― book.

— book.
a haikyuu fanfiction, group project

Haikyuu © Furudate
Story © saltyfluous
saltyfluous

[ tsukishima kei x reader ]

.

"Masuk rumah sakit karena hawa musim panas?" tanyanya setengah tak percaya. Matanya menatap bosan tumpukan buku di hadapannya, sesekali membuka acak lembaran yang sudah kusam itu.

"Padahal masih awal musim panas, jadi suhunya belum begitu tinggi."

Suara helaan terdengar dari seberang sambungan, khas ibu-ibu. "Yah, mau bagaimana lagi. Ayahmu sudah tua, jadi tubuhnya mulai melemah."

Yah, itu tidak salah. Sang gadis hanya mengangguk pasrah, tangannya memainkan tali telepon.

"Jadi ... bagaimana tokonya?"

Gadis bersurai [hair color] itu mendengkus. "Tutup saja."

"Tidak bisa begitu, [name]! Bagaimana dengan pelanggan tetap kita?" Sosok di sana sedikit mengambil jeda, sebelum lanjut berbicara, "Tapi bagaimana dengan kondisi ayahmu? Ah, ibu sangat mengkhawatirkannya!"

Merasa tidak memiliki pilihan lain, [name] akhirnya setuju. "Baiklah, baiklah, aku akan menjaga toko."

"Wah, kamu mau? A-ah, maksud ibu terima kasih! Kalau begitu, sudah ya!"

Panggilan dimatikan begitu saja. [name] memijit batang hidungnya, tak habis pikir. "Padahal guru juga sibuk di libur musim panas!" keluhnya, menghempaskan telepon kembali ke tempatnya. Tanpa sadar menyenggol sebuah buku catatan, membuat dua lembar foto keluar dari dalamnya.

Tatapan matanya meredup. Gadis itu beranjak dari duduknya, berjongkok dan mengambil barang yang ia jatuhkan. Termasuk, dua foto tadi.

Kembali ke posisi awal, matanya menatap lamat ketiga orang yang diabadikan oleh kamera, dua tahun yang lalu.

Dirinya, sahabatnya, dan orang yang disukainya.

Sudut bibirnya naik, namun bukan membentuk sebuah kebahagiaan. Senyum pahit, mengingat kondisi mereka saat ini.

"Kalau saja aku tidak melakukan hal bodoh itu, mungkin kebahagiaan mereka ... aku masih dapat melihatnya," lirihnya sambil menyentuh wajah sang pria berkacamata.

Belum puas menatap foto lama itu, pintu toko digeser. Seorang pria memasuki toko dengan senyum canggung, disambut keterkejutan oleh sang penjaga.

"A-ah, selamat datang ... Yamaguchi-kun." Berdiri perlahan, lalu menyelipkan foto tadi di sela-sela tumpukan buku. Dengan pelan, berusaha membuat sang pengunjung tak menyadarinya.

"Halo, [name]-san. Lama tak bertemu, kurasa?" sapa Yamaguchi kikuk, melangkah masuk dan mulai melihat buku-buku yang tersusun rapi di rak.

"Sudah dua tahun dan tempat ini masih sama, ya...."

Mungkin menular, kecanggungan itu mulai dirasakan [name]. Tangannya mulai memainkan rambut tanpa sadar. "Ya, begitulah. Aku sudah minta Ayah untuk beristirahat, tetapi ia bersikeras untuk tetap membuka toko ini."

Yamaguchi tersenyum kecil. "Yah, tidak masalah. Yachi ingin buku baru, dan memintaku untuk menggantikannya," ucap pemuda itu dengan senyum teduh.

"Tidak kusangka, Yacchan malah jatuh padamu, Yamaguchi-kun," ucap [name] pelan, walau masih dapat terdengar oleh lawan bicaranya.

"Eh?"

"A-Ah? M-Maafkan aku, aku tidak bermaksud be—"

"Ya ... aku juga tidak menduganya. Padahal kukira Yachi akan bersama ... Tsukki."

[name] menggigit bibirnya saat mendengar nama orang itu terdengar. Tangannya mengepal, tidak cukup kuat sampai bisa meninggalkan bekas kuku.

