° Three °

"Kalpas, bagaimana skripsimu?"

Kopi kalengan yang baru diminum setengah oleh Kalpas langsung ia remas begitu saja. Perempatan siku imajiner seolah-olah muncul di kepala laki-laki itu, tatapan datarnya menjadi berapi-api dipenuhi rasa emosi yang disebabkan oleh dosen pembimbingnya. Mereka berdua sedang duduk di ruang tengah Golden Courtyard. Kalpas menggebrak meja dengan kesal.

"Dosen sialan itu lagi-lagi mencari kesalahan yang kubuat! Hanya karena salah ketik sedikit saja, aku nyaris dibuat mengganti judul lagi!" Kalpas berteriak frustrasi, kesal sekali rasanya kalau diingat-ingat. "Ah, aku jadi semakin malas mengerjakan skripsiku karena pak tua itu!"

"Heh, yang sopan mulutnya. Nanti kalau didengar Griseo dan Kosma, habis kau di tangan Aponia." Sherry menggetok kepala Kalpas dengan jus stroberi botolan yang dibelikan oleh Kalpas. "Bagaimanapun, ia tetaplah dosenmu. Dia juga banyak membantumu, 'kan? Dengar-dengar, dia juga bantu menyumbangkan ide untukmu."

"... Iya sih." Kalpas memanyunkan bibirnya, kelihatannya lucu sekali seperti anak kecil yang merajuk. "Tapi buat apa dia menyarankan suatu ide kalau pada akhirnya mau memintaku ganti judul lagi? Bikin kesal saja!"

"Ya mungkin dia kasih ide yang lebih bagus lagi. Pikir positif saja, Kalpas." Sherry menepuk punggung Kalpas dengan lembut. "Semangatlah. Kalau kau mengulang semester lagi, bisa-bisa kita lulusnya di waktu yang sama, lho."

"Kedengarannya bagus, apa aku mengulang lagi saja, ya?"

"Kau lebih tua dan masuk universitas lebih dulu dariku, bodoh. Jangan sampai kita lulusnya bersamaku."

"Hei, apa maksudmu menyebutku bodoh?!"

"Habisnya kau terdengar bodoh kalau putus asa begitu, tahu!"

Kalpas hendak berdebat lagi, tetapi ia terhenti ketika Sherry menyandarkan kepalanya ke bahu Kalpas. Tangan mungil Sherry memeluk lengan Kalpas. "Tenanglah. Aku yakin kau bisa, jangan paksa dirimu-pelan-pelan saja tidak apa, yang penting kau harus menyelesaikannya."

Laki-laki itu menelan salivanya sendiri. Gemas sekali, pikirnya. Meski terkadang Sherry itu menyebalkan, Kalpas juga tahu gadis itulah yang paling mendukungnya.

Kalpas pun menggeser posisi duduknya supaya lebih dekat dengan Sherry, ia turut menyandarkan tubuhnya pada gadis itu hingga keduanya bersandar. Telapak tangan Kalpas ia letakkan di bahu Sherry. Ia berkata, "Yah, kalau kau bilang begitu-apa boleh buat."

"Aku akan lulus kali ini, Sherry."

Sherry terkikik geli. "Janji?"

"Janji."

"Kalau kau tidak lulus, kita putus saja."

"HEI-"

"Berarti kau tidak percaya diri kalau kau akan lulus?"

"Tsk, bukan begitu! Tapi-ah, sudahlah. Aku takkan bisa menang kalau berdebat denganmu." Kalpas pada akhirnya menyerah, ia menghela napas kecil. Kepalanya ia tengadahkan ke arah langit-langit ruangan. "Aku kepikiran, dulu kenapa aku memilih meneruskan kuliah, ya?"

"Dulu 'kan aku sempat mau berhenti, toh aku bisa mendapatkan uang dengan kerja sambilan jadi model atau part-time menjadi koki."

Sherry kemudian menyentil kening Kalpas dengan kesal. "Masa kau lupa?"

"Oi, sakit. Memangnya apa?"

"Dulu 'kan kau sendiri yang bilang mau lulus kuliah supaya bisa melamar ke pekerjaan yang tetap-lalu menafkahiku setiap hari, hehe~"

"... Oh, benar. Tapi tepatnya bukan hanya menafkahi, aku ingin menikahimu nanti."

"Nah, begitu dong. Ingat terus motivasimu ini."

Sherry tertawa penuh kemenangan. Ia pun memejamkan mata seiring semakin menyandarkan dirinya pada Kalpas, mencari posisi yang ternyaman untuknya. "Aku sayang kamu. Pokoknya, aku akan mendukungmu."

Rona merah muncul di wajah Kalpas, jantungnya berdebar-debar ketika melihat tingkah Sherry yang menurutnya sangat menggemaskan. "Aku juga sayang-"

"Ekhem. Pacarannya jangan di situ."

Suasana romantis itu terpecah ketika mendengar suara gadis yang cukup berat. Gadis berambut merah muda itu memasuki ruang tengah, rencananya ingin menonton televisi-tetapi malah disuguhi pemandangan bucin itu. "Ini ruangan bersama, bukan ruangan untuk kalian pacaran, tahu?"

"OI, SAKURA-!"

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top