10. Rahman

Beberapa hari berlalu, sebuah panggilan tak terjawab muncul di hp ku, kemudian muncul pangilan lagi di hp milik ku, ternyata yang menelphone ku adalah Rahman.

"Randy, kapan gak sibuk nih, ada yang mau diomongin."

"Bisa kok hari minggu," jawab ku.

"Jangan hari minggu," kata Rahman agak malas.

"Hari lain aku mengajar sama kuliah, kecuali malam."

"Pas kamu habis mengajar aja, sekalian aku mau lihat tempat kerja kamu."

Hari itu hari rabu, aku hanya mengajar sampai jam 10, suasana disini cukup panas, aku sedikit takut dan penasaran, kenapa Rahman ingin menemui ku, apa ada masalah sengan Eri?.

Hari itu dia datang dengan sebuah mobil berwarna silver, dia datang jam 9, padahal sudah ku katakan aku selesai mengajar jam 10 lewat, katanya iya mau menunggu, ia menunggu lama didepan kelas, aku agak kasihan padanya, ku minta dia menunggu diruang tunggu tamu, tapi dia menolak, katanya sulit kalau tidak ada yang ia kenal menemaninya.

Setelah jam 10 aku mengajak Rahman ke kantin sekolah, disana aku memesan teh panas dan makan beberapa kue, Rahman memesan mie ayam dan teh es, katanya dia lapar.

Aku sedikit gugup, ku awali pembicaraan kami dengan menanyakan kabar anaknya, dia pun mengeleng, katanya dia belum punya anak. Lalu kami masuk kepembicaraan yang serius sampai membuat ku merinding.

"Sudah berapa lama kamu kenal denfan Eri?," tanya Rahman pada ku yang sedikit berkeringat.

"Kurang lebih 11 tahun," jawab ku, Rahman sangay terkejut.

"Lalu bagaimana dengan hubungan kalian?."

"Kami berteman kalau tidak percaya tanyakan saja pada Eri," jawab ku agak cangung, untuk apa Rahman menanyakan ini?.

"Aku sudah mendengar cerita kalian dari Eri, waktu ku ajak kau berfoto dengan kami, Eri menolak, dia berbisik pada ku, katanya ada yang akan ia ceritakan tentang kamu dan dia, semalam suntuk setelah acara pernikahan kami iya menceritakan mu, aku datang kemari untuk mencari tahu lagi cerita tentang kalian, namun cerita dari sudut pandang diri mu."

Aku hanya diam sambil memandangi langit yang tidak terlihat karena tertutup awan, terlihat Rahman sangat cemas, mungkin ia mengira aku tidak mau bercerita, iya aku memang tidak ingin menceritakanya, tapi Rahman pria yang baik, dia suami Eri, dia harus tahu, walau aku sendiri tidak mengerti tentang Eri kecuali sedikit saja yang ku tahu.

Ku cerirakan bagai mana kami bertemu sesuai urutan yang aku tulis dicerita ini, iya menganguk, kemudian iya ingin tahu apa saja yang disukai Eri, aku menjawab "aku tidak tahu," kami sering bertemu tapi sering juga tidak bicara apa-apa, kecuali jam dinding Keroro, jam dinding menyerupai wajah kartun kodok keroro berwarna hijau.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: