Lembar 17
Setelah panggilan berakhir, Hansung tampak melamun sembari memainkan ponsel di tangannya. Tak lama setelah itu pintu kamarnya diketuk dari luar dan seketika membuyarkan lamunannya. Pintu terbuka, menampakkan Shin Min Ah yang sudah berpenampilan rapi.
"Hansung," tegur Shin Min Ah, garis wajahnya menunjukkan bahwa sesuatu yang serius tengah terjadi.
"Ibu ingin pergi?"
"Ibu ada sedikit pekerjaan. Jangan lupa kunci semua pintu dan beristirahatlah."
Hansung mengangguk, tak memiliki pertanyaan lain di saat ia cukup memahami bagaimana pekerjaan ibunya.
"Ibu pergi dulu."
Shin Min Ah kembali menutup pintu kamar Hansung dan bergegas pergi bersama Cho Seungwoo. Sedangkan Hansung melompat dari tempat tidur, berlari ke jendela guna memastikan bahwa ibunya benar-benar telah pergi. Tampak dua mobil meninggalkan halaman rumahnya.
"Memangnya kasus apa yang sedang ditangani oleh ibu?" gumam Hansung.
Selama beberapa saat Hansung terdiam di sana, terlihat seperti tengah mempertimbangkan sesuatu sebelum pada akhirnya pergi ke sudut lain kamarnya. Menuju lemari pakaian, Hansung mengganti pakaian santainya dan bergegas meninggalkan kamarnya setelah sempat membenahi tatanan rambutnya di depan cermin. Pergi ke garasi, Hansung mengambil mobil milik Seungcheol dan bergegas meninggalkan rumah. Mengabaikan himbauan sang ibu, si penguasa Rising Moon memilih untuk pergi ke tempat di mana ia bertakhta.
Menempuh perjalanan panjang, pada akhirnya Hansung sampai di area parkir bawah tanah Rising Moon. Hansung bergegas meninggalkan area parkir. Turun ke ruang bawah tanah, Hansung merapatkan topinya guna menyamarkan identitasnya karena ia datang ke sana bukan untuk bertarung, melainkan untuk menghibur diri.
Masih banyak waktu hingga tengah malam tiba, ruang bawah tanah belum terlalu ramai karena kebanyakan pengunjung masih bersenang-senang di lantai atas. Beberapa orang masih tampak mempersiapkan ring untuk pertandingan malam itu.
"Choi Hansung!"
Langkah Hansung sontak terhenti ketika ia mendengar sebuah teguran yang berbaur dengan dentuman musik yang tak begitu keras di ruangan itu. Hansung menoleh, menemukan sang Host yang selalu meramaikan duel di ruang bawah Rising Moon. Pria itu tampak bersemangat ketika melihat kedatangan Hansung. Keduanya saling berjabat tangan dan menempelkan bahu satu sama lain.
"Ya! Kau datang?"
"Aku tidak akan naik hari ini," celetuk Hansung yang seketika membuat wajah antusias pria itu lenyap.
"Kenapa? Tanganmu belum sembuh?"
"Aku tidak ingin mempermalukan diriku sendiri. Siapa yang akan naik hari ini?"
"Jeon JK."
Dahi Hansung mengernyit, merasa asing dengan nama itu. "Pemain baru?"
"Kau tahu Royal Casino, bukan?"
"Kenapa?"
"Dia disponsori oleh mereka."
Sebelah alis Hansung terangkat. "Bukankah itu berarti dia hanya anak baru?"
"Bisa dibilang begitu. Tapi ... aku dengar Royal Casino memasang taruhan yang besar pada anak itu. Ada rumor yang mengatakan bahwa dia mungkin bisa menjadi lawan yang seimbang bagimu."
Hansung tersenyum kecil. "Kalau begitu perlakukan dia dengan baik, aku akan mengambil semua uang yang dia miliki minggu depan."
"Minggu depan?" Pria itu kembali terlihat antusias. "Kau serius? Kau akan kembali minggu depan?"
