Sembilan belas

Kebijakan yang baru-baru ini disetujui kepala sekolah membuat siswa tingkat akhir tampak bebas dan leluasa. Jam pelajaran yang dipotong adalah kabar gembira, bukan?

"Gue umumkan sekali lagi ya," kata Sura yang kini berdiri di depan kelas menjadi pusat perhatian. "Karena ini adalah bantuan terakhir kita bersama untuk kegiatan karya seni sekolah, jadi diharapkan kita benar-benar membantu, bukan merusuh. Jangan sampai kepala sekolah nyesal izinin kita ikut berpartisipasi setelah selama ini beliau menolak."

Sejurus kemudian setelah Sura selesai memberikan himbauan kini mereka berjalan teratur ke luar dari area sekolah. Siswa laki-laki tampak bekerja sama menggotong lima keranjang buah berukuran sedang yang nantinya akan mereka jual demi menggalang dana.

"Hati-hati!" Sura langsung mendekati para laki-laki yang mengangkat keranjang paling depan itu, "Kita belum bayar sama Bapaknya Dean," peringat Sura membuat siswa-siswa itu mengangguk mengerti.

"Tahu nih! Udah Bapak gue ngasih potongan tinggi lagi! Jangan sampe enggak balik modal nih gue." Kalimat Dean diresponi gerutuan dari para pengangkut itu, tapi mereka segera bertindak lebih hati-hati.

Alfa berjalan mendekati Sura dengan kening berkerut, dan sebuah kertas yang disobek dari buku tulis, "Kantong plastiknya udah dibeli, tapi bingung nih gue, kita isi berapa jeruk satu plastik?"

Sura cepat saja langsung melirik Dean meminta bantuan cowok itu untuk memberi solusi, sebab jiwa pembisnis sang ayah tampaknya turun pada sang anak.

"Kalau kata gue nih, isi satu plastik sama lima jeruk, harga jualnya tiga ribu. Karna biarpun bentuknya mungil, tapi rasanya manis banget. Jadi kagak rugi dah orang-orang kalau beli. Lagian, harga tiga ribu terjangkau banget kali! Trus selain kita jualnya enggak susah, untungnya juga dapat lumayan."

Nah kan benar, jiwa pembisnis Dean benar-benar oke, hingga Sura tersenyum bangga tanpa sadar.

Semua langsung bergerak cepat, sama-sama bekerja sama memindahkan jeruk dari keranjang ke dalam plastik per lima buah. Dan lagi kegiatan mereka ini punya durasi, sebab setelah kelas mereka selesai berjualan, maka berganti gilir dengan kelas lain. Tentu saja dengan bahan dagangan yang juga berbeda.

Alfa sebagai bendahara kelas pun mengerjakan tugasnya dengan baik, dia mendata berapa plastik terisi buah yang berhasil dikumpul, dan mengisar berapa nanti hasil jualan mereka.

Lalu ada Yane yang turut serta membantu menyortir bersama Dean untuk menentukan harga buah jeruk yang beberapa lebih besar dengan ukuran jeruk yang lain. Yane juga mendata berapa plastik yang harus dijual siswa per orang.

Dan Sura, dia mengkoordinir teman-temannya. Menilai tempat-tempat yang cocok bagi mereka untuk mendapati pelanggan, yang tentu tidak jauh dari ruang lingkup sekolah.

Jika ada keluhan maka itupun disampaikan pada Sura. Seperti buah yang jatuh, dan kemungkinan-kemungkinan buruk lainnya.

Tentu juga mereka punya seksi dokumentasi, yang membidik momen-momen berharga ini. Momen kebersamaan yang mau tidak mau harus mereka lepaskan pada saatnya nanti.

"Sura!"

Cepat-cepat Sura berlari pada Ferdian, "Kenapa, Fer?" cowok itu malah mengeluarkan uang dari saku kemeja, "Ini nih duit dua puluh, lo pegangin dulu ya, gue takut jatoh soalnya."

"Oh oke," balas Sura seraya melesakkan uang itu ke dalam saku rok. "Oh iya Sura, tadi kita ada salah jual."

"Hah?"

Ferdian mengusap keningnya yang sedikit berkeringat, "Sini lo Dit!" Orang yang dipanggil Ferdian tidak jauh dari keberadaan mereka, jadi dengan tampang bingung dia bertanya, "Ape?"

"Nih, kita salah jual tadi. Lo bilangkan jeruk yang di kantong plastik warna merah itu dijual seribu karna agak cacat, 'kan? Nah kita salah jual, kita malah kasih harga tiga ribu. Pas gue sadar, trus gue omongin ke Adit buat balikin nih duit sama itu ibuk-ibuk, si Adit malah kagak mau. Supaya untung banyak kata dia."

Sura geleng-geleng kepala, "Kok gitu sih Aditya? Nanti kita malah gak dipercaya pelanggan kalau kasih harga enggak sesuai sama barang," tegur Sura.

Si Adit dengan ringannya nyengir aneh, "Yaa maapkeun lah Sura. Tadi gue juga udah mau balikin, tapi si ibuk itu udah kagak keliatan lagi."

Kalau situasinya begitu Sura pun hanya bisa mengendikkan bahu, "Yaudahlah kalau gitu. Tapi jangan diulang lagi loh, sama satu lagi, kalau ibu itu datang complain, kalian langsung klarifikasi trus balikin duitnya."

"Oke siap ketua kelas!"

