❥11 : Di urut, mbah?

Tittle : Di urut, mbah?
Focus : Agra & Ansel.
Song : Taeyeon-Cover Up.

• • •

• • •

Agra cuma bisa diem kaya orang bego waktu kunti yang tadi jatoh tengkurep itu kini duduk, menghempaskan wig panjangnya ke atas tanah dengan murka.

Rambut pendek khas Ansel kini terlihat, wajah anak itu merengut. Agra nggak tau harus kasihan atau ketawa keras sambil guling-guling gara-gara liat wajahnya yang kaya donat pake gula tabur.

Ini yang dandanin siapa sih?

"Ugh, sakit!"

Agra segera berlari menghampiri, sumpah Ansel kocak banget nggak ada obat.

Itu anak menekuk satu lututnya, tampak lecet. Ansel cuma pake celana training, berdarah. Anak itu menggulung celana trainingnya hingga atas lutut.

"Dodol kunti kok lari," kata Agra, menepuk kepala Ansel dan membuat anak itu menatapnya gahar. Agra berjongkok, melihat luka Ansel.

"Gara-gara temen lo!" kata Ansel, meringis sakit saat lukanya masih basah. Baru lagi dia jatoh setelah bertahun-tahun.

"Lo juga larinya cepet banget!" tambahnya.

Agra memutar kedua bola matanya malas, "Gua kira begal, makanya gua lari."

"Begal darimana? Udah tau gue jadi kunti!" Ansel ngotot, Agra menarik satu kaki Ansel yang lain dan tidak sengaja menekuk lututnya. Lututnya lecet juga. Ada-ada aja.

"Jangan di tekuk bego! Huhu sakit!"

Agra menatapnya jengkel, "Manja lo ah, jadi cowok tuh harus kuat!"

"Kena kerikil gila, harus di bawa ke rumah sakit!" kata Ansel. Agra gemas dan menatap cowok yang lebih muda darinya itu. Lebay banget sih ini anak.

"Nanti gua bawa ke rumah sakit biar di amputasi," sahut Agra santai, dia menatap luka Ansel. Sebenernya gak parah sih tapi emang berdarah.

Cuma emang anaknya manja aja.

Ansel melotot panik, mendorong bahu Agra hingga cowok bermarga Siregar itu sedikit terdorong ke belakang saat mendengar kalo kakinya bakal di amputasi.

Agra gatau takaran parah punya dia sama Ansel tuh gimana. Kalau menurut Ansel mungkin kulitnya harus di jahit, seakan-akan kaya habis kecelakaan parah banget.

Kalau kata ibu-ibu jaman dulu, luka gitu pake air ludah aja sembuh.

"Gua ludahin juga sembuh," kata Agra, menarik lutut Ansel lagi, bersiap meludahi luka Ansel.

Ansel nyaris berteriak histeris, dia langsung beranjak berdiri karena takut lukanya di ludahin.

"Awas! Gue gak mau deket-deket iblis kaya lo!"

"Yaudah, jalannya jangan cepet-cepet," ujar Agra mengalah.

Ansel segera beranjak berdiri meskipun masih dengan meringis sakit, melepas baju kuntinya dan menghempaskannya kasar. Menginjaknya penuh emosi sebelum berjalan terpincang meninggalkan Agra, langkah lebar dan cepat.

Agra menggelengkan kepalanya nggak habis pikir.

Ansel itu ceroboh.

Itu yang Agra pikirin.

Anak itu berjalan dengan langkah terseret, kalau Agra hitung.

Ansel baru melangkah satu, dua, tiga.... tujuh langkah sebelum tiba-tiba anak itu oleng karena tidak sengaja menginjak batu, jatoh lagi. Gak keliatan gara-gara gelap.

Bener-bener!

Agra yang mengikutinya dari belakang segera berlari menghampiri. Ansel meremas tanah di bawahnya, merasa jengkel.

"Sel!"

