Allegiance
[ Allegiance ]
Story © dolor-sit-amet
I'm Not That Kind Of Talent © Emong, Meona, Denpi
The Great Estate Developer © BK_Moon, Kim Hyunsoo, Lee Hyunmin
Isekai AU
Deon Hart x Reader
Ringkasan:
Dimana kamu menghancurkan dunia sehingga bisa merubah aturan absolut semesta dan membawa Deon ke dunia lain agar tujuannya memiliki 'kedamaian' terpenuhi.
*Selamat membaca*
"Kamu bukan sebuah harta, juga bukan alat untuk mencapai tujuan. [Name] adalah salah satu orang terpenting di hidupku. Karena itu, teruslah di sisiku."
***
Apa yang tersisa di kekaisaran? Tidak, apa yang tersisa di dunia ini? Dunia telah runtuh di bawahnya, keruntuhan dahsyat yang dilukis dengan warna merah tua dan hitam. Langit memiliki warna yang sama seperti milik dunia iblis, rona keunguan abadi dari matahari terbenam. Apa yang disebut oleh kemewahan dan kesombongan penguasa dari wilayah kekaisaran dimana sisa-sisanya terpelintir menjadi abu dalam pusaran api.
Deon Hart tidak ingat bagaimana dia berada di titik ini, langkah apa yang dia ambil sebelum dia berdiri melihat mimpi buruk berjalan, kamu, mendekat dan bersandar pada latar belakang yang menekankan sosokmu sebagai ancaman.
Kamu, pedang roh miliknya sekaligus makhluk terdekat yang mampu memahaminya tanpa perlu berbicara, membawa dua trofi hasil pembantaian di setiap genggamanmu. Salah satunya adalah mayat tanpa tubuh, seakan kepala hewan buruan yang akan dipajang di dinding dan lainnya seorang manusia yang terbujur lemas. Dilihat dari nafas pendeknya, yang utuh masih hidup.
Darah tumpah seperti tinta di atas perkamen, menoreh jejak di tanah. Ketidakpedulianmu meletakkan kepala utuh secara rapi, lima tapak kaki dari Deon. Deon bertanya-tanya sejauh mana kamu melihat ke dalam dirinya. Pemandangan mengerikan: kepala terpenggal, rambut emas kusut, satu mata menganga, wajah merah tua kering. Mahkota yang dikenakan, kini menjadi potongan emas yang menempel erat di kepala, tidak lebih, tidak kurang. Banyak gambar imajiner musuh Deon yang mati dengan keadaan yang mirip.
Eduardo Deserte, Sang Kaisar, telah mati, kamu tidak perlu menjelaskan alasan atau mengapa hidupnya bagaikan lilin yang padam dalam badai keras. Orang yang sama yang menutup matanya ketika Deon mengalami neraka yang seharusnya tidak dia alami. Realisasi itu, mungkin benar, mungkin kamu melihat terlalu banyak melaluinya.
Sedangkan pikiran Deon bagaikan kalibut, mendorong agar bertahan dan bertarung. Deon belum bergerak atau mengarahkan mata belatinya ke siapapun, karena kamu yang membawakan mangsa kehadapannya. Seorang pria tergeletak di tanah, menjadi tumpukan menyedihkan, tidak memberikan sedikitpun penghiburan. Adipati Starve Illuster.
Kamu melemparkan Starve seperti boneka kain, menimbulkan sedikit kerusakan, cukup untuk membuatnya bertekuk lutut. "Hah." Jika ini satu-satunya cara untuk menyelesaikan semuanya, kekuatan yang kamu simpan dan sembunyikan, lalu mengapa sekarang? Mengapa tidak ketika Cruel masih disana? Disaat Deon sangat membutuhkannya ... jika begitu sesuatu akan berbeda.
Kelopak matamu bergerak sedikit lebih rendah bersama sudut bibir yang meninggi secara samar. Hampir melembut. "Jangan berani-beraninya kamu tersenyum padaku seperti itu!" Kepalan tangan Deon mengencang. Dia mengenali senyuman itu, senyuman sama yang digunakan Cruel saat dia meninggalkan Deon kepada para iblis. "Katakan, apa yang kamu pikirkan? Mengapa kamu melakukan ini?!" Pintanya.
Menggelengkan kepala, kamu memberikan sebuah pengetahuan yang sia-sia. "Saya tidak yakin, jika kata-kata saya mampu meyakinkan Anda."
