Empat belas

Awan kumulus bertebaran di sore hari ini, namun kumpulan awan gemuk itu tidak lagi menarik perhatian Sura seperti biasa, karna sesuatu yang mencurigakan tengah terjadi sekarang ini!

Mau bagaimanapun Sura menghindari, tapi orang-orang itu terus saja mengikutinya diam-diam. Dan... mungkin mereka mulai mencurigai pergerakan Sura. Sebab ia sekarang ini terus-terusan berjalan tiada henti ke lokasi di mana sisa orang-orang berseliweran. Jadi posisi Sura agak longgar sedikit dari para penguntit itu.

Sura menyentuh tengkuknya yang tiba-tiba terasa dingin, kontan dia berbalik ... dan mendapatkan Wasta menatapnya malas.

"Ngapain masih di sini? Mau nyari target selanjutnya?" perkataan itu tidak terdengar sinis, tapi lebih ke angkuh. Oh dear, jangan maki Wasta, karna ia sebenarnya pun tak bermaksud begitu. Hanya, mulut lelaki itu tidak bisa diajak kompromi.

Dan seharusnya Sura merasa tersindir pada perkataan Wasta, namun tidak! Justru tingkat was-was Sura melonjak tinggi.

"Kenapa? ... Kenapa lo belum pulang?" tanya Sura nyaris tidak terdengar, ekor matanya melirik takut-takut beberapa anak lelaki berdiri di pojok tempat parkir. Sura tahu mengapa orang-orang itu malah nongkrong di sana, sebab itu adalah area strategis untuk melihat siapa saja yang berlalu-lalang.

Di sinilah Sura, bersandar di sudut dinding koridor, dan masih mempersiapkan nyali melangkah ke area gerbang sebelum kehadiran Wasta, mengacaukannya.

"Aneh lo, gue nanya malah ditanya balik."

Sura menggeleng tegas, tangannya tanpa sadar meremas sebelah sisi roknya. "Harusnya lo udah pulang sekarang. Harusnya lo nggak boleh berkeliaran lagi di sini."

Kalimat penuh penekanan itu memberi reaksi berbeda pada Wasta, tidak ada setitik pun emosi yang muncul, mulutnya tidak menjawab tetapi kakinya melangkah hendak meninggalkan Sura.

"Jangan!" seru Sura pelan, menusuk.

"Gue mau pulang sekarang. Kenapa malah jangan?" Wasta berdecak, hendak melangkah sekali lagi dan... hap, Sura menahan pergelangan tangan laki-laki itu.

Herannya Wasta tetap kekeuh melangkah, hingga Sura terikut dengannya. Samar-samar Sura mendengar suara Wasta berkata, "Ayo pulang."

Pegangan Sura menguat begitu ia merasa ada tatapan-tatapan tajam menerjangnya. Wasta tidak marah. Tapi anehnya tubuh cowok itu menegang beberapa saat, namun kakinya terus melangkah, menunjukkan ketegasan bukan kepanikan.

"L-lo... lo tahu."

"Sekarang pulang."

Sura menggelengkan kepala, ekspresinya tidak bisa Wasta baca. "Lo tahu," katanya lagi. Wasta menahan napas selama lima detik sebelum ia lepaskan perlahan. "Hm," gumamnya ringan tanpa menatap Sura.

"Lo juga harus pulang," tutur Sura, gelagat aneh Wasta mewaspadakan Sura.

"Serius lo aneh. Tadi gue nanya, lo malah nanya balik. Sekarang gue nyuruh, lo malah nyuruh gue balik. Mau lo apa sih? Heran banget gue."

Sura menelan salivanya berat, mengesah, matanya mulai bergetar, "Jangan balik ke sekolah, jangan. Pulang aja sekarang. Please, gue serius."

Tidak ada lagi wajah santai menggurat raut Wasta, laki-laki itu menyugar rambut pasrah. "Gue masih mau ngurus satu hal lagi sama mereka. Tenang aja, nggak bakal ada keributan, oke? Kalau itu yang memang lo khawatirin."

"Wasta! Mereka yang mau jebak lo ngerokok! Dan lo mau balik lagi ke sana? Lo mau ditipu lagi?!"

"Astaga! Memangnya siapa yang mau dijebak merokok lagi? Apa gue bilang gitu sebelumnya?" sentak Wasta sama frustasinya dengan Sura.

Mata Sura membulat, "Pokoknya nggak bisa! Nggak boleh!"

"Jadi ini mau lo!? Sampai berapa lama lo tahan dimata-matai mereka? Harusnya lo tahu ini akibat dari perbuatan lo kemarin teman." Sura mundur tanpa sadar.

"Kepala sekolah, beberapa guru sama pegawai masih di sekolah. Belum sepi, jadi nggak ada hal macam-macam yang bakal kejadian sama gue," tutur Wasta, kali ini lebih lembut.

"Waktu itu ... kenapa lo mau ngikutin apa yang mereka suruh? ... Ngerokok?"

Wasta terdiam lama, kerutan di dahinya mengendur seraya membuang napas lemah, "Demi teman. Gue pikir, dengan lakuin apa yang mereka minta, mereka bakal lepasin Toni. Bodohnya gue tergiur karna mereka bilang gue cukup ngelakuin itu sekali aja. Tapi enggak, nggak cukup sampai di situ. Mereka mau jebak gue, ngehancurin reputasi gue.

"Sama yang kayak mereka lakuin ke Toni."

Wajah Sura pias, pengakuan Wasta membuatnya menggigil. "Jadi Toni? Toni yang mereka jadikan jebakan buat lo?"

Wasta tersenyum hambar, "Udah, lo pulang sekarang. Sisanya biar gue urus." Wasta mengibas-ngibaskan tangannya menginstruksi Sura untuk berdiri tepat di pemberhentian bus, sebab bus jurusan gadis itu sebentar lagi akan berhenti. "Dan makasih, untuk yang waktu itu. Toni juga bertrimakasih sama lo. Kepergok sama lo ternyata bukan malapetaka."

Selesai mengatakan itu Wasta bergegas melangkah, meninggalkan Sura terpaku sampai klakson bus menyadarkan gadis itu.

24 Maret 2018

MasihAlfa ngasih uang kas ke Pama.

Bu Nesa lagi-lagi curhat soal bu Tari yang jelek"in nama baiknya ke Kepsek.

⇦⇨Bisa dibilang kejadian itu sudah berlalu, namun keterus-terangannya menghapus kekecewaan yang pernah tergurat dalam waktu.

Dulu, tanpa disadari.

TBC.
23 Mar 2018

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top