Kali ini Ansel diam tidak menjawab. Anak itu menggigit bibir bawahnya.

Ansel merasakan bahwa lututnya udah kegores lagi gara-gara celana training dia di lilit sampai atas lutut. Jatohnya nggak sampai tengkurep tapi kalau ada yang liat pasti bakal ketawa keras.

Agra menarik nafas, memijat pangkal hidungnya.

"Sifat lu jelek banget," kata Agra, melihat Ansel yang duduk di atas tanah, diam tidak mengatakan apapun.

"Kalau orang yang lebih tua ngomong tuh di denger."

"Bacot."

Agra kembali berjongkok, menarik satu kaki Ansel yang lukanya bertambah.

"Jadi parah ini harus pake alkohol," gumam Agra saat melihat luka di lutut kanan Ansel jadi dalam, pemuda itu menatap Ansel. Wajah anak itu merengut.

Agra menyentil dahi Ansel, pelan sih tapi mungkin karena mood Ansel yang lagi jelek anak itu makin ngambek.

"Bisa jalan?"

"Nggak tau," gumam Ansel, kemudian anak itu menunjuk pergelangan kakinya. Tadi nggak sengaja keseleo gara-gara nginjek batu.

"Sakit."

Agra itu anak futsal, taekwondo, dan boxing. Dia jadi tau kalau masalah kaya gini.

Pemuda itu menarik satu kaki Ansel, Ansel menurut gara-gara udah sakit banget.

Agra meliriknya, "Wah Ansel, harus di bawa ke rumah sakit," katanya iseng.

"Hah?"

"Ini mah antara harus di amputasi atau di operasi."

Ansel menatapnya ga percaya, "Bercanda lo ya? Sok tau banget!"

Agra menatapnya yakin, kemudian mengendikkan bahunya cuek, "Bahaya sih. Gua juga pernah gini, kata dokter kalau udah parah banget harus di amputasi."

"Gak! Boong! Dikira gue bego apa?"

Agra meringis.

Gimana caranya supaya anak ini percaya dan mau di gendong sama dia?

Di gendong?

Percayalah. Agra itu udah pacaran berkali-kali. Dari gaya pacaran sehat sampai gaya pacaran yang sakit alias ga bener.

Jadi, kali ini dia penasaran gimana rasanya pacaran sama cowok.

Pertama, dia harus dapetin Ansel dulu, meskipun Agra yakin cobaannya bakal banyak banget.

Agra menatap Ansel, "Yah ga masalah juga. Yaudah, gua duluan. Lo jalan sendiri aja."

Agra menepuk celananya cuek seakan-akan banyak debu dan beranjak berdiri, benar-benar melangkah pergi meninggalkan Ansel.

Ansel yang ditinggalkan merasa semakin kesal. Wajahnya merengut dan memerah. Meskipun tidak terlihat jelas karena bedak tabur di wajahnya.

"Tungguin!" teriaknya tiba-tiba, mencoba berdiri. Tapi, nggak bisa jalan karena pergelangan kaki kanannya keseleo.

"Bantuin," katanya, sontak membuat Agra yang berjalan sekitar satu meter di depannya itu berhenti melangkah.

Ansel menatap punggung Agra skeptis, penuh ragu dan gengsi.

"Bantuin gue jalan," katanya pelan, karena keadaan yang sepi dan gelap gulita, Agra jelas bisa mendengarnya.

Agra menyeringai tipis, berbalik positif dan menatap Ansel yang masih berdiri di posisi semula.

Berdecak, pura-pura kesal.

"Pas lagi butuh aja larinya ke gua," kata Agra yang padahal setelah dipikir-pikir dia jadi nggak masalah.

Justru seneng. HEHEHE.

Keadaan Ansel bener-bener tragis sebenernya. Celana training bagian kanan dan kiri di lilit sampai atas lutut. Dua lututnya terluka, tapi yang sebelah kanan paling parah, belum lagi pergelangan kakinya yang keseleo.