"Tentu saja tidak," itu semua yang dikatakan orang-orang yang berbohong. Orang-orang yang akan membalikkan punggung mereka kepada Deon, mereka tidak akan kembali, mereka akan meninggalkannya, kebenaran akan terungkap sekali lagi di depan matanya kemudian hanya penyesalan dan kebencian tertahan yang tersisa.
Matanya terasa perih, Deon melotot, wajahmu acuh tak acuh seperti biasa, kesetiaanmu bergerak terbalik? Amarah mulai membumbung. Kepala Kaisar telah terlupakan. Meraih kerah bajumu, lumuran darah basah ikut mengotori tangannya. "Aku selalu tahu kamu akan menusukku di belakang. Orang yang berbohong selalu mengatakan itu. Kamu sama seperti mereka. Kamu akan mengkhianatiku, meninggalkanku, dan membiarkanku membusuk."
Deon berusaha, benar-benar berusaha, dia berkeinginan mengerti dirimu. Kamu pasti menyadari semua permohonan sunyi yang dia simpan untuk dirinya sendiri, karena itu kamu, "beritahu aku apa yang kamu lakukan." Kali ini pertanyaannya adalah permohonan yang rapuh, yang diungkapkan dengan jelas di antara kalian berdua.
Tatapan matamu bertemu dengan tatapan matanya. Sesaat, pengakuan terhadap Deon terasa menyakitkan untukmu. Sesuatu yang melintas di antara kedua matamu, namun itu pergi secepat itu datang. "Keinginan saya agar Anda tidak terluka." bisikmu.
Deon mendengus, amarahnya mencapai titik didih. "Pembohong! Kamu—" geramnya, suaranya menyatu dengan gemuruh yang mengguncang bumi. Sebelum dia sempat menyelesaikan ucapannya, kekacauan baru telah terungkap.
Raksasa hitam yang membuat bulu kuduk berdiri, tidak berbentuk, menutupi langit, melesat ke arah kalian, dan ukurannya benar-benar tak terbayangkan. Jantung Deon berdebar kencang di dadanya. Sama halnya dengan Starve Illuster yang telah sadar, dia juga merasakan bahaya, dan bergegas merangkak menjauh entah kemana.
Disisi lain terlepas hawa membunuh yang sampai, Deon merasakan familiaritas, kekuatan sihir yang pernah Deon saksikan sebelumnya. Apakah itu pertarungan Raja iblis dan Ksatria? Namun kali ini, kekuatan itu diperkuat, diintensifkan hingga tingkat yang lebih mengintimidasi. Deon merasakan tangannya menjadi lembab, saat dia kembali melihat dirimu, kamu adalah makhluk yang mendekati iblis, wajah yang menghitam setara bayangan. Cairan hitam merembes deras dari kepalamu dan dia menarik diri secara naluriah.
Samar-samar dia mendengarmu bicara, entah kamu memang berbicara atau itu suaramu di kepalanya. "Saya berharap Anda ... bah ... i." Ada geraman kebinatangan yang tidak Deon kenali, itu melolong, setelahnya bumi mulai retak dan terbelah, mengancam akan menelan kalian bulat-bulat. Deon tahu dia harus bertindak cepat. Dia akan membawamu bersamanya, menuntut jawaban nanti.
"Tuan Deon ... Tuan—" suaramu nyaris tidak terdengar, tenggelam dan terdistorsi dalam kekacauan. Deon hanya bisa menarikmu menjauh, mengabaikan medan berbahaya. Hidupnya kembali dipertaruhkan, dan dia akan berjuang untuk bertahan hidup.
Deon ingin mengutuk, terdapat jurang yang sangat besar, memberi bekas luka di jantung kekaisaran, dan terbentang di hadapan kalian. Di belakang, objek tidak berbentuk, gelap itu mengejar tanpa henti. Dia punya pilihan: berputar di jurang itu atau melompatinya. Pilihan kedua adalah kegilaan, tetapi dia mempertimbangkannya.
Bagaimana dia bisa selamat dari kekacauan ini? Apakah dia mesti menerima kenyataan kalau dia sebentar lagi akan mati? Raja iblis masih menunggu di kastil, seorang pahlawan harus membunuhnya. Starve masih di luar sana menggeliat dan bernafas. Dia belum bisa mati di tempat ini, dendam yang dia tunjukkan pada dunia belum terselesaikan.
