Lima belas
26 Maret 2018
Alfa | Pama. Apa harus diselesaikan hari ini?
Sura menunduk menatap telapak kaki berbalut sepatu. Ia terpekur beberapa waktu, merenungkan apa yang baru ia tulis di pagi ini.
"Sekretaris?"
Yane baru saja menapak dari muka pintu langsung menoleh, "Eh, ya?"
"Tolong nanti minta ke Alfa daftar uang kas minggu ini, boleh kan?" Yane mengangguk bingung, lalu berjalan perlahan ke tempat duduknya.
Bukan tanpa tujuan Sura memintai tolong Yane, sebab Alfa tahu kalau Sura curiga, dan lelaki itu sebisa mungkin melarikan diri dari kehadiran Sura. Jadi Sura ingin menggertaknya melalui Yane.
Jam-jam pelajaran berjalan seperti biasa, namun yang tidak biasa adalah sosok bendahara yang tidak kunjung unjuk diri. "Sekretaris?" Ini sudah kedua kalinya Sura memanggil Yane di hari yang sama.
"Bendahara nggak hadir tanpa keterangan?"
Yane menggeleng, "Dia di UKS, tadi gue ketemu di jam istirahat. Karna kondisinya kurang sehat jadi laporan uang kas minggu ini diserahkan besok nggak apa, 'kan?"
Sura berdecak, itu artinya Alfa menanggapi gertakannya dengan berdalih. "Oke, diterima sekretaris." Diam-diam Sura melarikan tatapannya pada laki-laki yang berada di posisi paling depan, di pojok dinding.
Namun sebelum mendatangi laki-laki tersebut, Sura terlebih dahulu meminta pertanggungjawaban Alfa.
"Bendahara. Berapa jumlah uang di tangan Pama?" Alfa menelan ludah gugup, tidak menyangka Sura senekad ini mendatanginya.
"Gue ngga ngerti lo bicara apa," balas Alfa, posisi tiduran terentangnya berubah miring ke sebelah kiri. Sura melangkah lebih dekat lagi, berpura-pura buta kalau Alfa sedang bersikap antipati.
"Oke, gue perjelas. Berapa uang lo di tangan Pama sekarang?" Alfa yang tadinya berbaring dan sama sekali tidak mengindahkan keberadaan Sura kini refleks balas menatap.
Sura memeriksa jam tangannya, dia tadi hanya meminta izin selama sepuluh menit saja. Jadi Sura tidak bisa membiarkan waktu terbuang dikarenakan Alfa tak kunjung menjawab.
Ia ingin kembali ke kelas dengan alasan yang cukup kuat dan logis agar batas toleransi Alfa tidak sampai habis. "Gue tahu lo nggak bulat-bulat ngasih uang kas ke Pama, uang lo juga kepakai buat dia, 'kan? Berapa Alfa?"
Alfa melempar pandangannya ke arah pintu, menekankan reaksi cuek, tapi mulutnya mulai berujar. "150 ribu."
"Uang kas?"
Alfa balik menatap Sura, tangannya mengacak rambut antara kesal dan bimbang, "Gue kasih pinjem dua ratus uang kas. Dia bakal balikin kok, lo tenang aja."
"Sayangnya gue liat gimana dia maksa elo buat ngasih uang kas," sahut Sura tidak menyerah. Alfa mengedikkan bahu, gelagatnya cukup jelas untuk menunjukkan bahwa ia terusik.
"Apa mesti gue kasih tahu ke elo kalau dia kepepet butuh uang? Motornya ditilang, dan orangtuanya bakal marah besar kalau tahu kejadian ini. Menurut lo dia harus gimana selain minjem duit?!"
Sura mendengarkan, biarpun Alfa semakin menyudutkannya. "Gara-gara ini lo mau lapor kita berdua ke ruang konseling? Oke! Tapi, asal lo tahu aja, Pama kena tilang sewaktu dia nganterin junior yang habis kena bully. Apa lo enggak bisa ngertiin? Bingung gue di mana rasa simpati lo Sura. Padahal lo cewek. Nggak seharusnya lo berpikir kalau gue seenak jidat main bebas ngasih uang kas kelas kita. Apalagi Pama udah janji mau bayar lusa," jelasnya menggebu-gebu.
"Gue hargai simpati lo Alfa. Tapi lo meletakkan simpati itu di tempat yang salah." Alfa geleng-geleng kepala, dia tidak mau mendengarkan.
"Stop it ketua kelas. Ini masalah di antara laki-laki, okay?"
Napas Sura tertahan, namun ia mengulas senyum tipis juga. Suara pintu bederit memindahkan atensi keduanya.
"Ayo Alfa, masuk kelas. Masalah kalian berdua sudah selesai di sini. Ibu tahu kamu nggak sakit, jadi jangan menghindar nak." Alfa tidak mengerti apakah dia ini sudah terkecoh atau bagaimana, namun yang ia lakukan hanyalah terdiam tanpa memberi reaksi apa-apa.
Sang wali kelas menghela napas maklum, "Pama, dan Galuh sedang di ruang konseling, tapi kamu masuk kelas dulu, nanti setelah bel baru datang ke ruang konseling."
Alfa menatap Sura tajam, "Bukan nak, bukan Sura. Ini keinginan ibu supaya kamu ke sana, agar kamu mengerti."
"Galuh? Dia kan udah masuk ke sana, kenapa masuk lagi?" Alfa bertanya bingung alih-alih menindaklanjuti kejelasan pernyataan wali kelas barusan.
Wali kelas melirik Sura, melalui gerak non verbal beliau menunjuk Sura untuk menerangkan. "Karna Galuh penyebab Pama makai uang lo sama uang kas."
"Maksudnya?"
"Sura benar nak. Galuh yang taraf ekonomi keluarganya tinggi cenderung menggunakan barang mewah ke sekolah, dan dipamerkan ke teman-teman. Dan sisi paling buruknya dia suka memanasi mereka yang tidak punya. Sinta dan Pama korbannya."
"Jadi uang 350 ribu itu bukan buat nebus motornya?"
Sura mengangguk lemah, "Bukan... tapi buat beli jam."
"HAH?"
"Nggak apa-apa Alfa, ini pelajaran untuk kita semua," kata Sura akhirnya sebelum ia permisi pada sang wali kelas dan Alfa untuk kembali ke kelas lebih dulu.
Ada orang-orang yang memanfaatkan belas kasihan demi kesenangan, namun mendampak bagi mereka yang benar-benar membutuhkannya.
Maka dari itu perlu meletakkan belas kasihan pada tempat yang sebenarnya, bukan tiruannya. Karena ketika ada asli, maka imitasi tidak mau ketinggalan.
Sura mengkahiri tulisan yang ia tambahi beberapa kalimat dengan senyum tipis di bibir. Ia melirik hati-hati ke teman-teman, ke mereka yang punya kisah dan kepribadian masing-masing.
TBC.
26 Mar 2018
A/n: Maaffff aku kelupaan update guys😅
Jadi sbagai gantinya aku double update yaa😌
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top