk. Beberapa saat setelahnya, ia terpikirkan sebuah ide. "Bagaimana kalau kita menggambar bunganya? Itu tidak akan membuat kita bersin, 'kan?" usulnya yang disambut dengan binaran terang dari mata sang gadis kecil.

Berikutnya, yang terdengar di lorong kala siang yang cerah itu adalah derap langkah dua pasang kaki mungil yang sedang berada di puncak kebahagiaan masa kecil.

Senyum getir tercipta, sangat kontras dengan kenangan masa lalunya yang baru saja usai. Ia sudah duduk, dibantu oleh sang pelayan hitam yang tiba-tiba saja muncul. Pelayan itu segera menuangkan teh ke dalam sebuah cangkir baru, lalu ia menyajikan beberapa kudapan manis setelahnya. Ia meminum teh yang sudah disajikan, kemudian menghembuskan napas pelan. Mendongakkan kepala, ia melihat sesosok dengan garis rahang yang tegas. Cukup berbeda dengan ketika laki-laki itu masih kecil.

Merasakan perbedaan atmosfer, sang lelaki pun mengalihkan tatapannya pada sang gadis. "Florenza? Ada apa?"

Sang gadis terperanjat, kemudian menggeleng pelan. "Bukan apa-apa, kok, Ciel," balasnya, "bunganya cantik," sambungnya dengan rekahan senyum serta rona pipi yang lembut.

Walaupun tubuhnya tidak memperlihatkan reaksi berarti, tetapi Florenza tahu dari matanya, Ciel cukup terkejut. Mungkin sekarang laki-laki itu yang akan menjelajah waktu.

𝗙 ɪ ɴ

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top