As You Like It

As You Like It

Nakanohito Genome © Osora
Story © NikishimaKumiko

Onigasaki Kaikoku × OC
KaiKumi

[Warn! OOC, and another mistake,
since it's self-insert; don't like don't read]

.
.
.

Akhir-akhir ini ada yang aneh dengan Onigasaki-san. Pemuda dengan helaian rambut serta iris hitam pekat tersebut nampaknya selalu menghindariku, entah apa alasannya. Kalau boleh jujur, aku tidak terlalu menaruh kepedulian akan tindakan Onigasaki-san yang selalu semena-mena. Karena itu adalah kebiasaan pemuda tersebut, makanya aku tidak ingin ambil pusing.

Helaan napas yang sebelumnya ku keluarkan dari bibir kecilku menjadi tertahan, iris sapphire milikku bergulir ke arah lain. Fokus menatap punggung pemuda tersebut.

"Ada apa, Kumiko?" tanya Onigasaki-san dengan kebingungan. Sepertinya ia sadar akan tatapanku. Dasar, ia peka sekali dengan sekitarnya. Tak heran skill battle-nya yang paling tinggi di antara kami semua.

Gelengan pelan kuberikan sebagai respon. Lalu, aku kembali tersenyum kaku. Ah, rasanya tubuhku tidak bisa bersikap dengan baik karena seluruh pikiran tak berguna yang membebaniku saat ini, "Tak apa! Hanya kepikiran soal pudingku yang dimakan oleh Punitsuki."

"Hm ..."

Ia menjawab dengan acuh, lantas kembali berkutat dengan kegiatan memancingnya. Sebenarnya, ia tak ingin aku ikut, namun aku memaksa. Bukankah terasa aneh jika dulu ia selalu mengiyakan perkataanku dengan pasrah, tapi sekarang malah menolak? Yah, pasti ia lelah dengan sikapku, bukan?

Hal lain yang membuatku kesal dari pemuda ini adalah, ia tak ingin aku ikut sementara member 13th district yang lain diperbolehkan. Bukankah ia sangat rasis? Menyebalkan!

"Hoo, wajahmu cemberut lagi, Kumiko," tutur pemuda tinggi itu, tanpa melihat ke arahku.

Dahiku berkerut. Tatapan sinis kulayangkan padanya, "Bagaimana Onigasaki-san bisa tahu kalau aku sedang marah? Kau bahkan tidak melihat ke arahku," ketusku.

"Haha, tebakanku benar? Auramu terasa dingin dari belakangku. Jadi, tolong hentikan," ujar Onigasaki-san dengan keringat dingin yang nampaknya lolos dari pelipisnya. Sesekali ia terkekeh pelan.

Meskipun dari luar ia terlihat biasa saja. Tapi, kalau kau benar-benar memahami pemuda dengan nama lengkap Onigasaki Kaikoku itu, kau akan menemukan perbedaan. Ia tak melakukan skin ship selama seminggu ini, dan itu adalah keanehan terbesar yang kutemukan.

Ini sudah dua bulan kami berpacaran setelah agak lama ke luar dari Genome Tower. Pemuda itu berkali-kali menyatakan perasaannya padaku, walaupun aku tidak menanggapinya dengan serius karena mengira bahwa ia tengah bercanda. Tahu-tahu, kami sudah jadian begitu saja.

Bukannya menghabiskan waktu bersama Onigasaki-san membosankan. Bahkan bisa kubilang, kalau bersama dengannya sangat menyenangkan. Tapi, bukankah tak adil kalau kami belum kencan berdua sekalipun? Aku ingin makan parfait atau menghabiskan uang Onigasaki-san dengan berbagai aneka macam dessertーwalau aku yakin, ia pasti akan menegurku karena tak bisa mengendalikan nafsu makanku yang besar ini.

Jengah, aku pun menghempaskan diri di tanah lapang, lalu menyandarkan kepalaku di atas batu yang sedikit besar. Himiko-chan memberikan ikan bakar padaku, dengan harapan agar aku dapat ceria kembali. Namun, aku tidak menyentuh makanan tersebut sama sekali. Rasa bosanku terasa lebih besar daripada rasa lapar.

Hm, ah ... sepertinya, aku mendapatkan ide.

Seringai kecil kusunggingkan, lalu aku menepuk kasar punggung kekasihku. Ia hampir saja terjatuh ke sungai karena kaget, "Hei, hei, Onigasaki-san! Bagaimana kalau kita putus?"

"Hah?!"

Aku mundur karena bentakannya. Ia refleks melepas pancingannya lalu hampir saja mencengkram bahuku dengan erat. Sepertinya tebakanku mengenai ia lelah dengan hubungan ini salah, ya? Mencoba menetralkan detak jantungku, kejapan kecil kuberikan serta mencoba menormalkan napasku yang berderu cepat.

"O-oh, maaf. Aku terlalu kaget karena kau tiba-tiba bertanya seperti itu."

Ia terlihat menghela napas dengan kasar lalu mengacak helaian rambut hitamnya. Berganti, iris hitam pekat tersebut menatapku lekat-lekat, "Kali ini, kau kenapa lagi?"

"Tidak ada! Hanya kupikir, Onigasaki-san sudah bosan denganku. Makanya kau terlihat aneh akhir-akhir ini. Jadi, terima kasih atas waktunya! Aku merasa senang bisa menghabiskannya denganmu," ujarku seraya memperlihatkan cengiran.

