Action Figure
Action Figure
IDOLiSH7 © Bandai Namco
Story © NathaliaAdelle
30 Juni
Tik! Tik! Tik!
Rinai hujan turun dari langit dengan anggunnya, ia turun sembari menghasilkan sebuah melodi yang menenangkan. Sebuah melodi yang mampu menyihir setiap orang untuk tidur, melalang buana di alam mimpi, alam di mana kita semua dapat menjadi apa yang dikehendaki.
Tuk! Tuk! Tuk!
Suara ketukan kaki bersentuhan dengan basahnya jalanan menggema di setiap trotoar, meskipun suara tersebut tenggelam oleh suara rinai hujan.
Terlihat seorang anak berusia dua belas tahun, dengan surai baby pink sedang berlarian menembus jatuhnya tetesan air dari langit yang begitu deras. Ia semakin mempercepat lariannya, tas berwarna putih yang sedaritadi ia kenakan mulai dilepas lalu diletakkan di atas kepalanya guna melindungi dari hujan.
Bibir mungilnya sedikit terbuka, membiarkan udara masuk untuk membantu kerjanya hidung miliknya. Kaki mungilnya terus melangkah, membawa daksanya pergi ke tempat tujuannya, rumah.
Kriet!
"Aku pulang ...."
Suara pintu berderit terbuka bersamaan dengan suara letih dari seseorang yang telah menerobos derasnya hujan. Anak laki-laki bersurai baby pink melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah, seragam sekolah yang melekat di tubuh mungilnya basah akibat terkena hujan. Manik dark pink mencari ke seluruh sudut rumah, mencari penghuni rumah sederhana yang ia masuki. Tangan mungil yang memegang kenop pintu perlahan menarik pelan pintu, menutup.
Dirinya membungkuk, meletakkan sejenak tas putihnya lalu melepaskan sepasang sepatu berwarna hitam bergaris putih dari kakinya, meletakkan sepatunya di rak sepatu, agak menjauh dari sepatu lainnya guna meminimalisir basahnya sepatu selain miliknya.
Anak itu melangkahkan kakinya masuk lebih ke dalam rumah, tentu saja sambil membawa tasnya, matanya tak henti-henti melihat ke setiap sudut ruangan sembari berharap ada seseorang masuk ke dalam penglihatannya untuk menyambut kepulangannya.
Namun sejauh pencariannya, tidak ada satu pun orang di rumah ini. Keadaan setiap ruangan yang ia masuki masih tertata rapi meskipun beberapa lampu tidak dinyalakan. Dahi sang anak berkerut, memikirkan segala kemungkinan ke manakah penghuni rumah ini pergi?
‘Mungkin mereka sedang pergi ke supermarket,’ pikirnya. ‘Tetapi … tidak biasanya ibu pergi meninggalkan rumah dalam keadaan pintu tidak terkunci.’
Wuus ….
Sebuah desiran angin entah dari mana asalnya menyapa daksa mungil anak bersurai baby pink, tubuhnya bergetar, tangan putih pucatnya perlahan bergerak memeluk tubuhnya sendiri. Bibir mungilnya bergetar kecil, kakinya kembali dilangkahkannya setelah berhenti selama lima menit.
“Ibu … Riku …,” panggilnya dengan suara sedikit bergetar.
Anak itu berjalan menuju kamar milik dirinya dan juga sang adik, kamar tersebut berada di lantai dua. Setiap anak tangga dinaikinya satu persatu, dengan kaki bergemetaran akibat dinginnya udara, ia terus melangkah. Bibir mungilnya yang mulai pucat pasi tak henti-hentinya memanggil ibu dan adiknya, dalam lubuk kecilnya berharap, semoga salah satu dari mereka muncul sembari memberikan handuk ataupun selimut dan memberikan sebuah pelukan hangat untuknya.
“Tenn-nii?”
Harapannya muncul, sebuah suara yang amat dikenalinya menyapa indra pendengarnya. Anak bersurai baby pink, Nanase Tenn perlahan membalikkan tubuhnya, menatap seorang anak yang mirip dengannya namun berbeda surai yakni bersurai merah dengan perasaan harsa. Bibir mungilnya perlahan membentuk sebuah lengkungan manis di wajah rupawannya, tersenyum kepada anak itu.
“Riku ….”
Anak bersurai merah, Nanase Riku membalas senyuman Tenn dengan ceria. Kaki kecilnya melangkah laju, berlari saat menaiki tangga. Tangan kanan memegang sebuah selimut, jika Tenn lihat lebih dekat itu merupakan selimut yang berada di sofa. Tenn menatap adik sekaligus kembarannya dengan lembut bercampur cemas, takut jika adiknya, Riku salah menginjak anak tangga dan berakhir terjatuh.
