Sorry 《Jaebum/Yugyeom》
Staring :
Im Jaebum
Kim Yugyeom
.
.
.
.
.
A/N : Another based on true story fanfic. FF ini adalah sequel dari Forbidden Love. Dalam FF ini akan membahas kehidupan Yugyeom setelah meninggalkan Korea dan menjalani hidupnya dengan sang tunangan. FF ini juga diciptakan sebagai permintaan maaf saya kepada seseorang yang telah saya kecewakan.
Hope you like it.
.
.
.
.
.
Yugyeom's POV
Osaka, Jepang.
5.00 PM
Aku mengedarkan pandanganku. Sesekali mengecek jam di ponselku. Aku menatap wallpaper ponselku. Benda berbentuk persegi panjang tersebut menampilkan fotoku bersama Bambam dan Jackson saat SMA. Aku tersenyum tipis. Aku pasti akan merindukan kegilaan mereka. Aku menghela nafas dan mengunci layar ponselku.
"Kim Yugyeom?" Aku menoleh ke sumber suara. Aku menatap lelaki yang baru saja memanggilku.
"Ya? Anda siapa?" Aku masih tak bisa mengenali siapa lelaki ini. Ia mengenakan sebuah kemeja lengan panjang yang ia lipat hingga beberapa centi di atas sikunya.
"Ah, maaf aku lupa memperkenalkan diri. Aku Im Jaebum. Orang yang dijodohkan denganmu dan yang dipercayai kedua orang tuamu untuk menjemputmu disini." Ah! Aku baru menyadarinya.
"Ah iya, aku ingat. Maaf, aku tidak mengenalimu tadi." Aku menggaruk tengkukku yang tidak gatal. Aku melihatnya yang tersenyum ke arahku.
"Tak apa. Ayo ku antar ke rumah kita." Ucap Jaebum. Tunggu. Rumah kami? Aku merasakan pipiku memanas. Astaga, pasti wajahku sudah memerah. Aish, ini memalukan.
Aku mendengarnya terkekeh. Ia menatapku dan menggenggam tanganku.
"Wajahmu memerah. Jangan malu-malu denganku, ok?" Ucapnya. Astaga dugaanku benar. Wajahku memerah. Aish. Pabboya. Ini memalukan ah..
Jaebum menuntunku ke tempat parkiran. Ia pun membantuku memasukkan koperku ke bagasi mobilnya. Ah, bahkan ia membukakan pintu mobil untukku. Well, ini... perlakuan yang terlalu... ah, tapi aku tak menolaknya. Justru aku senang. Ini pertama kalinya seseorang memperlakukanku dengan spesial seperti ini.
Yugyeom's POV End
Setelah membantu Yugyeom memasukkan koper dan mempersilakan Yugyeom masuk ke mobilnya, Jaebum segera berlari menuju bagian pengemudi dan melajukan mobilnya menuju kediamannya.
"Emm.. terima kasih hyung." Ucap Yugyeom memecah keheningan di antara mereka. Jaebum meliriknya.
"Terima kasih untuk apa?"
"Um.. terima kasih untuk membantuku dan bersikap manis kepadaku." Jaebum tersenyum mendengar jawaban Yugyeom. Tangannya terulur untuk mengelus rambut lelaki di sampingnya itu.
"Tidak perlu berterima kasih.. itu sudah kewajibanku sebagai calon suamimu." Yugyeom menatap Jaebum. Ia benar-benar tak menyangka Jaebum akan sebaik itu kepadanya. Di lain sisi, ia juga masih belum bisa melupakan Jackson begitu juga dengan perasaan yang pernah ada di dalam hatinya.
Yugyeom hanya tersenyum sebagai balasannya. Ia tak tahu harus berkata apa.
Setelah menempuh perjalanan selama 30 menit, mereka pun sampai di depan sebuah rumah. Rumah tersebut tidak terlalu besar, tidak terlalu kecil juga. Bagian luar tampak memiliki warna putih sebagai dominan dengan beberapa aksen berwarna abu-abu dan hitam.