Agra jongkok di depan Ansel, nepuk punggungnya.

Ansel menaikkan satu alisnya bingung.

"Hah?"

Agra berdecak, "Gua gendong."

"Nggak! Bopong gue aja!"

Agra menatapnya, "Naik atau gua tinggal?"

Ansel menarik nafas, melirik keadaan sekitar yang gelap gulita.

Sial. Nggak ada pilihan lain. Mana Agra itu sama keras kepalanya kaya dia.

"Oke," katanya singkat, lalu mendekat kepada Agra, bersiap di gendong.

Gapapa kali ya? Demi kesehatan jiwa raga, batin, jasmani, dan rohani.

Akhirnya Ansel menurut dan Agra menggendongnya, berat sih tapi ga seberat dia. Nggak papa.

Tapi ngomong-ngomong-

"Bang Rev kemana ya?"

Agra menaikkan satu alisnya.

"Rev?"

"Harusnya sih di belakang gue ngerekam, tapi daritadi ga keliatan," Ansel melingkarkan tangan di sekitar bahu Agra, Agra sendiri tampak tidak kesulitan menggendongnya. Gantinya, Ansel memegang ponsel dengan senter yang menyala.

Temen bangsat, mereka gatau dimana lagi.

"Ketinggalan gak si Rev?"

Ansel menggeleng tidak tahu, sejenak Ansel bisa nyium wangi mint dan citrus dari Agra.

Wangi banget huhu.

"Kalo bang Rev di culik kunti beneran gimana?"

Agra berhenti berjalan, kepalanya menoleh ke belakang dan menatap Ansel.

"Jangan sompral, mungkin dia udah barengan yang lain."

Ansel mengerucutkan bibirnya, tanpa sadar anak itu menempatkan dagunya di bahu kokoh Agra, beneran nggak sadar kok karena saking enak posisinya!

Tapi, siapa yang tau kalau Rev lagi berjuang seorang diri? Memegang kamera dan senter di tangan, ketakutan.


"Halah bangsat, Ansel larinya cepet bener kampret."

Iya. Rev sebenernya ketinggalan jauh di belakang.

Ansel larinya cepet nggak ada obat.

Dasar kunti modern!

• • •

• • •


Besoknya, Ansel udah ketar-ketir. Dia gak tenang.

Tadinya mau sama Agra di pijat, di benerin. Tapi, Ansel gak percaya.

Dia maunya di bawa ke rumah sakit, tapi mereka selaku orang-orang yang lebih tua nolak. Soalnya keseleo doang.

Akhirnya, Fadeel inisiatif minta tolong ke Pak Aep buat panggilin tukang pijet alias tukang urut.

Tapi, itu malah ngebuat Ansel kaya orang kesurupan.

Dia teriak-teriak ga jelas-padahal belum di urut, dia udah takut duluan liat si mbah putrinya.

"MAU PULAAAAANG!"

"HAHH GAK MAU!! NANTI MALAH PATAH!!"

"MAMAA! GAK MAU DI URUT!"

"BUSEET! JANGAN PEGANG KAKI GUEE!!"

"BANGGG GAK MAUU!!!"

Pokoknya berisik banget, Ansel udah di pegang sama Fadeel dan Kenzi supaya diem.

Si mbah yang ngeliatnya cuma ketawa kecil.

"Nggak bakal sakit toh, santai aja," katanya kalem, tangannya udah narik satu kaki Ansel.

Agra yang berdiri gak jauh dari sana gak kuat nahan ketawa, makanya dia jaga jarak.

Sumpah, lucu banget dah.

"Bang plis, gue ga bakal pilih-pilih makanan lagi!" bujuk Ansel ke Fadeel, Fadeel menggeleng dan tersenyum jahat.

"Ga sakit kok, paling kaya ketendang Agra aja rasanya."

"Hah?"

"Udah diem aja!" kata Kenzi, semakin kuat memegang Ansel. Sampai pakai tenaga dalam.