“Tenn-nii~! Selamat datang!” sambut Riku saat telah berada di depan dirinya.
Tenn masih tersenyum, tangan kanannya perlahan bergerak menuju puncak kepala Riku lalu mengelusnya dengan lembut dan penuh kasih sayang. Riku sedikit berjengit, menutup matanya dengan senyuman ceria yang tak lekang dari wajah manis serta imutnya, merasakan elusan lembut dan hangat dari seorang kakak, meskipun tangannya telah dingin akibat hujan.
“Riku, kau habis dari mana tadi? Kenapa saat aku mengatakan ‘Aku pulang’ kau tak langsung muncul?” tanya Tenn sembari menjauhkan tangannya dari kepala Riku.
“Hum? Tadi Riku habis dari dapur, berniat mengambil segelas air lalu minum di sana.”
Tenn mengangguk paham, “Begitu … lantas kemana ibu?”
Riku sedikit memiringkan kepalanya, dahinya berkerut. Sepertinya ia sedang mencoba mengingat perkataan ibu mereka. Tenn menunggu jawaban dari Riku dengan sabar, tangannya kembali memeluk dirinya sendiri, berusaha mengusir rasa dingin menusuk yang dirasakannya. Seragamnya yang semula basah mulai mengering, tetapi itu tidak bisa menampikkan fakta bahwa ia masih merasa dingin. Bibir pucatnya kembali bergetar, sebuah suara gemeletuk terdengar dari mulutnya.
“Ibu … ibu bilang pergi ke rumah temannya,” jawab Riku setelah lama mengingat.
Tenn kembali mengangguk, “Begitu ya ….”
“Hum! Ah ya, Tenn-nii ayo kita ke kamar. Pasti Tenn-nii kedinginan bukan?” Riku mengambil tangan kiri Tenn, mengajaknya untuk pergi ke kamar. Tenn hanya mengangguk, tidak banyak membantah. Ia juga ingin segera mengganti pakaian dan mengeringkan rambutnya, dirinya tidak ingin membuat kedua orang tua dan adiknya cemas akan kesehatannya.
Di kamar
Terlihat dua anak kembar sedang melakukan aktivitasnya masing-masing, Tenn sedang mengerjakan pr nya, sedangkan Riku sedang bermain dengan permainannya sendiri.
“Selesai,” gumam Tenn menatap pr nya dengan puas. Ia menutup bukunya lalu meletakkannya di tempat seharusnya, dirinya membalikkan kursi menuju adiknya berada. Manik dark pink menatap Riku dengan penuh kehangatan, perlahan kedua sudut bibirnya membentuk sebuah senyuman simpul.
Tenn menatap Riku yang sedang bermain dengan action figure pemberian ayah mereka. Omong-omong soal action figure, Tenn kembali teringat terhadap suatu barang yang masih tersimpan di dalam tasnya. Ia bangkit dari duduk, berjalan menuju tempat tidur yang jaraknya tak jauh dari meja belajar untuk mengambil tas putih miliknya. Tangan putihnya perlahan membuka resleting tas lalu mengambil sesuatu dari dalam, Riku yang sedaritadi menaruh perhatian terhadap action figure miliknya kini beralih ke arah Tenn dengan rasa penuh penasaran. ‘Apa yang sedang Tenn-nii cari?’ batinnya penasaran. Riku bangun dan berjalan ke arah kakaknya, menghentikan sejenak kegiatan yang sedang dilakukannya. Setelah berada tepat di belakang Tenn, anak dengan manik mata crimson membuka suaranya.
“Tenn-nii, apa yang sedang kau cari?” tanyanya dengan rasa penasaran.
Tenn berjengit sebentar, terkejut adalah kata paling pertama yang bisa mendeskripsikannya saat ini. Segera ia berbalik sembari menyembunyikan sebuah kotak persegi yang terbalut kertas kado berwarna merah di belakang punggungnya. Anak itu sedikit tersenyum sambil berkata, “Rahasia, Riku.”
Riku sedikit memiringkan kepalanya, dahinya sedikit berkerut dengan mata crimson agak membulat. “Rahasia?” beonya disambut anggukan penuh dari Tenn.
“Kenapa rahasia, Tenn-nii?”
“Karena memang rahasia, Riku.”
Riku kembali menegakkan kepalanya, pipinya digembungkan olehnya dengan bibir mungil mengerucut, ekspresi cemberut. Tenn yang melihat ekspresi sang adik merasa gemas, hasrat dalam dirinya menginginkan untuk mencubit pipi atau memeluk Riku.