"Ayo masuk. Di dalam jauh lebih mengagumkan." Ujar Jaebum. Ia menggandeng tangan Yugyeom dan berjalan memasuki rumah mereka.
Yugyeom menatap penuh kagum dekorasi di dalam rumah tersebut. Bagian ruang tamu dan ruang keluarga memiliki warna dominan abu-abu dengan beberapa furniture yang berwarna putih dan cokelat muda. Tidak terlalu banyak dekorasi dan terbilang cukup simple tapi sangat mengagumkan.
"Kau menyukainya, hm?" Tanya Jaebum. Yugyeom mengangguk antusias. Tempat ini sungguh sempurna.
Jaebum menarik tangan Yugyeom dan menunjukkan beberapa ruangan di rumah itu sebelum akhirnya menujukkan kamarnya yang nantinya akan di tempati oleh Yugyeom juga.
"Nah, nanti kau akan tidur disini bersamaku." Ujar Jaebum. Yugyeom terdiam mendengar perkataan Jaebum. Jaebum yang menyadari perubahan raut wajah Yugyeom terkekeh dan mengacak rambut lelaki tersebut.
"Tenang saja. Aku tidak akan melakukan apa pun seperti yang kau pikirkan." Wajah Yugyeom sontak memerah. Ia tidak bermaksud memikirkan hal seperti itu.
"Ayo kita bereskan barang-barangmu." Yugyeom mengangguk dan membuka kopernya. Ia meletakkan satu per satu pakaiannya ke dalam bagian lemari yang kosong. Ternyata sudah sejak lama Jaebum mempersiapkan itu semua untuknya.
Waktu berlalu begitu cepat, mereka baru menyelesaikan kegiatan berbenah mereka pada pukul 7.00 PM. Mereka pun bergantian menggunakan kamar mandi. Selagi menunggu Jaebum mandi, Yugyeom pun menyiapkan makan malam untuk mereka di dapur. Setelah siap, Yugyeom pun menunggu Jaebum di ruang makan. Tak berselang lama, ia merasakan sepasang lengan melingkar di pinggangnya.
"Wah.. calon istriku sudah memasak rupanya." Ujar Jaebum lalu mengecup puncak kepala Yugyeom. Yugyeom tersenyum kepada Jaebum.
"Ayo duduk dulu, hyung. Kita makan bersama," Yugyeom menarik lengan Jaebum dan mendudukkannya di kursi.
"Hm baiklah. Suapi aku?" Ucap Jaebum. Yugyeom terkekeh. Ia tak menyangka Jaebum bisa semanja itu padanya, padahal mereka baru saja bertemu beberapa jam yang lalu.
Ya, sebelumnya Jaebum dan Yugyeom tak mengenal satu sama lain. Tapi, mereka sudah mengetahui segala hal berdasarkan apa yang orang tua mereka ceritakan. Mereka sempat mengobrol beberapa kali lewat sosial media, tapi karena kesibukan mereka masing-masing mereka tidak bisa terlalu sering mengobrol.
Yugyeom pun menyendokkan tteokbokki dan menyuapkannya kepada Jaebum. Beberapa kali Yugyeom menyuapi Jaebum namun kali ini Jaebum menahan tangannya.
"Eh? Ada apa hyung?" Tanya Yugyeom bingung.
"Kau juga harus makan, sayang." Ucap Jaebum. Ia pun mengambil alih sendok dari tangan Yugyeom dan berbalik menyuapi Yugyeom. Yugyeom awalnya terlihat ragu namun ia tetap memakan tteokbokki dari suapan Jaebum.
Mereka pun menyelesaikan makan malam mereka dan memilih bersantai dan bercerita tentang keseharian mereka.
Yugyeom merasa sangat senang berada di dekat Jaebum. Sejenak ia bisa melupakan masalah perasaannya. Sejenak ia bisa meninggalkan segala bebannya tentang hubungan persahabatannya yang menjadi rumit. Memikirkan itu semua membuatnya teringat akan Jackson. Ia merindukannya. Ah, dia tidak boleh mengingatnya lagi. Saat ini ia telah memiliki Jaebum yang sangat menyayanginya disini. Ia menatap Jaebum yang tengah tertidur. Tangannya terulur untuk mengusap pipi lelaki yang lebih tua beberapa tahun darinya tersebut. Perlahan ia menutup matanya dan menyusul Jaebum ke alam mimpi.