Hansung menepuk bahu pria itu. "Jagalah dia baik-baik untukku. Sepertinya Royal Casino menginginkan sesuatu yang besar."
Keduanya kemudian berpisah, Hansung mengambil tempat duduk yang tidak begitu jauh dari ring. Mungkin dengan melihat pertarungan di petarung baru bisa sedikit menghibur hatinya.
Dan kala itu, Kim Dong Il si pemilik Rising Moon turun ke ruang bawah tanah bersama seorang pria berkacamata yang terlihat lebih muda darinya. Seorang pemuda bertubuh kecil, Kim Byeongkwan, datang menyambut kedua pria itu.
"Bos ada di sini?" Byeongkwan sekilas menundukkan kepalanya.
"Di mana anak dari Royal Casino itu?" tanya Kim Dong Il.
"Dia belum datang, Bos. Masih banyak waktu hingga tengah malam tiba."
Kim Dong Il kemudian berjalan melewati Byeongkwan bersama pria yang menjadi tamunya malam itu. Secara pribadi Kim Dong Il ingin menunjukkan kepada tamunya tentang tempat yang menjadi kebanggaan Rising Moon. Mereka menaiki anak tangga menuju lantai dua, melihat penampakan lantai bawah dari atas memang cukup menarik.
Kim Dong Il menghentikan langkahnya dan berbalik. "Bagaimana? Kau sudah melihat sendiri bagaimana tempat ini. Bagaimana menurutmu dengan tempat ini, Direktur Um?"
Pria berkacamata itu tersenyum tipis dan menyahut, "tidak ada yang istimewa dari tempat ini sebelum aku melihat sesuatu yang menarik."
Kim Dong Il menyunggingkan senyumnya. "Jika kau mengharapkan sesuatu, kau harus datang saat tengah malam. Tempat ini akan begitu sesak saat tengah malam."
"Begitukah? Kalau begitu aku harus menunggu jika ingin melihat sesuatu yang istimewa dari tempat ini."
"Dan kau harus merelakan uangmu di sini." Kim Dong Il tertawa ringan.
"Oh? Kakak kedua?" celetuk Byeongkwan dengan mata yang melebar ketika ia melihat sosok Hansung yang di lantai bawah, tepatnya di seberang mereka.
"Siapa yang sedang kau maksud?" tegur Kim Dong Il.
"Di sana, Bos." Byeongkwan menunjuk ke tempat Hansung berada. "Choi Hansung, dia ada di sana."
Dahi Kim Dong Il mengernyit sembari pandangannya berusaha untuk menemukan sosok yang dimaksud oleh Byeongkwan. "Choi Hansung?"
"Benar, Bos. Anak emas Rising Moon, dia duduk di sana."
Pria yang sempat dipanggil dengan sebutan Direktur Um tersebut berusaha untuk menemukan sosok yang tengah dibicarakan. Dan tepat setelah menemukan sosok Hansung yang sudah menanggalkan topinya, sebelah alis pria itu terangkat. Dia kemudian memandang Kim Dong Il dengan tatapan bertanya.
"Choi Hansung, si penguasa Rising Moon?"
Kim Dong Il sekilas memandang pria itu. "Beberapa saat yang lalu kita membicarakan anak itu. Dia sedang cidera, aku tidak berpikir jika anak itu ada di sini. Tapi ini kali pertama aku melihat wajah anak itu. Dia bahkan jauh lebih muda dari yang aku bayangkan." Kim Dong Il berbicara penuh pertimbangan.
Pandangan Direktur Um kembali terjatuh pada sosok Hansung, dan kala itu seulas senyum tak percaya terukir di wajahnya. Pria itu lantas bergumam, "Choi Hansung, penguasa Rising Moon?"
