° Five °

Siapa yang menyangka kali ini Kalpas bisa berada di tengah-tengah sekumpulan mahasiswa dan mahasiswi dalam kelulusan?

Kelulusan, ya.

Rasanya waktu berjalan begitu cepat. Ia ingat sampai beberapa waktu lalu ia masih memaki-maki dosennya, kemudian stress saat menghadapi hari sidang, lalu latihan sidang bersama penghuni Golden Courtyard-agak brengsek juga ketika Mobius terus-terusan menertawakannya tiap kali ia mengucapkan satu kalimat. Elysia juga menyebalkan, gadis itu tak henti-henti memotret Kalpas.

Yah, meski penuh dengan kekesalan, pada akhirnya Kalpas tak bisa menyangkal bahwa mereka sangat membantu Kalpas dalam sidangnya. Sidang itu tak seburuk yang ia kira, rugi rasanya sudah berpikiran negatif duluan.

Toh, ternyata setelah dihadapi semuanya bisa ia lalui. Kalpas bangga pada dirinya sendiri.

Meski sudah pernah mengulang dan kini ia berjejer dengan adik-adik tingkatnya, ia tak peduli. Ia sudah lulus, ia dapat membanggakan ini pada orang yang sangat ia sayangi.

Rambutnya ditata dengan rapi hari ini, Kalpas memakai pomade untuk rambutnya dan concealer untuk menutupi kantung matanya. Ia ingin berpenampilan terbaik di hari yang spesial ini.

Netra hijau tuanya mencari-cari sosok yang ia kenali. Oh, semua penghuni Golden Courtyard ada di sana. Termasuk Sherry, yang tersenyum manis dan mengenakan gaun putih.

Kalpas lega.

Ia bersyukur bisa merayakan kelulusannya hari ini.

***

"Selamat, Kalpas!"

Semua penghuni Golden Courtyard satu persatu menyelamati Kalpas dan memberikannya berbagai hadiah. Sesi foto-foto bersama dilakukan, dengan Kalpas yang memakai toga.

Tak lupa dengan Sherry yang sibuk meminta berfoto berdua saja dengan Kalpas, difotokan oleh Sakura. Sakura dengan ogah-ogahan menjadi fotografer untuk dua bucin itu.

Berbagai macam gaya, pose, ekspresi dan tema. Semuanya diabadikan dalam foto. Meski pada dasarnya Kalpas tidak begitu suka difoto, ia rela melakukannya asalkan itu dengan Sherry.

Setelah asyik berfoto, Kalpas menyeret Sherry ke tempat yang lebih sepi, untuk membicarakan suatu hal berdua saja dengannya. Kalpas sudah meminta Sakura untuk menjaga supaya tak ada seorangpun membuntuti mereka, terutama Elysia-yang sudah pasti berkeinginan menguping pembicaraan mereka.

"Mmm. Mumpung kita cuma berdua, aku mau mengatakannya sekali lagi." Sherry mendekati Kalpas, kemudian menyentuh kedua pipinya dengan tangan-ia berjinjit tentunya. Senyuman tulus ia berikan. "Selamat untuk kelulusanmu, Kalpas. Aku bangga sekali padamu."

"Terima kasih, Sherry. Aku takkan bisa melalui ini tanpamu." Kalpas menggenggam erat tangan Sherry yang masih ada di pipinya. "Aku bersyukur kau yang ada di sisiku."

"Semuanya berkat usaha dan kerja kerasmu juga, Kalpas." Sherry melepas tangannya kemudian menggoda sang kekasih, "Ngomong-ngomong, sudah kuduga kau sangat tampan saat memakai toga."

"Kau juga ... cantik sekali, hari ini." Kalpas memalingkan wajahnya guna tidak memperlihatkan rona merah yang sudah tergambar di wajahnya.

"Biasanya tidak cantik berarti?"

"Cantik, tentu saja. Tapi hari ini cantiknya sangat spesial."

"Oh ya? Kenapa?"

"Sebab, kau cantik di hari yang spesial ini, jadi cantiknya ikutan spesial."

"... Gombal, deh." Sherry memalingkan wajahnya, sungguh menyebalkan-kini berganti dirinya yang merona kemerahan. Ia pun mengajukan pertanyaan guna mengalihkan pembicaraan, "Jadi, kau mau bicara apa, Kalpas?"

Sherry lantas tersenyum-senyum, berpura-pura tidak tahu meskipun sebenarnya ia tahu. Hanya saja, ia melakukan itu untuk mendramatisir suasana.

"... Kau pura-pura tidak ingat?" Kalpas mengerucutkan bibirnya. "Hm, padahal kau yang mengingatkanku."

"Apa ya~?" Sherry tertawa-tawa jahil untuk menggoda Kalpas. "Aku tak ingat, tuh."

"Coba kau ucapkan dengan mulutmu sendiri."

".... Sial. Kau sengaja, ya?"

"Tepat sekali~"

Kalpas menarik napas dalam-dalam, merangkai kata-kata dalam hatinya. Ia memejamkan mata, memantapkan hati sebelum mengucapkan kata-kata itu.

"Bertunanganlah ... denganku."

Kalpas mengeluarkan kotak merah dari sakunya, memampangkan cincin emas yang sudah ia beli khusus hanya untuk Sherry. Ia menenggak salivanya sendiri sesaat sebelum kembali berkata, "Tadinya aku mau menikahimu-tapi kalau penghasilanku tidak tetap begini, aku khawatir nantinya kita hidup susah."

"Jadi, sementara-bersediakah kau menjadi tunanganku?"

Tanpa basa-basi, Sherry berlari kecil ke arahnya dan memeluk lekat-lekat laki-laki jangkung itu.

"Iya, aku mau jadi tunanganmu."

Euforia penuh sukacita di hari itu akan selalu teringat, begitu bahagianya dua sosok itu sekarang. Teman-temannya menghampiri mereka, mengucapkan selamat dan mendoakan mereka kebahagiaan.

Hari ini sungguh membahagiakan.

Kebahagiaan seperti ini sungguh langka untuk didapatkan.

Rasanya seperti mimpi saja.

Betul.

Seperti mimpi.

Mimpi, ya?

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top