Onigasaki-san memukul dahinya sendiri, mungkin saja ia terlihat kesal sekaligus bingung akan tingkahku. Di belakangku, terdapat Yuzu-senpai serta yang lain yang hanya menonton bersama dengan sebungkus popcorn. Sedangkan, Zakuro melemparkan tatapan sinis. Aku tahu kalau pemuda itu sangat menghargai wanita, tapi bahkan sampai mengancam temannya sendiri?

Haha, teman-temanku sangat menarik.

"Baiklah, tak apa jika kau ingin berhenti."

"Oh, kau menerimanya? Jadiー" Irisku mulai berbinar ketika mendengar penuturannya, sebelum sempat ia dengan cepat memotong perkataanku.

"Tapi, sudah terlambat. Aku tidak akan melepaskanmu, haha."

Ia sontak memelukku, membuatku kebingungan akan tingkahnya yang tiba-tiba main skin ship. Padahal sebelumnya, ia tidak menyentuhku sama sekali. Aku menengadah, menatapnya yang tengah mengulas seringai di balik mata sipit tersebut.

"Huh? Tunggu, tunggu, kenapa? Seminggu ini kau tidak memeluk atau mengelus kepalaku sama sekali, jadi kukira kau sudah tak sanggup lagi?" tanyaku penuh kebingungan.

Iride-kun mengangkat suara sembari menutup telinga Himiko-chan. Ia tersenyum tak bersalah, "Yah, soalnya, Kaikoku-san tak sengaja melihat adegan yang tidak patut untuk dilihat. Bisa-bisa ia melakukan yang tidak-tidak jika bersentuhan dengan Kumiko-chan, bukan?"

"Oi, Iride! Jangan main bicara seenaknya!" sanggah Onigasaki-san, ia terlihat panik.

Tatapan jijik kulayangkan padanya. Refleks, aku melarikan diri dari pelukan pemuda tersebut. Aku menjulurkan lidah dan bersembunyi di belakang Anya-kun, meskipun ia merasa tak terima karena tiba-tiba dijadikan tameng begitu saja.

Onigasaki-san menghela napas pasrah ketika Zakuro mulai menodongkan pisau lipat padanya. Ia mencoba menghindar, namun malah dikejar oleh pemuda berambut pale blonde tersebut.

"Sebenarnya, Kai-san sedang memikirkan hadiah untukmu. Ia telat sekali, bukan? Kai-san berminggu-minggu bertanya pada kami agar bisa memberikan yang terbaik untuk KumKum," bisik Yuzu-senpai seraya mengulas senyum jahil.

"Terus, kok bisa sampai lihatー"

"Ya, namanya juga cowok." Karin memotong perkataanku dengan kesal, ia melipat tangannya, menatap kedua pemuda yang masih main kejar-kejaran.

Langkah kaki Onigasaki-san berhenti tepat di hadapan Anya-kun. Pemuda yang tengah menjadi tamengku segera menyingkir ketika tahu niat Onigasaki-san. Sontak saja, aku telah berada di pelukannya, tanpa menginjakkan kaki di tanah sama sekali.

Entah sejak kapan, di tangannya sudah ada ember, pancingan, serta berbagai alat memancing lainnya. Dahiku berkerut.

"Onigasaki-san! Kalau kau menggendongku, jangan main panjat sembarangan," seruku.

Pemuda yang tengah menggendongku itu hanya bisa mengangkat bahunya acuh seraya memasang seringai, "Mana mungkin! Aku hanya membawamu untuk mencari ikan bersamaku. Di sana ribut, dan lagipula Oshigiri menantangku."

"Kalian berlomba mendapatkan ikan atau jamur, lagi?!"

Mendengar responnya, aku hanya bisa tertawa lepas. Padahal sebelumnya, aku masih susah untuk memasang senyum. Mungkin saja karena ia tidak meminta putus denganku, makanya aku merasa bersyukur.

Sejujurnya, aku tak percaya dengan takdir. Tapi, kalau boleh, aku ingin berterimakasih pada Paca-san dan yang lainnya karena sudah mempertemukanku dengannya.

"Aku bersyukur sudah bertemu denganmu," ujar Onigasaki-san blak-blakan.

"Huh, kenapa tiba-tiba?"

"Kau dulu membenciku. Tapi, semakin kau membenciku, maka aku akan semakin suka padamu. Ditambah, wajahmu mengatakan kalau kau senang bertemu denganku. Haha, bercanda."

Ia menurunkanku dari pelukannya, lantas mengacak helaian rambut biru muda pucatku. Gerutuan kecil ke luar dari mulutku, kesal. Namun, seketika gerutuan tersebut berhenti ketika pemuda di hadapanku mengulurkan tangan, mengajak untuk bergandengan tangan.

Aku menengadah, menatap pemuda itu, lalu kembali memperhatikan tangannya yang putih nan terlihat besar. Lenganku juga mengulurkan, telapak tangan kecilku ikut menggenggam tangannya. Membuat Onigasaki-san hanya bisa tersenyum dengan rona memerah samar di telinganya.

Langkah kakiku berjalan pelan, dan ia menyamakannya.

"Sungguh, kau selalu melakukan apa yang kau mau. Yah, tapi ... itu yang membuatku suka denganmu," gumam pemuda di sampingku dengan kecil.

.
.

[END]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top