“Mou … Tenn-nii selalu saja begitu,” kesal Riku.
Tenn hanya terkekeh pelan, tangan kirinya memberikan sebuah kode kepada Riku untuk mendekat. “Mendekat dan duduklah di sampingku, Riku,” pintanya yang langsung dituruti oleh adik kembarnya. Riku berjalan sebentar lalu duduk di sebelah kiri Tenn, ekspresinya masih sama hanya saja ditambah kedua tangannya bersidekap di dadanya dengan kepala ditolehkan ke arah lain. Ah … sepertinya ia sedang ngambek dengan kakaknya.
Tenn yang melihatnya hanya bisa tersenyum gemas, tangan kirinya bergerak menuju puncak kepala Riku lalu mengelusnya dengan lembut. “Kau ngambek terhadap kakakmu, hn?”
Riku melirik ke Tenn sebentar lalu menatap ke depan, bibirnya masih mengerucut kesal. “Menurut Tenn-nii?” dengusnya lucu. Tenn hampir saja terkekeh pelan bila ia tidak menahannya terlebih dahulu, “Menurutku kau sedang ngambek, Riku.”
“Kalau Tenn-nii sudah tahu jawabannya kenapa bertanya?” sebal Riku dengan tingkah lucunya.
Tenn menggeleng pelan, merasa gemas terhadap tingkah laku anak bersurai merah terhadap dirinya. Tangan kirinya berhenti mengelus, digerakkannya ia menuju ke belakang punggung untuk mengambil sebuah kotak persegi yang sedaritadi disembunyikan olehnya.
“Ini untukmu,” ucap Tenn sembari menyerahkan benda yang berada digenggamannya. Riku melirik sekilas, tangan kanannya mengambil barang tersebut lalu memangkunya. Dirinya sama sekali tidak mengucapkan rasa terima kasih.
Melihat reaksi adiknya yang jauh dari ekspetasinya, Tenn menghela napas pelan. Ia kembali mengelus rambut Riku dengan lembut, tetapi gerakannya terhenti karena ia tiba-tiba merasakan pusing di kepala. Dirinya meringis sebentar, mengangkat tangannya dari rambut Riku lalu beralih ke kepalanya sendiri. ‘Sepertinya aku harus istirahat,’ pikirnya dibarengi ringisan kecil.
Tenn menatap ke arah Riku yang sampai saat ini masih diam, acuh tak acuh pada dirinya karena masalah sepele. “Riku … aku ingin tidur dulu, bersenang-senanglah dengan hadiah dariku itu.”
Tenn makin naik ke atas tempat tidur, menyingkirkan tasnya ke tempat lain, sedikit memukul-mukul bantal miliknya lalu menidurkan kepalanya. Matanya perlahan mengerjap lalu menutupi manik dark pink yang indah untuk dipandang, sebuah suara dengkuran kecil terdengar di telinga Riku. Riku mulai menolehkan kepalanya, menatap sang kakak yang sudah tertidur dengan posisi memunggunginya.
Anak bersurai merah kembali menatap benda digenggamannya, ditimang-timang terlebih dahulu lalu perlahan merobek kertas kado berwarna merah yang membaluti isi di dalamnya. Rasa penasaran yang telah membuatnya demikian, setelah asik membuka bungkusan tersebut, dirinya terkejut atas apa yang dilihatnya.
“Action figure … yang sangat kuinginkan,” lirih Riku dengan perasaan senang yang membuncah. Dirinya menatap action figure super hero kegemarannya dengan bahagia, mata crimson-nya menatap pemberian dari Tenn dengan bersinar, aura blink-blink secara mengejutkan muncul dan menyelimuti tubuh Riku.
“Tenn-nii membelikannya untukku,” lirihnya sembari menoleh dan menatap orang yang dimaksud.
Riku bangun sembari membereskan sampah kertas kado yang tercecer di lantai, meletakkan action figure tersebut di lemari kecil lalu keluar untuk membuang sampah. Tak selang berapa lama, ia kembali sembari menutup pintu kamarnya. Sedikit berlari menuju tempat tidur lalu menaikinya, berbaring di sebelah Tenn meskipun kakak kembarnya masih memunggungi dirinya. Riku perlahan memeluk tubuh Tenn yang menghangat dengan wajahnya menempel di punggung sang kakak, memeluknya dengan sangat erat, seolah tak ingin dilepaskan. Sedangkan yang dipeluknya melenguh pelan, merasa sedikit terusik tetapi ia abaikan.
“Tenn-nii … terima kasih banyak telah membelikanku action figure, aku berjanji akan membelikanmu sesuatu juga,” ungkap Riku sebelum ia jatuh tertidur.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top