Yamaguchi tersenyum tipis melihatnya, lalu berjalan mendekat. "Dan kurasa seperti toko ini, kau juga tidak berubah, [name]-san. Begitu juga perasaanmu."

Gadis itu berhasil dibuat tersentak. Wajahnya mendongak dengan cepat, cukup merah dan disertai tampang tak percaya.

"B-Bu—"

"Bagaimana buku pesanan Yachi?"

[name] mengalihkan pandangannya, menahan gejolak perasaan yang bercampur aduk di dalam hatinya. Sebisa mungkin mengeluarkan suara netral dan tampak baik-baik saja, setidaknya untuk saat ini.

"Buku itu datang besok. Aku akan mengantarkannya."

Yamaguchi menggaruk tengkuknya pelan. "A-ah, aku kecepatan, ya? Kalau begitu, aku akan datang besok."

"Um."

Pemuda itu tersenyum tipis, lalu berbalik. Sebelum benar-benar keluar, dia mengatakan sesuatu, yang membuat sisi yang telah lama mati di hati [name] kini bercahaya kembali.

"Walau sudah dua tahun, kurasa perasaan Tsukki juga masih tidak berubah. Bukan Yachi, tapi kau, [name]-san."

 
---
 

Hari sudah berganti, panas terik makin menjadi. Aroma musim panas makin kuat tercium, seiring rasa lembab yang semakin menempel di kulit.

[name] menatap bosan foto yang berada di tangannya, masih menyesali harapan egoisnya saat itu.

Jika saja saat itu ia tidak mengharapkannya, pasti, pasti mereka berdua bahagia. Pemuda berkacamata itu juga ... pasti akan tersenyum malu-malu seperti saat itu.

Suara pintu yang bergeser kembali mengejutkannya, secara reflek menyambut kedatangan pengunjung.

Sampai sosok tinggi itu menyapa, membangkitkan kembali kenangan yang lama.

"T-Tsukishima-kun...."

Pria berambut pirang itu berjalan mendekat, membuat [name] bangkit secara terburu-buru, tidak menyadari foto di genggamannya sudah jatuh.

"Buku ... buku kemarin, sudah datang?"

[name] mengernyit, menatap Tsukishima bingung. "Buku ... apa?"

"Kemarin Yamaguchi datang, 'kan? Katanya dia salah hari," jawabnya, kali ini memasang senyum miring, "He~ Begitu saja kau tidak ingat?"

Gadis itu terdiam, sebelum panik sesaat. "T-Tapi Yamaguchi-kun tidak bilang apa-apa! K-kukira itu buku Yacchan."

Tsukishima menatapnya dalam hening, sebelum tawa kecil lolos dari bibirnya. Ya, tawa mengejek.

"Sudah besar tapi masih mudah dibohongi," ucapnya masih dengan wajah menjengkelkan khasnya, "Itu bukuku."

"A-Aku enggak mudah dibohongi! Dan tunggu sebentar, akan kuambilkan bukunya." [name] masih dengan cemberut meninggalkan Tsukishima, mengambilkan buku yang dimaksud.

Tsukishima mengembuskan napas pelan, tak sengaja menatap selembar kertas di lantai. Dalam hati menertawakan tingkah ceroboh gadis itu, yang seingatnya masih sama semenjak keterakhir mereka bertemu.

Tangan panjangnya mengambil kertas itu, lalu membaliknya. Sebelum sempat melihat apa yang ada di baliknya, seseorang merampasnya dengan cepat.

[name] kelihatan panik. "A-apa yang kau lakukan?"

Tsukishima menatap gadis itu heran. "Tidak tahu terima kasih, padahal aku memungutnya dari lantai."

"U-ugh, iya deh, terima kasih."

"Ara, bukankah itu Kei-kun?" Seorang wanita paruh baya muncul dari balik pintu, menatap dua insan di toko dengan senyum berarti.

Tsukishima menoleh, lalu membungkuk singkat. "Lama tidak bertemu, Bi."