"Tuan Deon. Tutuplah mata Anda sebentar." Itu suaramu. Jatuh lebih pelan dan lembut dari yang biasanya. Deon ragu-ragu. Tidak ingin kewarasannya goyah, sekali ini dia memutuskan untuk mempercayaimu. Kehangatan memeluknya untuk sesaat, Deon merasa sedikit kehilangan karena itu pergi dalam hitungan detik.
Kesunyian. Keheningan yang memekakkan telinga. Tiba-tiba tidak ada kebisingan apapun melewati telinga. Itu hampir ajaib ketika semua suara kekacauan yang terungkap di depan matanya hilang dalam sekejap saat dia menutup matanya. Dia sekarang bertanya-tanya, apakah seluruh kejadian adalah halusinasi? Kepala Kaisar, kekaisaran yang hancur dan wajahmu yang menghitam–apakah itu semua hanya mimpi buruk?
"Anda bisa membuka mata Anda."
○○
"Ini ruang mimpi kita, benar?" Deon yang linglung bergumam. Matanya melebar dan tidak yakin, mengamati lingkungan, meskipun sudah berulang kali kamu menunjukkannya, tuanmu tidak pernah lelah untuk terkejut.
Dengan lembut, kamu membimbingnya ke tempat teduh di bawah pohon besar. Sebuah meja kecil, dengan dua kursi dan hamparan bunga yang berwarna-warni, menciptakan suasana piknik yang tenang. Set minum teh lengkap, dengan cangkir porselen yang cantik dan teko yang mengepul, menanti kalian.
Saat Deon duduk di kursi, keraguannya untuk menerima teh terlihat jelas. "Jika kita di sini," dia mulai memecah keheningan, "apa yang terjadi? Apakah yang kulihat tadi bagian dari mimpi?" Pandangannya tetap tertuju pada meja, penolakan diam-diam untuk mengakui kehadiranmu. Perubahan halus dalam emosinya menunjukkan penyangkalan yang mendalam, tetapi terhadap apa?
"Itu bukan mimpi," kamu meyakinkan, dan Deon akhirnya menatap matamu. Keterkejutan, kebingungan, dan kesedihan terpatri di wajahnya. Namun kamu melanjutkan, "kedamaian dan balas dendam yang Anda cari juga bukan ilusi." Kamu memang menghancurkan kekaisaran lagi pula.
Berharap mencairkan suasana, kamu menawarkan, "bunga apa yang ingin Anda lihat hari ini?" Kamu memberinya koleksi buku, masing-masing dihiasi dengan ilustrasi botani yang variasi jenis bunga. Beranggapan apabila Deon ingin mengganti pemandangan atau suasana.
Sayangnya usahamu terlempar oleh skeptisme, tatapan Deon semakin dingin. Mungkin amarah yang tertinggal karena masalahnya terselesaikan tidak seperti ekspektasi. Kebajikan dan kebaikan tanpa imbalan yang kamu berikan mungkin membebaninya, kamu berasumsi Deon sedang membutuhkan kepastian untuk meredakan rasa bersalahnya.
"Jika Anda memiliki sesuatu dipikir—" kamu hendak berbicara, tetapi dia memotong kalimatmu.
"Siapa kamu? Jika ada, kamu tampak berbeda." Kamu berkedip sekali, dua kali, kamu mungkin salah menangkap makna emosinya. Hal lain yang diharapkan dari tuanmu.
Perubahan kecil seperti penampilanmu juga memberi makan skeptismenya. Jubah dan kemeja bukan set pakaian yang sering kamu gunakan, rambutmu lebih pendek dari yang dia ketahui. Matamu tampak asing baginya. Pembawaan ceria juga tidak cocok dari kesan kesetiaan yang selalu kamu tunjukkan.
"Saya masih harta karun Anda," yakinmu, sambil menambahkan gula batu ke dalam tehnya dan mengaduknya perlahan. "Tidak peduli penampilan atau tindakan saya, ketersediaan saya untuk Anda adalah hal pasti."
Mengangkat alis, Deon belum puas dengan jawabanmu. "Begitu ... jadi ... benda hitam besar itu?" Kamu tertawa gugup atas pertanyaannya. "Kamu tidak memberitahuku apa yang kamu lakukan, untuk semua kekacauan yang kamu sebabkan." Matanya menajam, cukup agar membuat baik manusia atau iblis paham akan kekesalannya.
"Yah ... Saya tidak bisa menyembunyikan apapun dari Anda, ya?" Menggaruk pipi, kamu akhirnya menjelaskan tentang bagaimana kamu, pedang roh milik Deon Hart menjadi bencana yang tidak diharapkan umat manusia. Kegelapan yang memakan dunia dari kekuatan sihir Raja iblis.