🔥🔥🔥🔥
Tengah malam tiba, ruang bawah tanah Rising Moon sudah sesak oleh para pengunjung yang mengelilingi ring. Hansung masih berada di tengah kerumunan. Merapatkan kembali topinya, tak jarang Hansung mendengar beberapa orang tengah membicarakannya. Tak selalu hal baik, dia kerap mendengar hal-hal buruk yang justru membuat suasana hatinya memburuk. Ingin rasanya dia menghajar orang-orang bermulut pedas itu.
Sang Host memasuki ring, memberikan kata sambutan untuk memeriahkan malam itu yang mendapatkan sambutan antusias.
"Baiklah, malam ini! Siapakah yang akan berhasil merampas uang kalian semua? Siapakah yang kalian inginkan datang kemari malam ini?"
"Choi Hansung!" seseorang memekik dan lantas mendapatkan sambutan yang cukup besar.
"Berikan Choi Hansung!"
"Bawa Choi Hansung kembali!"
"Choi Hansung! Choi Hansung!"
"Bawa Choi Hansung kemari!"
Si Host yang sedikit kebingungan lantas bertemu pandang dengan Hansung seakan ingin meminta pendapat Hansung. Namun, pada saat itu Hansung memberikan gelengan pelan. Pria itu kemudian mencoba menangani massa Hansung.
"Baiklah, baiklah. Aku tahu bahwa kalian sangat merindukan Choi Hansung. Tapi ... masalahnya adalah saat ini Choi Hansung belum bisa menemui kita ..."
"Kalau begitu kenapa kau bertanya, brengsek!"
"Jangan bawakan kami orang yang lemah!"
Si Host sejenak menghela napas. Dia bergumam, "keadaan semakin sulit saat Choi Hansung tidak ada." Pria itu tersenyum lebar dan berusaha untuk menguasai keadaan. "Tapi sebagai gantinya, aku akan membawakan pada kalian bintang baru yang akan bersinar di Rising Moon ..."
Dahi Hansung mengernyit, dia merasa sedikit tersinggung dengan ucapan pria itu. Hanya karena cidera ringannya, posisinya di Rising Moon terancam tergeser. Padahal dia hanya absen dari pertemuan karena dia hanya akan bertarung di akhir pekan.
"Mari kita tunjukkan antusias yang besar untuk pendatang baru kita, Jeon JK!"
Gelombang suara meninggi, hanya dalam tiga kali pertarungan pendatang baru itu berhasil menarik perhatian semua orang. Dan hal itu cukup mengganggu bagi Hansung. Seorang pemuda kemudian memasuki ring dan kala itu dahi Hansung mengernyit secara berlebihan.
"Jeon JK?" gumam Hansung. Beberapa detik kemudian netranya membulat, batinnya tersentak tepat setelah ia berhasil melihat wajah pemuda yang tampak seumuran dengannya itu.
"J-Jeon Jungkook?" gumam Hansung tak percaya ketika mengetahui identitas dari Jeon JK yang sebenarnya adalah adik tingkatnya di Universitas.
Hansung tercengang, dia menggaruk keningnya. Terlihat sulit untuk percaya bahwa juniornya yang terlihat lugu itu justru berdiri di hadapannya sebagai sosok yang berbeda.
"Ada yang salah dengan otakku? Sepertinya aku harus pulang sekarang," Hansung menggerutu.
Mengangkat pandangannya kembali, ia memastikan sekali lagi bahwa dia tidak salah dalam mengenali seseorang. Dan dipastikan berapa kali pun, ia tidak salah mengenali seseorang. Pemuda itu benar-benar Jeon Jungkook, adik tingkatnya.
"Sayang sekali."
Perhatian Hansung teralihkan oleh suara berat pria dewasa yang berada tepat di sampingnya. Hansung pun membawa pandangannya ke samping dan tertegun untuk kali kedua dengan tingkat keterkejutan yang berbeda.
Pria berkacamata itu, Direktur Um turut menoleh ke arah Hansung dan tersenyum tipis sebelum memberikan teguran. "Lama tidak melihatmu, Choi Hansung."
"Direktur Um Kijoon?" Choi Hansung menatap tak percaya.
"Aku ketahuan?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top