.
.
.
.
.
Beberapa hari telah berlalu. Yugyeom sudah mulai disibukkan dengan persiapan untuk memulai kuliah. Hari ini ia baru menyelesaikan kelas pertamanya. Saat ini ia menunggu Jaebum di sebuah halte bus. Ia mengeluarkan sebuah buku dan mulai menulis sesuatu.
Osaka, Japan
June 12, 2017
3.00 PM
Hari ini adalah hari pertamaku masuk kuliah. Ah, aku jadi teringat dengan Bambam dan Jackson. Apa kabar mereka ya? Apa Jackson baik-baik saja? Mengingatnya membuatku sedih. Entahlah, aku tak yakin dengan perasaanku. Bukan berarti aku tak bahagia berada disini. Bukan berarti aku tak bahagia bersama Jaebum hyung. Aku hanya merindukannya. Aku merasa bersalah meninggalkannya dengan keadaan menangis di bandara kemarin. Aku bukanlah sahabat yang baik. Ah, sepertinya Jaebum hyung sudah sampai. Aku harus menyimpan ini.
Yugyeom menyelipkan sebuah fotonya bersama dua sahabatnya tersebut lalu memasukkan buku tersebut dan langsung memasuki mobil Jaebum.
"Apa aku membuatmu menunggu lama?" Tanya Jaebum ketika Yugyeom memasuki mobilnya. Yugyeom menggeleng dan tersenyum.
"Tidak juga, hyung."
"Ah, syukurlah kalau begitu."
Selama perjalanan mereka membahas tentang hari pertama Yugyeom di kampus barunya. Sesampainya mereka di rumah, Jaebum hanya menurunkannya di depan rumah, mengingat dia masih harus kembali bekerja.
Yugyeom pun memasuki rumah dan meletakkan buku-bukunya di meja. Ia menatap buku catatannya. Tangannya tergerak untuk membuka buku tersebut. Tepat di bagian dimana ia menyelipkan fotonya bersama Bambam dan Jackson. Ia menghela nafas.
"Aku harus belajar melupakanmu, hyung." Ujarnya lirih. Ia mengusap foto tersebut sebelum akhirnya meninggalkan kamar dengan buku catatannya yang terbuka.
Yugyeom melangkahkan kakinya ke dapur. Ia melihat jam yang menggantung di dinding ruang keluarga. Sudah hampir pukul 6 malam. Seharusnya Jaebum sudah pulang pada jam ini. Yugyeom pun memutuskan untuk membuat makan malam terlebih dahulu lalu membersihkan tubuhnya.
Yugyeom menata makanan di meja makan. Setelah ia merasa semuanya telah siap ia pun kembali ke kamar untuk membersihkan dirinya dan mengistirahatkan tubuhnya. Karena kelelahan, Yugyeom pun tertidur tanpa mengetahui bahwa Jaebum sudah pulang.
Jaebum pun memasuki kamar dan menemukan Yugyeom yang terlelap. Jaebum melihat sebuah buku terbuka di mejanya. Karena rasa penasarannya ia pun melihat buku tersebut. Ia menemukan sebuah foto yang menutupi sebagian halaman buku tersebut. Foto tersebut memperlihatkan tiga orang yang tengah tersenyum bahagia. Ia meyakini dua orang lain yang berada di foto tersebut adalah sahabat Yugyeom yang sering ibunya ceritakan. Ia melihat buku yang terbuka tersebut dan membaca isinya. Ternyata buku tersebut bukan hanya catatan biasa, dalam buku tersebut terdapat pula curahan hati Yugyeom.
Jaebum terdiam membaca tulisan terakhir Yugyeom dalam buku tersebut. Rupanya sebagian hati Yugyeom masih dimiliki oleh Jackson. Dengan perlahan Jaebum meletakkan buku tersebut dan berjalan ke kamar mandi.