Kursi tuanmu terguling karena luapan emosi yang lain. "Tunggu! Lalu bagaimana dengan para iblis?! Tidak, warga biasa, mereka yang tidak tahu apa-apa dan terlibat dalam kekacauan." Kamu lega karena hanya kursi itu dan bukan makanan dan teh di atas meja. Apakah ini pertanda kepercayaannya padamu yang semakin tumbuh? Jika itu Deon yang pertama kali kamu temui, dia akan menancapkan belati ke kepala segera setelah memberikan label musuh.
"Tuan Deon." Kamu memanggil namanya dengan tenang. "Jika saya membunuh seseorang, itu atas keinginan saya. Namun, Anda tidak perlu khawatir, karena semua itu adalah pentas penutup dari kematian Raja Iblis. Tidak ada yang terluka selain mereka yang melukai Anda." Pemahaman dan senyuman yang meyakinkan adalah semua yang bisa kamu berikan kepada tuanmu yang sedang bermasalah itu.
Beranjak dari tempat duduk, kamu mengembalikan kursi Deon ke tempatnya semula. Sambil meletakkan tangan di bahunya, perlahan membimbingnya agar dia kembali duduk. Deon duduk namun memijat dahinya. Gestur frustasi yang kentara, bagian lain darinya yang jarang dilihat orang lain.
"Mohon minum teh Anda sebelum Anda bangun dari sini. Saya mencoba membuat teh mawar—" ah, Deon telah menghilang. Bangun lebih cepat dari yang kamu kira.
"Bagaimana sensasi dari merusak sistem dari sebuah dunia? Nasib absolut yang hanya bisa dirusak oleh entitas tidak bernama." Rupanya sosok lain terlahir menduduki kursimu, merenung. "Orang luar sepertimu akan membayar harga yang lebih berat. Sebaiknya jangan lupakan tujuanmu."
Kamu tertawa kecil, "kita adalah pengembara, bayaran apalagi yang bisa disesali."
"Namamu, tampaknya, tidak begitu penting." Lawan bicaramu memiringkan kepala, merasa lumrah atas pilihanmu. "Sudah berapa lama ada yang mengingat namamu? Milikku seperti lima cerita hingga akhir zaman mereka. Juga, mau kemana kamu membawa [■■] ? Bukannya ada hukum yang menghalangi perpindahan dunia buat pengembara, tetapi itu agak tidak biasa kalau kamu membawa seseorang seperti [■■]." Dia menunjukmu dengan sendok kecilnya. Menghakimi keputusanmu.
"Tidak kusangka diriku yang lain banyak mengeluh." Kali ini, kamu tertawa, menirukan rasa gelinya. Mungkin sudah waktunya untuk bangun.
●○
Keringat dingin membasahimu bersama kewarasan yang tertinggal. Kamu melihat wajah iblis penuh kekejaman begitu dekat. "Oh, Master sihir sudah bangun. Kalau begitu kita harus kembali nguli terowongan." Iblis itu melempar selimutmu ke udara. Apakah Mage kekaisaran memang semestinya diperlakukan seperti ini?
"Tuan muda Lloyd, Guru baru saja membuka matanya. Anda bisa membiarkannya bersiap-siap terlebih dahulu." Kepala dandelion aquamarine berada di ujung ruangan berwajah masam sedari awal kesadaranmu pulih.
"Walaupun proyeknya tidak darurat, tetap saja, di kontrak kerja Master sihir menandatangani waktu kerja bebas." Yang berambut coklat mengedikkan bahunya.
"Anda menjebak Guru dengan kesepakatan tidak adil." Ada apa dengan dua orang ini? Rasanya kamu pernah melihat mereka di suatu tempat. Pertengkaran ikonik duo Tuan muda dan pengawalnya tentang membangun sesuatu. Tuan muda, berwajah yang menyamai pangeran neraka dan soon-to-be grand swordmaster sebagai pengawal setianya.
Mereka, "Tuan Lloyd, Javier." Nama mereka meluncur dengan mulus di lidahmu. Merasa terpanggil, mereka berdua mengalihkan perhatian kearahmu.
"Sudah baikan? Aku tidak serius menyuruhmu langsung bekerja, oke? Kamu baru saja mem ... bakar ... tapi kalau kamu ... le ...." Tanpa peringatan, degung mengganggu menghalangimu mendengarkan kata-katanya. Seakan kamu telah keluar jalur, ada sesuatu yang kamu lupakan. Kamu menyipitkan mata berusaha mencari apa yang hilang.