Setelah Sura selesai menengahi masalah Ferdian dan Aditya, barulah dia sadar kalau di dekatnya ada suara cekikikan yang cukup jelas. Sura memandangi heran, tapi dia belum mengerti di mana letak kelucuan yang dirasakan orang-orang itu hingga Birham melambaikan tangannya pada Sura menyuruh dia mendekat.

"Nih Sura, gawat nih," ujarnya sambil tertawa. Gunan yang di dekat Birham pun mengangguk setuju sambil masih tergelak. "Untung gue kagak ikut Ares," tukas Gunan penuh kelegaan.

"Perhatiin baik-baik coba, di situ tuh, si Kurnia sama Ares." Sura langsung patuh, dia perhatikan gelagat kedua cowok itu.

"Ayo Kur! Jangan menyerah," Ares memberi semangat sambil menenteng empat kantung plastik. Lain hal dengan Kurnia yang wajahnya bete setengah mati, "Lo omdo banget Res. Awas aja kalo elo sampe nyuruh gue megangin plastik punya lo lagi!"

Ares tersenyum pongah, "Santai aja keleus!" Dengan senyum sejuta watt Ares berjalan penuh kepercayaan diri menghampiri kumpulan bapak-bapak supir online yang sedang beristirahat.

Belum mereka sampai ke tempat tujuan dari sebelah kiri mata Ares tiba-tiba menukik tajam, "Putar arah Kur, ayo putar arah, cepetan! Gercep ayoo!"

"Apaan lagi sih?!"

Ares yang kini makin menegapkan badannya, makin nyolot pada Kurnia. "Ada kakak-kakak kuliahan yang lagi jalan ke arah sini, bro! Cantik-cantik pula! Mati gaya lah gue kalo malah jualan gini! Ayo cepetan Kur!"

"Yang iya kalau kita lari malah makin mati gaya, Man!" seru Kurnia tak terima. "Cuma numpang lewat paling itu merekanya, lo enggak usah baper deh!" sambung Kurnia keki. Grasak-grusuk kedua orang itu sudah menjadi pusat perhatian semua teman-teman sekelas yang kini menahan tawa.

"Halah biarin aja dah. Makanya sekarang pasang gaya jalan cepet yang cool kita! Walapun gue kagak bisa pepet tuh cewek, gue bisa kasih impress yang wadaaw gila!" cerocos Ares tanpa tanggung.

Langkah cepat itu terasa kurang cepat saja bagi Ares, dan kini langkahnya harus terhenti pada sesuatu yang tidak pernah diduganya.

"Dek!"

Glek. Seruan itu otomatis membuat kedua cowok gengsian yang hobi tebar pesona itu menengok kaku.

"Plastik kalian jatuh loh!"

Ares meneguk ludah takut-takut, ah benar, habis lah dia sama Sura. Karna kantong plastik yang dia bawa tinggal dua.

"Mau diambil atau buat kita nih jeruknya?" Gadis-gadis kuliahan itu cekikikan. Tanpa sadar Ares mencari keberadaan Sura, dan gadis itu sedang menatapnya tajam.

Oh so silly Ares. Apalagi plastik yang jatuh itu isinya jeruk yang ukurannya besar.

Memantapkan posisi badan yang sempat terkulai, Ares menyelamatkan mukanya dengan mengorbankan empat belas ribu dari koceknya sendiri.

"Emang spesial buat kakak-kakak kok. Anggap aja buah tangan buat pertemuan pertama kita," teriak Ares, lantang, dengan kepercayaan diri yang menukik drastis, hingga kini teman-teman sekelas tampak tak yakin bahwa mereka sempat melihat Ares yang mati kutu.

Astaga, tanpa diduga lagi seorang dari lima anak kuliahan itu berlari mendekat. Ares yang jantungnya berdetak kencang aneh akibat baper kini menahan malu, sebab gadis itu bukannya mendatangi Ares, tapi malah mendatangi Wasta yang ternyata ada di sekitaran tempat Ares berpijak.

"Lagi menggalang dana ya? Buah yang tadi kita beli ya," tuturnya agak centil seraya menyerahkan selembar uang berwarna hijau.

Wasta segera saja merogoh uang dari saku kemejanya untuk memberi uang kembali sebelum siku tangannya dipegang si kakak yang kini mengerjap-ngerjapkan mata.

"Ngga usah dikembaliin, buat nambah dana kalian aja." Wasta mengerutkan dahinya, walau begitu dia tetap menjawab, "Oh, makasih kak."

Gadis kuliahan itu tersenyum terlalu lebar, satu matanya mengedip centil, "Sama-sama ganteng," balasnya kemudian berjalan kembali menghampiri teman-temannya.

Dan Ares membulatkan matanya, bahkan mulutnya menganga tak percaya. "Terpelatuk gue," ujarnya mengeuarkan suara hati tanpa sadar.

02 April 2018

Kerja sama yang baik dimulai dari saling menghargai. Dan kelas kami berhasil mencapai tujuan bersama itu. èDana yang terkumpul di luar modal ada 357 ribu! Pastinya si Dean udah nagih modal balik. Yahh, setidaknya dia enggak seperhitungan dulu, HAHA

Wkwkwk, hari yang melelahkan sekaligus menyenangkan.

TBC.
01 APR 2018
A/n: Haii everyone😂 aku balik lagi nih. Jadi gini aku mau jelasin dikit kalau cerita Sura dkk itu sesuai tanggal sekolah ya, jdi kalau libur itu artinya Sura ngga punya kisah dongg. Okee deh smoga kalian mengerti:)

Nahh itu sosok Wasta kitaa guysss, hehe😂 Gmna menurut kalian?
Ah, dn terakhir Happy Passover guys🙏

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top