.
.
.
.
"Yugyeom-ah, hei.. ayo bangun. Ayo makan malam." Ucap Jaebum dengan lembut. Ia menepuk pipi Yugyeom pelan.
Yugyeom mengerang ketika ia merasakan seseorang menepuk pipinya. Ia mengerjapkan matanya berusaha membiasakan matanya dengan cahaya yang menyinari kamar tersebut.
"Um.. hyung? Hyung sudah pulang?" Tanya Yugyeom. Ia pun bangkit sambil mengucek matanya.
"Iya, maaf membuatmu menunggu. Ayo kita makan." Yugyeom mengangguk, ia pun berjalan mengikuti Jaebum menuju ruang makan.
Makan malam hari itu mereka tidak membicarakan apa pun. Biasanya ketika makan malam, Jaebum akan bertanya-tanya atau menceritakan hal yang terjadi di kantornya tapi, tidak dengan malam itu. Setelah menyelesaikan malam pun keduanya hanya duduk berdua di kursi balkon kamar mereka tanpa ada satu pun yang berniat memulai pembicaraan. Jaebum hanya diam, ia menatap pemandangan malam hari itu dan menghela nafasnya.
"Hyung kenapa?" Tanya Yugyeom. Ia merasa ada yang janggal dengan Jaebum hari itu.
Jaebum menggeleng, "tidak apa-apa kok." Yugyeom menatapnya khawatir.
"Kau yakin?" Ujar Yugyeom. Jaebum kembali menghela nafasnya.
"Jadi, kau masih menyukai sahabatmu itu ya?"
Deg!
Nafas Yugyeom tercekat. Ia terdiam sejenak dan menunduk.
"I-itu... kupikir perasaan itu akan mati seiring berjalannya waktu." Ujar Yugyeom. Jaebum hanya diam. Ia bangkit dari tempat duduknya dan memijat pelipisnya.
"A-apa... hyung marah?" Tanya Yugyeom pelan.
"Jika kau menjadiku, apa yang kau rasakan?" Balas Jaebum. Dari nadanya, Yugyeom mengetahui Jaebum sangat kecewa. Ia semakin menundukkan kepalanya. Ia memeluk lututnya dan membenamkan kepalanya di antara lengannya.
"M-mianhae, hyung.." ujar Yugyeom terbata. Ia merasakan sebulir air mata mengalir. Ia merasa dirinya adalah orang terbodoh. Ia sudah mendapat kasih sayang yang berlebih, ia mendapatkan segala yang ia mau, dan ia sekarang membuat kecewa orang yang telah melakukan segala hal untuknya. Ia merutuki kebodohannya. Bahu Yugyeom bergetar.
Jaebum menghela nafasnya dan menghampiri Yugyeom. Ia memegang bahu lelaki itu. Dengan perlahan ia mengangkat wajah Yugyeom dan menghapus air mata yang mengalir di pipi Yugyeom.
"Kau tidak perlu meminta maaf. Aku yang seharusnya meminta maaf. Mungkin aku terlalu lelah. Aku tidak seharusnya mengungkit masa lalumu dan satu hal, kau akan menjadi milikku. Aku percaya padamu, Yugyeom-ah." Ujar Jaebum. Ia tersenyum dan mengusap pipi Yugyeom.
"A-aku juga hiksㅡ salah.. tidak seharusnya hiksㅡ" Jaebum meletakkan telunjuknya di depan bibir Yugyeom.
"Sshh, tak apa. Aku paham." Jaebum memeluknya dengan erat dan mengusap punggung Yugyeom.
Perlahan Yugyeom pun membalas pelukan Jaebum. Ia merasa ia adalah orang yang paling beruntung mendapatkan seseorang seperti Jaebum. Ia telah memantapkan hatinya. Ia akan berusaha mencintai Jaebum seperti bagaimana Jaebum mencintainya. Ia tidak akan membuat lelaki itu kecewa lagi.
.
.
.
.
.
FIN
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top