"Tuan Deon!" Kamu berteriak panik dan berusaha menemukan jalan keluar paling cepat. Jendela!
"Hei! Deon?! Deon siapa?!! Tunggu, jangan melompat!" Kamu mengabaikan kata-kata Lloyd dan membuka jendela selebar mungkin. "Ini lantai dua! Ah, lupakan ...." Suaranya telah pasrah, melihatmu baik-baik saja setelah keluar mansion tanpa sihir dan mendarat dengan aman, dia merasa agak sia-sia mengkhawatirkanmu.
"Apakah Master sihir selalu seperti ini?" Lloyd menoleh ke arah Javier yang juga sama kebingungannya dengan tingkahmu yang impulsif.
Respon Javier tidak terdengar di telingamu. Kepanikan menggerogotimu saat kamu berlari cepat melewati lanskap yang tidak dikenal. Deon, barangkali tidak ada di semesta ini, terpisah dan pergi ke tempat lain. Semuanya, dunia, identitas, hal-hal yang pernah menjadi bagian eksistensimu telah berubah, membuatmu kehilangan arah, tidak tahu apakah yang terjadi padamu juga berlaku pada Deon.
Kekhawatiran tidak berkesudahan memakanmu. Dimana? Dimana? Apakah insting bisa dipercaya? Bagaimana jika hubungan kalian terputus? Dan kamu tidak akan bisa menemukannya dimanapun? Bisakah kamu hidup tanpa Deon? Tidak, hentikan. Pertanyaan itu berdenyut dalam pikiranmu, ketukan drum yang tak henti-hentinya. Putus asa dan menyalahkan diri sendiri karena tidak memiliki rencana saat segalanya tidak terkendali.
Hutan, bisik sebuah suara di benakmu, nadanya akrab dan menenangkan.
Kamu berpegang teguh pada harapan itu, berdoa agar jiwa Anda masih terikat padanya. Hutan, bukan mercusuar kelegaan tetapi itu adalah satu-satunya petunjukmu menemukannya. Namun tanpa arah yang jelas dan pemahaman yang terbatas tentang dunia ini, navigasi merupakan kemustahilan selain sesuatu yang telah ditentukan.
Keputusasaan mendorong langkahmu saat kamu melangkah lebih dalam ke wilayah yang tidak dikenal. Udara dipenuhi aroma darah, gema kehadiran Deon. Harapan. Kamu memohon itu memang berasal darinya. Semakin dalam, semakin kuat bau besi. Akal sehat akan mengatakan kalau itu mesti makhluk berbahaya atau monster, tetapi mentalmu tidak bisa dikatakan cukup lurus agar delusi tidak mengaburkan logika.
Anomali macam apa ini?
Salju. Tidak ada salju di Frontera, tetapi di sini ada salju, pohon-pohonya kering tertutupi salju. Kontras yang mencolok dan tidak serasi dengan kehijauan yang subur. Dan di sana, di jantung hutan, tergeletak sesosok tubuh, berambut putih dan terkulai. Sebuah getaran menjalar di tulang belakangmu saat kamu mendekat. Aroma darah yang familiar begitu kuat.
Nafasmu mengepul dibawah tekanan dingin. "Tuan Deon!" Kamu berlutut di samping Deon, membalik tubuhnya, memperlihatkan satu set pakaian bernoda darah sama seperti kepala dan lengannya. Keadaannya memberi lebih banyak bara dalam pusaran kebencian terhadap dirimu. Ini adalah ... pakaian yang digunakan saat Cruel mati.
Sambil mengerang kesakitan, mata Deon terbuka perlahan. Pandangannya kosong, seolah-olah ia mencoba menyatukan kembali pecahan-pecahan memori yang hancur. "[Name]," bisiknya, suaranya nyaris tidak terdengar. "Dimana ini? Bukankah kita akan pergi ke kastil kaisar?" Mengeluh sakit, Deon menyesuaikan cahaya di lingkungan. Sesaat seakan matanya mempelajari cirimu.
Seseorang yang paling kamu hargai akhirnya disini. Bernafas dan tidak mendorongmu menjauh. Mungkin semua perasaan dan kekhawatiranmu adalah proyeksi ketidakmampuanmu menerima kenyataan, kenyataan suatu hari nanti Deon akan pergi, sebagaimana penonton yang tidak bisa melakukan apapun. Ketika kamu memiliki kesempatan, kamu menghancurkannya dan membuat segalanya lebih rusak, tidak mampu lagi diperbaiki.