Ibunya [name] tertawa kecil, melihat [name] dengan tatapan menggoda. "Apa kalian pa—"

"A-ah, sudah ya! Aku mau antar Tsukishima-kun dulu!" potongnya panik, seraya mendorong Tsukishima keluar dengan cepat.

 
---
 

Jarum jam masih menunjuk angka dua, waktu masih terhitung siang. Suhu belum mengalami penurunan, matahari masih bersinar terik walau sudah mengalami sedikir pergeseran.

Kedua insan berbeda gender itu duduk bersebelahan, masih terdiam memperhatikan anak-anak yang bermain dengan riang.

"Jadi ... bagaimana keadaanmu, Tsukishima-kun?"

"Seperti yang kau lihat."

Gadis itu melirik dari sudut mata, menatap wajah Tsukishima dari sisi samping. Beberapa detik sampai sang objek balas menatap.

"Apa?"

[name] menggeleng pelan, menepuk kedua pipinya cukup kuat guna menghilangkan rasa gugup. Setidaknya ia kira begitu, walau Tsukishima malah menatapnya bingung sekarang.

"Bukan secara fisik. Maksudku ...," ucapnya dengan menjeda, kali ini menatap langsung mata Tsukishima walau mengharuskannya untuk sedikit mendongak. "Apa kau benar-benar baik-baik saja?"

Tsukishima diam. Wajahnya perlahan mendekat, entah sengaja atau tidak sampai berhasil membuat sang gadis salah tingkah. Pemuda berkacamata itu tertawa remeh, sebelum menjitak pelan kepala [name].

"Aku merasa tersanjung putri ini mengkhawatirkanku."

[name] cemberut, lantas meninju pelan lengan Tsukishima. "K-Kau menjahiliku, Kei-kun! Eh—"

Tangan yang lebih besar menyentuh tangan kecil yang tadi melancarkan tinjuan bercanda. Menariknya, lalu mendaratkannya di depan dada. Dekat di mana jantung berdetak.

Tsukishima tersenyum, namun bukan sebuah ejekan. Senyum kecil, tulus dari hati. Dengan perlahan, ia menoleh ke sebelah, hanya untuk mendapati wajah merah [name].

"Kau terlalu bodoh atau bagaimana, sampai tidak menyadari bahwa selama ini aku menyukaimu?"

"E-eh?"

"Kau seenaknya saja menyatakan bahwa aku menyukainya. Kau itu bodoh atau terlalu tidak peka untuk menyadarinya?"

[name] menunduk. Di dalam diamnya, gadis itu dapat merasakan jantung Tsukishima yang berdetak. Cukup cepat, hampir selaras dengan miliknya.

"Dan kau dengan seenaknya memutus kontak dan melarikan diri dari sisiku."

Tsukishima melepas tangan [name], yang kemudian ditarik dengan cepat oleh sang empunya.

Pemuda itu lantas membetulkan letak kacamatanya, walau hanya dalih untuk menutupi rasa malunya.

"Dan kau merasa bersyukur dan bersalah saat tahu dia menik—"

"Iya! Iya! Aku menyukaimu! Tapi selama kita bersama, kau hanya melihat Yacchan. Itu ... itulah kenapa aku menyimpulkannya begitu!"

Tsukishima tertawa renyah, hal yang sangat jarang ia lakukan. Dengan cepat ia menarik gadis yang sudah siap menangis itu ke dalam pelukannya.

"Kau lemah sekali. Kau juga bodoh sekali. Aku bingung kenapa aku menyukaimu."

"M-Maaf saja kalau aku bodoh!"

"Terima kasih."

Di dalam pelukannya, [name] mendongak, menatap wajah yang juga memerah. "E-eh?"

"Terima kasih karena telah menyukaiku. Terima kasih, karena bertingkah bodoh dan manis selama ini."

[name] meloloskan diri dari pelukan Tsukishima, menatap sang pemuda dengan tatapan tak percaya.

"A-aku—terima kasih kembali."

Senyum hangat, sehangat mentari di musim panas. Perasaan hangat, mengiringi musim yang lebih hangat dari musim lainnya.

"Ya, sama-sama."
 
 

— find.

 
 
Haha, telat deadline ;-;

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top