Ansel udah gak tau lagi harus ngapain, kepalanya tiba-tiba pusing.

Sampai lima detik kemudian, Ansel rasanya bener-bener udah kaya di dunia lain waktu si mbah udah mulai mijit kakinya.

SAKIT BANGET BANGSAT TIBA-TIBA DI TARIK TULANGNYA!

"AAAAAAAAAAAA!"

"PULANG! PULAAAAANG!"

"SAKIT MBAAah!"

"BANG KORENGNYA JANGAN DIKELOPEKIN JUGA ANJIR!" teriak Ansel waktu merasakan rasa perih di lututnya karena tangan jail Rev.

"HAHAHA CUPU BANGET ANJING!" Agra tiba-tiba kelepasan, dia ketawa keras banget.

Emang nggak ada akhlak semua!

Fariz yang nggak tau Ansel sebar-bar itu langsung megang kaki satunya biar ga nendang asal dan random.

Pokoknya udah kaya kesurupan.

"Huhu! Udah, jangan di tarik tulangnya nanti copot!"

Ansel ga terlalu ngebales Agra, tapi yang pasti sumpah bro ini rasanya sakit banget di pijet alias di urut.

Emang gara-gara konten sialan! Liburan apanya! Liburan ndasmu!

"Aw maloe banget anjing," itu kata Rev dengan alay, dia berdiri di samping Agra. Malu melihat kelakuan Ansel yang kaya anak kecil, beda jauh sama ukuran badan.

Sekitar lima menit lebih, si mbah selesai ngurut.

Ansel udah lemes teriak-teriak, dia tepar di atas sofa, telentang dengan pikiran yang melayang gak tau kemana.

"Udah mbah?" tanya Fadeel.

Mbah Putri ngangguk, " Udah, nggak parah loh ini."

"Ansel-nya aja yang alay," celetuk Agra. Tapi kasian juga ngeliatnya.

"Seminggu juga sembuh kok."

"Siap mbah."

Si mbah diem, mereka juga diem.

Fariz nyenggol Rev, "Duitnya? Bayarnya berapa?" Bisiknya.

Rev nyenggol Fadeel, tapi Fadeel langsung ke dapur gatau ngapain. Kabur.

Akhirnya semua orang termasuk si mbah minus Ansel dan Fadeel langsung melirik Agra yang sedang duduk santai di lantai.

"Apa?" katanya polos.

"Lo yang bayar 'kan?"

Agra menatap semuanya bingung.

"Seratus ribu aja buat mbah, soalnya itu paket komplit di jamin sembuh," kata si mbah puteri tiba-tiba, memberi cengiran lebar.

"Mahal banget mbah?"

"Itu sama ongkos saya ke sini, soalnya saya nggak di jemput."

Buset.

Agra melirik teman-temannya, "K-kok gua?"

"Lo lah! Lo yang bertanggung-jawab sama Ansel tadi malem 'kan?"

Woi! Yang dikerjain siapa, yang luka siapa, yang bayar siapa!

Gak ada akhlak!

Punya temen gini semua, sabar Agra. Liat aja waktu kartu kredit dia balik.

Lo semua gua jadiin babu! -Agra Aftiar Siregar 2020.

Dengan berat hati, pemuda yang memiliki darah Amerika itu mengeluarkan dompetnya. Menatap satu lembar uang merah dengan nanar.

Sumpah, duitnya tinggal cepe, terus bayar urut juga cepe.

Bajingan, udah kaya harga di rumah sakit aja.

Tapi, meskipun gitu Agra tetap membayarnya. Menangis di dalam hati melihat hal itu.

Huh, liat aja Ansel.

Lo harus bayar lebih dari ini nanti.

Agra bakal nagih habis-habisan.

• • •

TO BE CONTINUED.

nggak tau lagi, apa diri ini sangat receh atau apa. Maaf kalau ga selucu kemarin gais. ✨
Makasih banget loh kemarin tembus 100 komen! Sayang kaliaaan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top