Kebodohan yang memperdayamu. Apakah yang kamu usahakan bahkan membuahkan hasil? Atau sebaliknya mengacau lebih buruk. Mengapa sejak awal kamu bahkan berusaha? Ini sia-sia, benar?
"Hei, [Name], kenapa kamu menangis?" Deon memutuskan lamunanmu. Dia jarang memanggil namamu, mungkin luapan emosimu penyebabnya. "Disini bersalju. Aku kedinginan. Mari kita kembali." Ketidaknyamanan, mungkin juga rasa bersalah yang tuanmu rasakan.
Kelegaan. Mungkin kamu akan memberi nama perasaan ini dengan kelegaan. Kamu tidak yakin lagi pada dirimu. Lega akan dia masih disini, melihatnya bernafas. Untuk sekali kamu mengabaikan permintaannya karena kamu memeluknya terlalu kuat.
●●
Waktu berlalu dan kamu tidak bisa lagi mengeluh tentang moral intens Lloyd tentang uang. Karena segala yang dia lakukan membantu Deon lebih dari yang mampu kamu pikirkan. Mengeluarkan Deon dari isolasi mandirinya, melepaskan kamu dari genggaman imperial, sehingga kamu memiliki properti pribadi, juga kamu yang telah meningkat banyak sejak terdampar di dunia ini. Terlalu signifikan hingga menjadi kenyataan.
Pengaruh Lloyd juga menular kepada Deon, tidak, bukan mata duitannya. Tetapi bagaimana caranya menyelesaikan masalah tanpa perlu ada yang mati, menjadi seseorang yang menghargai kehidupan lebih dari siapapun. Deon mengagumi Lloyd, dan menurutmu itu bukan hal yang buruk, yah ... hingga Deon menawarkan diri menjadi sekretaris kedua Frontera. Pekerjaan itu sama saja mencari mati dengan tertimbun tumpukan kertas, dan kamu mesti memastikan kontrak tuanmu tidak akan membebaninya suatu hari nanti.
Itu semua adalah kedamaian, kamu bisa berkata untuk dirimu sendiri kalau kehidupan ini telah memenuhi tujuan hidup Deon, kamu tidak ingin dia berlarut-larut dalam dendam. Deon juga sejak awal adalah seseorang dengan ambisi yang kuat, itu karismanya. Cepat atau lambat, orang-orang di dunia ini akan berkumpul dan mencurahkan kasih sayang mereka kepada Deon. Meski begitu kekecewaan tidak luput darimu.
Deon yang sudah lama menghangat kepadamu hingga di titik dia ingin kamu bersandar di pangkuannya dan mengelus rambutmu ketika kamu kembali setelah konstruksi berat. Sama seperti sekarang misalnya, Deon berbincang ringan hingga dia menyadari ekspresi melankolis di wajahmu. "Kamu terlihat sedih, apa yang kamu pikirkan begitu dalam?"
"Saya hanya sangat merindukan Anda. Setahun penuh tidak bertemu Anda itu menyiksa saya—" Deon dengan cepat memotong kebohonganmu, memarahimu lembut sambil memanggil namamu. "Itu bukan hal besar, Saya hanya kecewa karena tidak mampu melakukan lebih baik di masa lalu. Jika saya harta yang lebih berguna dan memiliki kekuatan ini lebih cepat maka tujuan —ah!" kamu memekik sakit saat pipimu ditarik.
"[Name] kita terkadang terlalu keras pada dirinya sendiri." Deon tertawa pelan dan berhenti untuk menyangkal kata-katamu, "kamu bukan sebuah harta, juga bukan alat untuk mencapai tujuan. [Name] adalah salah satu orang terpenting di hidupku. Karena itu," tatapan dan sentuhannya yang meneteskan kasih sayang, meremukkan jiwamu, "teruslah di sisiku"
Kamu tidak tahu ekspresi apa yang kamu buat, namun kamu akan hidup di waktu sekarang, kehadiranmu yang tidak abadi di kehidupan Deon adalah bayaran untuk kehidupan dimana Deon Hart akan kembali kepada keluarganya. Sebuah dunia dimana takdirnya tidak menemui alur tragis. Senyuman hangat yang selalu ingin kamu lindungi, lebih pantas diarahkan kepada mereka yang paling mencintainya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top